Maaf kalo kepanjangan.
DAFTAR ISI
P E N D A H U L U A N 1
LATAR BELAKANG PEMUTAKHIRAN BUKU PUTIH 1
ESENSI PEMUTAKHIRAN BUKU PUTIH 3
LINGKUNGAN KEAMANAN STRATEGIS INDONESIA 5
TINJAUAN UMUM 5
KONDISI KEAMANAN GLOBAL 9
Terorisme dan Pola Penanganannya 9
Isu Senjata Pemusnah Massal 10
Peningkatan Kebutuhan Energi Dunia Serta Dampaknya terhadap Keamanan 10
Isu Kejahatan Lintas Negara 11
Dampak Pemanasan Global 12
Bencana Alam 12
KONDISI KEAMANAN REGIONAL 13
Konflik Eksternal dan Internal 14
Keamanan Maritim 14
KONDISI KEAMANAN DALAM NEGERI 15
Nasional 15
Provinsial 21
Lokal 22
HAKEKAT DAN PENGGOLONGAN ANCAMAN 24
ANCAMAN MILITER 24
ANCAMAN NIRMILITER 27
KEPENTINGAN DAN SASARAN STRATEGIS PERTAHANAN NEGARA 34
KEPENTINGAN NASIONAL 34
KEPENTINGAN STRATEGIS PERTAHANAN INDONESIA 37
Kepentingan strategis yang bersifat Permanen 37
Kepentingan Strategis yang bersifat mendesak 38
Kepentingan Strategis di bidang Kerja sama Pertahanan 42
SASARAN STRATEGIS PERTAHANAN NEGARA 43
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menangkal segala bentuk ancaman dan gangguan yang membahayakan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan seluruh bangsa Indonesia. 44
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menghadapi Perang dari Agresi militer oleh negara asing. 45
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menanggulangi ancaman militer yang mengganggu eksistensi dan kepentingan NKRI. 45
Terselenggaranya pertahanan negara dalam menangani ancaman nirmiliter yang berimplikasi terhadap kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa Indonesia. 45
Terselenggaranya pertahanan negara untuk mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas regional. 46
KONSEPSI PERTAHANAN NEGARA 47
HAKIKAT PERTAHANAN NEGARA 47
TUJUAN PERTAHANAN NEGARA. 47
SISTEM PERTAHANAN NEGARA. 49
FUNGSI PERTAHANAN NEGARA 49
SPEKTRUM KONFLIK. 51
PUSAT GRAVITASI PERTAHANAN NEGARA 53
KEBIJAKAN STRATEGIS 59
PENYELENGGARAAN PERTAHANAN NEGARA 59
MENGHADAPI ANCAMAN MILITER 60
Menghadapi Agresi Militer 61
Lapis Diplomasi 62
Lapis Perlawanan Rakyat Tidak Bersenjata 63
Lapis Pertahanan Militer 63
Menghadapi Ancaman Militer Berbentuk Bukan Agresi 64
Mengatasi Gerakan Separatisme dan Pemberontakan Bersenjata. 65
MENGHADAPI ANCAMAN NIRMILITER 69
Menghadapi Ancaman Ideologi 70
Menghadapi Ancaman Politik 71
Menghadapi Ancaman Ekonomi 74
Menghadapi Ancaman Sosial Budaya 76
Menghadapi ancaman berbasis teknologi dan informasi 77
Menghadapi ancaman keselamatan umum 78
Menghadapi ancaman Kamtibmas 80
Menghadapi Ancaman Hukum 80
PERTAHANAN MILITER DALAM MENGHADAPI ANCAMAN NIRMILITER BERSIFAT LINTAS NEGARA. 81
PEMBANGUNAN BIDANG PERTAHANAN NEGARA 83
BAGIAN KESATU 83
GARIS BESAR PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 83
BIDANG PERTAHANAN NEGARA 83
Kondisi Umum Pertahanan Negara 83
Tantangan yang Dihadapi 84
Arah Pembangunan Jangka Panjang Bidang Pertahanan Negara. 87
BAGIAN KEDUA 91
REFORMASI PERTAHANAN NEGARA 91
BAGIAN KETIGA 97
PEMBANGUNAN POSTUR PERTAHANAN NEGARA 97
Kerangka Pokok Postur Pertahanan Negara 97
Pengorganisasian Kekuatan Pertahanan 97
Strategi Perancangan Postur Pertahanan Negara. 99
Pertahanan Militer 100
Pertahanan Nirmiliter 106
Standar Kesejahteraan Prajurit 110
BAGIAN KEEMPAT 111
KERJA SAMA KEGIATAN DI BIDANG PERTAHANAN 111
Umum 111
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan di Kawasan Asia Tenggara 112
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Thailand. 114
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Malaysia. 114
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Singapura. 115
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Filipina. 116
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Brunei 116
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Anggota ASEAN Lainnya. 117
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Amerika Serikat 117
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Australia 119
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Cina. 120
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan India 121
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Korea Selatan 121
Kerja sama Kegiatan di bidang Pertahanan dengan Jepang. 122
Kerja sama Kegiatan di Bidang Pertahanan dengan Rusia. 123
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Uni Eropa 123
Kerjasama Kegiatan Pertahanan di bidang Penanganan Bencana Alam 124
Tugas Perdamaian Dunia 125
BAGIAN KELIMA 129
PEMBANGUNAN INDUSTRI PERTAHANAN 129
Menuju Kemandirian Sarana Pertahanan Melalui Industri Pertahanan Dalam Negeri 129
Mewujudkan Industri Pertahanan Dalam Negeri 131
Kerja sama Dalam Pengembangan Industri Pertahanan 132
P E N U T U P 134
BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA
TAHUN 2008
P E N D A H U L U A N
Latar Belakang Pemutakhiran Buku Putih
Pada tahun 2003, untuk pertama kalinya sejak era Reformasi, Departemen Pertahanan meluncurkan Buku Putih Pertahanan “Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21”. Buku Putih tersebut telah menjadi media untuk mengomunikasikan kebijakan pemerintah Indonesia di bidang pertahanan negara kepada masyarakat baik domestik maupun internasional. Masyarakat pada umumnya memberikan tanggapan yang cukup positif dan menjadi salah satu referensi yang digunakan oleh berbagai kalangan.
Buku Putih tersebut juga banyak memberi kontribusi dalam rumusan materi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam lingkup domestik, Buku Putih tersebut banyak memberi kontribusi dalam memberi pencerahan kepada masyarakat tentang penyelenggaraan pertahanan negara dalam konteks demokrasi. Dalam konteks hubungan antar bangsa, Buku Putih tersebut menjadi media yang cukup efektif dalam membangun CBM (confidence building measures) dengan negara-negara lain baik pada tataran regional maupun supra regional. Singkatnya, keberadaan Buku Putih cukup efektif dan bermanfaat dalam mengomunikasikan kepentingan nasional di bidang pertahanan.
Setelah lebih dari empat tahun Buku Putih edisi pertama tersebut diluncurkan telah terjadi banyak perubahan. Pada bulan Oktober 2004 pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapat legitimasi dari rakyat Indonesia dan dunia internasional untuk memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam periode pemerintahan lima tahun, dari tahun 2004 sampai 2009. Bersamaan dengan itu Presiden membentuk Kabinet Indonesia Bersatu dan sejak itu kepemimpinan beserta berbagai kebijakan yang terkait termasuk Departemen Pertahanan untuk menyempurnakan sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis baik di tingkat global regional maupun nasional. Perubahan yang terjadi tersebut telah menghadirkan banyak perubahan dalam kebijakan dan arah penyelenggaraan pertahanan Indonesia. Sejalan dengan itu, penetapan RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) Indonesia 2005-2024, telah menghadirkan suatu perubahan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. RPJP tersebut memuat antara lain pokok-pokok pembangunan pertahanan jangka panjang 20 tahunan sampai dengan 2024. Perubahan tersebut mendorong perlunya melakukan pemutakhiran Buku Putih.
Perkembangan penting lain adalah reformasi pertahanan negara. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, banyak langkah konkret telah dilakukan, terutama di lingkup Departemen Pertahanan dan TNI. Materi Undang-Undang Nomor 34 tentang TNI tersebut, selain merupakan produk Reformasi yang disusun dalam suasana yang sangat kondusif dan dibahas secara terbuka, juga nampak sinergi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang mengatur TNI dalam kerangka negara hukum dan nilai-nilai demokrasi.
Kerja sama pertahanan menjadi salah substansi penting yang berkembang dalam kurun waktu empat tahun ini. Bencana Alam tsunami di Aceh dan Nias pada tanggal 26 Desember 2004 telah membawa perubahan yang besar dalam desain kerja sama pertahanan Indonesia. Kalau di masa lalu lingkup kerja sama pertahanan lebih berorientasi pada aspek-aspek militer yang bersifat tradisional seperti latihan bersama atau pendidikan bidang militer, ke depan akan lebih fleksibel dengan cakupan aspek-aspek nirmiliter di mana kekuatan militer dapat dilibatkan. Aspek-aspek nirmiliter dimaksud di antaranya dalam penanggulangan dampak bencana alam atau bantuan kemanusiaan yang memerlukan penanganan segera.
Perkembangan penting lain dalam kerja sama pertahanan terjadi dalam peningkatan hubungan dengan beberapa negara, baik dalam lingkup regional maupun dengan kekuatan utama dunia (major power) di luar kawasan. Dalam lingkup regional, kerja sama dalam pengamanan Selat Malaka serta perwujudan forum Pertemuan para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defence Ministrial Meeting). Berdasarkan salah satu dari 3 pilar ASEAN Security Community (ASC), kerja sama pertahanan dengan beberapa negara di luar kawasan Asia Tenggara terjadi pada beberapa negara dalam kerangka kemitraan strategis (strategic partnership). Selama empat tahun terakhir juga terjadi peningkatan kerja sama pertahanan dengan beberapa negara yang diwujudkan dengan penandatanganan perjanjian kerja sama pertahanan secara bilateral dan dialog pertahanan.
Esensi Pemutakhiran Buku Putih
Substansi pemutakhiran yang tertuang dalam edisi kali ini adalah kebijakan pertahanan dalam konteks perubahan yang berimplikasi terhadap penyelenggaraan fungsi pertahanan negara. Konteks perubahan dimaksud seperti yang diuraikan di atas, mencakup dinamika lingkungan strategis baik global, regional, maupun dalam konteks nasional, provinsial dan lokal.
Dinamika konteks global dan regional telah mempengaruhi proses perubahan yang merambah tidak saja dalam kehidupan masyarakat dalam lingkup nasional, namun sampai pada lingkup provinsial dan lokal. Upaya bangsa-bangsa untuk mewujudkan perdamaian dunia masih diperhadapkan pada isu-isu keamanan di beberapa kawasan baik yang berdimensi keamanan tradisional, maupun konflik internal yang berskala besar. Sebagai bagian dari komunitas internasional, bangsa Indonesia menyelenggarakan pertahanan negara dalam nuansa keterbukaan (transparansi) sebagai perwujudan dari prinsip Indonesia yang cinta damai dan hidup berdampingan secara harmoni dengan negara-negara lain. Dalam rangka mewujudkan komitmennya Indonesia secara aktif mengambil peran dalam mengusahakan perdamaian dunia antara lain dengan mengirimkan pasukan/kontingen ke beberapa wilayah konflik, serta aktif bersama-sama dengan negara-negara lain untuk mencari solusi terbaik dalam mencegah dan menangani isu-isu keamanan global dan regional.
Ciri dari era globalisasi adalah frekuensi interaksi antar negara yang makin intensif. Dalam konteks tersebut pelibatan pertahanan negara dalam hubungan antar negara akan lebih meningkat dari waktu-waktu sebelumnya. Esensi Buku Putih pertahanan negara adalah Kebijakan Pertahanan Indonesia dalam mengelola pertahanan negara serta pandangan bangsa Indonesia di bidang pertahanan dalam memosisikan diri dalam konteks global dan regional. Atas dasar itu, maka Buku Putih ini akan menjadi media yang sangat penting dalam membangun saling percaya dengan negara-negara di dunia, sekaligus memberikan arah dan pedoman bagi penyelenggaraan pertahanan.
Seiring dengan perkembangan penataan manajemen kehidupan kebangsaan dewasa ini, semakin disadari bahwa pertahanan negara adalah tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia yang menjelma dalam keterpaduan antara unsur militer dan nirmiliter. Kedua unsur ini berkolaborasi sesuai tugas dan fungsinya masing-masing berperan aktif dalam pengelolaan pertahanan negara. Pembangunan pertahanan militer dan nirmiliter dilaksanakan secara sinergi sehingga menghasilkan suatu kekuatan dan kemampuan pertahanan negara yang memiliki efek penangkalan dalam menjaga keutuhan dan integritas NKRI.
LINGKUNGAN KEAMANAN STRATEGIS INDONESIA
Tinjauan Umum
Posisi silang Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia serta Samudra Hindia dan Samudera Pasifik menempatkan wilayah Indonesia menjadi strategis dalam geopolitik negara-negara besar terutama yang menjadi kekuatan utama dunia. Di sisi lain, Indonesia dikelilingi oleh sejumlah negara yang memiliki perbedaan latar belakang budaya dan filosofi, platform politik serta tingkat kemajuan. Beberapa di antaranya adalah negara maju yang besar pengaruhnya serta memiliki keunggulan kekuatan militer dan ekonomi yang jauh lebih kuat daripada kekuatan yang dimiliki Indonesia. Selain negara-negara maju, Indonesia juga dikelilingi oleh negara-negara yang tingkat ekonomi dan kemajuannya setara atau berada di bawah kemampuan Indonesia. Interaksi antar negara yakni antar negara besar, antar negara maju dengan negara-negara berkembang, serta antar negara berkembang merupakan fakta yang tidak dapat dimungkiri sering menimbulkan implikasi-implikasi yang berdimensi politik, ekonomi dan keamanan. Dalam skala tertentu implikasi tersebut dapat berkembang menjadi suatu potensi ancaman bagi suatu negara.
Stabilitas keamanan lingkungan strategis menjadi bagian dari kepentingan nasional Indonesia. Indonesia berkepentingan untuk mencermati setiap perkembangan situasi baik yang mengancam kepentingan nasional Indonesia maupun yang mengancam perdamaian dunia dan stabilitas regional sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat. Indonesia juga menyadari bahwa keamanan nasional Indonesia menjadi bagian dari kepentingan strategis negara-negara lain. Karena itu penyelenggaraan fungsi pertahanan negara Indonesia diarahkan untuk mewujudkan stabilitas keamanan nasional yang kondusif bagi stabilitas regional dan global.
Terdapat sejumlah Kekuatan utama dunia (major powers) yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap kawasan Asia Pasifik, di antaranya Amerika Serikat, Cina, India, Jepang, Korea Selatan, Australia dan ASEAN sebagai suatu entitas dan Rusia, termasuk Uni Eropa sebagai suatu kekuatan kolektif yang terdiri atas negara-negara di Eropa Barat yang umumnya merupakan negara yang maju di bidang ekonomi, teknologi dan militer.
Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia yang kekuatan pertahanannya jauh di bawah kekuatan dari major power serta tidak berada dalam suatu pakta pertahanan, maka ketidakseimbangan kekuatan global menghadirkan suatu pemahaman akan potensi ancaman.
Pada tataran regional, pertahanan Indonesia pada saat ini juga bukan yang terkuat seperti yang dimiliki pada empat dasa warsa sebelumnya. Dari perimbangan PDB, anggaran pertahanan Indonesia di bawah dari negara-negara anggota ASEAN dan lebih tinggi hanya dibandingkan dengan Laos.
Namun demikian, konstelasi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas dan terbentang pada jalur pelintasan internasional terpadat, mengisyaratkan tantangan yang besar dan kompleks bagi pertahanan negara dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah. Ancaman yang dihadapi pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa semakin berkembang menjadi multidimensional baik fisik dan nonfisik serta berasal dari luar maupun dari dalam negeri.
Implikasi dari kondisi di mana Indonesia dikelilingi oleh negara-negara maju, menjadi beralasan untuk menempatkan ancaman militer berupa kemungkinan agresi militer serta ancaman nirmiliter yang berdimensi politik, ekonomi, sosial dan teknologi sebagai ancaman pertahanan yang perlu diperhitungkan di masa-masa mendatang. Dalam hal ini sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh kekuatan nasional harus dapat dibangun, pertama dan terutama untuk tujuan pangkalan, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi kemungkinan terburuk berupa ancaman nyata.
Dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2003 dinyatakan bahwa ancaman invasi atau agresi militer negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Perkiraan tersebut didasarkan atas kinerja diplomasi Indonesia yang mampu membangun kerja sama yang baik dengan negara-negara lain serta peran PBB dan masyarakat internasional yang dapat mencegah suatu negara menggunakan kekuatan bersenjatanya untuk menyerang Indonesia.
Mencermati perkembangan keamanan strategis Indonesia pasca 2003, pada saat ini dan dalam beberapa tahun mendatang belum menunjukkan adanya indikasi suatu ancaman nyata yang mengarah ke wilayah Indonesia. Namun demikian kondisi yang kondusif ini tidak lalu membuat Indonesia mengabaikan kesiapsiagaannya dalam membangun kemampuan bangsa untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hubungan antar bangsa tidak ada yang abadi. Kepentingan nasional setiap negara dapat berubah setiap saat seiring dengan perkembangan kepentingan itu sendiri, sehingga sektor pertahanan negara harus dapat dipersiapkan dengan memadukan kemampuan pertahanan militer dan nirmiliter untuk menangkal setiap kemungkinan ancaman serta apabila kondisi memaksa, mampu menghadapi segala perubahan situasi.
Dinamika interaksi masyarakat secara global selain juga berimplikasi terhadap tantangan keamanan nasional dengan mengemukanya isu-isu keamanan baru yang berdimensi kejahatan lintas negara. Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas kejahatan lintas negara menunjukkan angka yang cukup signifikan dan telah mengancam ketenangan dan kenyamanan hidup manusia. Bagi Indonesia kejahatan lintas negara menjadi salah satu tantangan pemerintah untuk menanggulangi secara serius dan dengan pendekatan multi fungsi, baik secara militer maupun nirmiliter.
Indonesia juga menempatkan isu-isu yang berdimensi nirmiliter dalam konteks pertahanan negara. Isu-isu yang berdimensi nirmiliter seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan informasi-teknologi dalam skala tertentu dapat berkembang menjadi isu-isu yang berdimensi pertahanan. Atas dasar itu, konsepsi pertahanan Indonesia juga dikembangkan untuk memberdayakan fungsi-fungsi nirmiliter dalam mewujudkan kondisi dalam negeri yang stabil dan harmoni yang memberi efek tangkal bagi setiap kemungkinan ancaman.
Kondisi Keamanan Global
Kondisi lingkungan strategis global pada abad ke 21 sangat dipengaruhi oleh globalisasi yang merambah semua aspek kehidupan manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang komunikasi dan informasi ikut mendinamisasi interaksi antar masyarakat dengan segala latar belakang dan kepentingannya.
Isu-isu global seperti penguatan nilai-nilai demokrasi, penegakan hak asasi manusia, dan lingkungan hidup masih menjadi agenda yang mengisi forum-forum internasional. Penanganan terhadap isu-isu global tersebut masih menjadi indikator yang mempengaruhi pola hubungan internasional, terutama hubungan antar negara baik dalam skala bilateral maupun yang lebih luas. Isu-isu tersebut bahkan sering pula dijadikan ukuran dalam membangun kerja sama pertahanan antar negara.
Implikasi dari perkembangan lingkungan global tersebut menghadirkan keberagaman permasalahan yang kompleks dan berakumulasi dalam kondisi ketidakpastian dengan derajat yang cukup tinggi.
Di bidang pertahanan dan keamanan kecenderungan perkembangan global mempengaruhi karakteristik ancaman dengan munculnya isu-isu keamanan baru yang memerlukan penanganan dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan integratif.
Terorisme dan Pola Penanganannya
Serangan teroris 11 September 2001 telah mengubah paradigma tentang keamanan global. Terorisme menjadi ancaman global yang sangat mengemuka. Sejak itu konsep-konsep keamanan di setiap negara mengalami perubahan secara mendasar dari konsep-konsep lama yang lebih mengedepankan pendekatan konvensional.
Respons global terhadap isu terorisme melalui penerapan pola pengamanan yang ketat di tempat-tempat umum telah menghadirkan suasana kewaspadaan (alert) yang tinggi. Kondisi tersebut ikut mengubah pola hidup masyarakat global yang lebih mementingkan keamanan (sense of security). Nuansa penanganan isu terorisme telah mempengaruhi hubungan antar negara dengan semakin menguatnya kerja sama di bidang pertahanan yang menempatkan penanganan isu terorisme sebagai agenda utama.
Di bidang strategi pertahanan, isu terorisme membawa beberapa implikasi. Pertama, terorisme merupakan ancaman nyata yang mengancam jiwa manusia dan mengancam seluruh negara. Kedua, sebagai ancaman nyata, isu terorisme menghadirkan ketidakpastian tentang kapan dan di mana aksi terorisme akan terjadi; sehingga menuntut kesiapsiagaan yang prima. Ketiga, penanganan terorisme mengoreksi konsep-konsep kerja sama pertahanan menjadi lebih intensif dan progresif. Keempat, penanganan terorisme dengan menggunakan kekuatan militer menjadi salah satu pilihan strategi pertahanan, sehingga harus ada aturan yang jelas agar tidak berbenturan dengan norma-norma demokrasi dan hak azasi manusia.
Isu Senjata Pemusnah Massal
Bersamaan dengan isu terorisme yang menjadi isu keamanan global, pengembangan dan penyebaran senjata pemusnah massal juga menjadi salah satu isu keamanan global yang utama. Pengembangan dan penyalahgunaan senjata pembunuh massal seperti senjata nuklir, biologi dan kimia secara tidak tepat dapat mengancam keamanan dunia dan menjadi malapetaka yang dahsyat bagi umat manusia dan lingkungan hidup.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat dan mengglobal membawa efek semakin mudah pula bagi manusia untuk menemukan formula-formula atau cara-cara untuk melakukan proliferasi senjata pemusnah massal. Dampak serius yakni malapetaka yang ditimbulkan oleh senjata pemusnah massal tersebut dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku aksi teroris internasional.
Posisi Indonesia menentang setiap usaha proliferasi senjata pemusnah massal. Komitmen Indonesia tersebut sejalan dengan posisi ASEAN untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara untuk menjadikan kawasan bebas nuklir (South East Nuclear Weapon Free Zone - SEANWFZ). Indonesia tidak akan mengembangkan senjata nuklir, tetapi hanya mengembangkan nuklir untuk maksud damai seperti pembangkit tenga nuklir serta berbagai isotop untuk keperluan medis.
Peningkatan Kebutuhan Energi Dunia Serta Dampaknya terhadap Keamanan
Energy security dalam dekade terakhir ini semakin mengemuka dan diperkirakan akan berdampak terhadap keamanan global dalam tahun-tahun mendatang. Kebutuhan masyarakat dunia akan energi minyak dan gas bumi yang terus meningkat, sementara ketersediaannya semakin terbatas berimplikasi secara politik, ekonomi, dan keamanan.
Kebangkitan ekonomi terutama negara-negara yang menjadi major power ikut mendorong meningkatnya kebutuhan energi secara global. Sifat energi minyak dan gas bumi yang tidak dapat diperbaharui, lambat laun akan semakin langka, sementara kebutuhan dunia terus meningkat. Kondisi yang demikian ini menyebabkan krisis energi di masa-masa mendatang akan semakin serius dan dapat menjadi sumber konflik antar negara. Meningkatnya ketergantungan energi dan terbatasnya sumber daya minyak dan gas telah mengakibatkan kenaikan harga minyak dan gas berada jauh di atas harga yang wajar. Harga minyak yang terus naik telah mengakibatkan kenaikan semua kebutuhan pokok manusia dan berdampak signifikan terhadap stabilitas perekonomian secara global.
Bagi negara-negara berkembang, implikasi kenaikan harga minyak terhadap stabilitas ekonomi menjadi masalah yang sangat serius. Hal tersebut disebabkan daya beli masyarakat yang rendah sehingga kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dapat mendorong gejolak sosial yang sulit dibendung. Terbatasnya sumber daya energi minyak juga dikuatirkan akan mendorong munculnya persaingan baru di berbagai kawasan yang dipicu oleh kebutuhan untuk mengamankan penguasaan sumber energi. Oleh karena itu Indonesia perlu secara serius mengembangkan energi yang dapat diperbaharui seperti energi sinar matahari, angin, ombak, geotermal dan bioenergi. Kesemuanya dilakukan dengan terencana tanpa merusak atau menggangu kelestarian lingkungan hidup.
Isu Kejahatan Lintas Negara
Kondisi keamanan global diwarnai oleh meningkatnya intensitas ancaman keamanan asimetris dalam bentuk kejahatan lintas negara. Aksi perompakan, penyelundupan senjata dan bahan peledak, penyelundupan wanita dan anak-anak, imigran gelap, pembalakan liar, dan pencurian ikan merupakan bentuk-bentuk kejahatan lintas negara yang paling menonjol.
Meningkatnya aksi kejahatan lintas negara tersebut telah mempengaruhi kebijakan keamanan global dan pertahanan negara-negara besar yang menempatkan isu-isu tersebut sebagai isu keamanan bersama (common security issues). Bagi Indonesia kejahatan lintas negara telah sangat merugikan kepentingan nasionalnya sehingga merupakan suatu prioritas untuk ditangani termasuk bekerja sama dengan berbagai negara sahabat.
Dampak Pemanasan Global
Salah satu fenomena baru yang dihadapi umat manusia di dunia adalah pemanasan global (global warming) yang terjadi karena efek rumah kaca akibat perusakan lingkungan hidup yang terus berlanjut dan emisi gas buang industri yang sulit dikendalikan. Pemanasan global tersebut telah mengakibatkan perubahan iklim secara ekstrem yang melanda hampir semua negara.
Perubahan musim yang tidak menentu, serta perusakan lingkungan hidup yang terus berlanjut membawa dampak serius terhadap kehidupan manusia, antara lain terjadinya kelaparan, kemiskinan, kelangkaan sumber daya air, gangguan kesehatan, serta menimbulkan bencana alam. Fenomena global tersebut apabila tidak dapat ditangani secara baik berdampak makin luas sehingga dapat menjadi isu keamanan yang serius dan melanda bangsa-bangsa di dunia. Indonesia sebagai negara Kepulauan terbesar didunia dengan puluhan ribu pulau-pulau besar dan kecil berpotensi mengalami kerugian yang sangat besar dari dampak pemanasan global.
Oleh karena itu Indonesia sangat giat untuk mengampanyekan berbagai upaya dalam menghadapi dampak pemanasan global. Indonesia memiliki pandangan untuk mengambil langkah-langkah bersama oleh seluruh negara dengan cara menerapkan Protokol Kyoto, serta menggiatkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Bencana Alam
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat telah membawa implikasi terhadap degradasi lingkungan hidup. Salah satu dampaknya berupa bencana alam yang melanda sejumlah negara yang menimbulkan kerusakan dahsyat terhadap infrastruktur dan harta benda serta menelan korban jiwa yang cukup besar. Posisi geografi dan geologi Indonesia yang terletak di cincin gunung api pertemuan sejumlah lapisan kerak bumi serta beriklim tropis, sangat rawan terhadap bencana alam berupa gempa vulkanik dan tektonik, banjir serta tanah longsor.
Negara-negara di dunia makin menyadari pentingnya kerja sama untuk mengatasi dampak bencana alam, dan menjadi agenda forum-forum internasional untuk dipecahkan bersama. Salah satu pendekatan yang dikembangkan secara internasional adalah pelibatan kekuatan militer untuk Operasi Militer Selain Perang dalam penanggulangan bencana alam (disaster relief operation).
Konsekuensi dari pelibatan kekuatan militer dalam bencana alam adalah mengemukanya kebutuhan tentang penerapan Standing Operating Procedure yang mengintegrasikan pertahanan militer dan nirmiliter baik dalam skala nasional maupun internasional. Dalam hal ini kolaborasi antara unsur militer dan nirmiliter tersebut (Civil-Military Cooperation) perlu dibangun. Bagi Indonesia konsep kolaborasi antara unsur militer dan nirmiliter tersebut telah lama diterapkan di Indonesia dalam penanganan bencana alam. TNI dalam melaksanakan tugas kemanusiaan dan penanganan dampak bencana alam menerapkan konsep kemanunggalan TNI-Rakyat untuk mampu melakukan tindakan tanggap darurat yang cepat dan efektif untuk mencegah dan mengurangi korban jiwa dan harta benda, serta secara bersamaan meningkatkan kemampuan aparat lainnya maupun kesadaran publik terhadap ancaman bencana alam.
Kondisi Keamanan Regional
Konflik atau krisis yang terjadi di beberapa negara dalam kawasan yang mengitari Indonesia telah membawa dampak terhadap stabilitas keamanan nasional Indonesia dan stabilitas regional. Meskipun secara geografi beberapa di antaranya terjadi jauh dari wilayah Indonesia, namun membawa dampak terhadap Indonesia baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kawasan Asia Tenggara juga masih terdapat beberapa negara tertentu yang situasi keamanannya pasang surut, bahkan secara geografi berbatasan dengan Indonesia sehingga berdampak signifikan terhadap Indonesia.
Perkembangan regional mempunyai interelasi dengan perkembangan lingkungan strategis global. Isu-isu global seperti digambarkan sebelumnya juga terjadi pada tataran regional. Selain isu-isu global, kondisi regional juga diwarnai oleh isu-isu keamanan sebagai implikasi dari persaingan yang berdimensi politik-militer.
Secara umum, isu kawasan yang menonjol adalah konflik antar negara yang disebabkan oleh benturan kepentingan nasional. Isu kawasan yang gradasinya cukup tinggi adalah isu keamanan dalam negeri yang berbasis etno-religius, serta konflik vertikal yang berbasis separatisme.
Konflik Eksternal dan Internal
Salah satu isu keamanan regional yang masih mengemuka adalah konflik antar negara yang berkaitan dengan klaim teritorial. Isu yang menonjol antara lain perselisihan wilayah Kashmir antara India-Pakistan, kasus Cina-Taiwan, klaim tumpang tindih perbatasan di kawasan Laut Cina Selatan antara Cina dengan beberapa negara di Kawasan Asia Tenggara serta masalah di Semenanjung Korea.
Selain potensi konflik antar negara, isu menonjol lain adalah konflik dalam negeri yang berdimensi vertikal dan horizontal yang masih terjadi di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Di antaranya separatisme, konflik ethno-religius, serta radikalisme yang anarkis. Indonesia berada dalam kawasan yang sama dengan negara-negara yang terlibat konflik tersebut dapat terkena limbah konflik (spill-over) seperti gelombang pengungsian, peredaran senjata gelap, dan sebagainya.
Keamanan Maritim
Keamanan maritim adalah salah satu isu keamanan kawasan yang menonjol yang mendapat perhatian di abad 21. Fungsi wilayah maritim yang makin strategis dalam kepentingan negara-negara di dunia mendorong upaya untuk meningkatkan pengamanannya.
Di Kawasan Asia Tenggara, wilayah Selat Malaka menjadi fokus masyarakat internasional, karena lalu lintas transportasi perdagangan dunia, paling padat melalui Selat Malaka. Posisi strategis Selat Malaka telah mendorong keinginan negara-negara major power untuk ikut berperan langsung dalam pengamanan Selat Malaka. Bagi Indonesia pengamanan langsung Selat Malaka hak kedaulatan negara pesisir (littoral sate) yaitu Malaysia, Singapura, dan Indonesia). Namun demikian, kepentingan dan partisipasi negara lain yang berkepentingan (stake holder) dipahami dan dapat diakomodasikan dalam alat peralatan, pendidikan dan latihan.
Bagi Indonesia yang secara geografi terdiri atas kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.504 buah yang berada di antara Benua Asia dan Australia serta Samudera Hindia dan Pasifik di satu sisi mempunyai posisi strategis sekaligus tantangan besar dalam mengamankannya. Sesuai UNCLOS 1982 (United Nations Convention On The Law Of The Sea), Indonesia memiliki tiga ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) atau SLOC (Sea Lane of Communication) dan beberapa choke points yang strategis bagi kepentingan global seperti di Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makasar. Peran kawasan Pasifik di abad 21 semakin meningkat sebagaimana sering disebut sebagai abad Pasifik, maka keberadaan SLOC dan choke points tersebut akan semakin penting pula bagi kepentingan global. Menyikapi peran kawasan Pasifik tersebut, dengan posisi Indonesia di pelintasan utama ke kawasan Pasifik, maka pengamanan ALKI serta seluruh chokepoints tersebut merupakan agenda strategis bagi kepentingan nasional Indonesia serta masyarakat internasional. Pengamanan ALKI dan seluruh chokepoints dimungkinkan melalui pembangunan kekuatan pertahanan termasuk kekuatan TNI yang kuat dan diperlengkapi dengan Alutsista yang modern.
Kondisi Keamanan Dalam Negeri
Wilayah Indonesia dengan karakteristik sebagai kepulauan terbesar di dunia yang didiami oleh lebih dari 300 suku bangsa membentuk kondisi yang sangat majemuk. Kondisi yang heterogen tersebut berimplikasi pula terhadap kategorisasi isu-isu keamanan sesuai besarannya (magnitude) untuk dikelompokkan dalam isu keamanan yang berskala nasional, provinsial atau lokal.
Nasional
Indonesia dengan wilayah yang sangat luas serta terdiri atas pulau-pulau menuntut adanya strategi pertahanan negara yang tepat untuk mengamankan wilayah tersebut. Karakteristik geografi yang tersusun dari gugusan kepulauan yang terletak di posisi silang, dengan sumber daya alam yang beraneka ragam, serta demografi yang majemuk mengandung tantangan yang multi dimensi. Tugas untuk melindungi dan mengamankan Indonesia dengan karakteristik yang demikian mengisyaratkan tantangan yang kompleks dan berimplikasi pada tuntutan pembangunan dan pengelolaan sistem pertahanan negara untuk menghasilkan daya tangkal yang handal.
Dalam bidang pertahanan, terdapat sejumlah isu yang menonjol, di antaranya:
Isu Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terdepan.
Indonesia masih mempunyai sejumlah persoalan batas wilayah baik perbatasan darat maupun maritim yang hingga kini belum selesai. Permasalahan-permasalahan tersebut berhubungan langsung dengan kedaulatan negara yang harus ditangani secara serius oleh pemerintah antara lain melalui pendayagunaan fungsi pertahanan baik fungsi pertahanan militer maupun air militer secara terintegrasi guna mencapai hasil yang maksimal.
Isu-isu pulau-pulau kecil terdepan cukup beragam dan kompleks, di antaranya menyangkut eksistensi, status kepemilikan, konversi lingkungan, pengamanan dan pengawasannya. Eksistensi pulau-pulau kecil terdepan sangat vital dalam penentuan batas wilayah Indonesia. Pulau-pulau kecil terdepan berfungsi sebagai titik pangkal penarikan batas wilayah NKRI yang harus dijaga dan dilindungi. Dalam hal klaim kepemilikan atas pulau-pulau tersebut ada dua hal mendasar yang harus dilaksanakan, yakni kehadiran secara fisik serta pengelolaan pulau-pulau tersebut. Dua hal tersebut harus terus diselenggarakan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Konservasi lingkungan penting untuk dikembangkan pemerintah. Kegiatan konservasi akan memelihara keberadaan dan kesinambungan hayati di pulau-pulau kecil terdepan. Kegiatan konservasi lingkungan di pulau-pulau kecil terdepan merupakan domain departemen atau lembaga nondepartemen yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan pengelolaan lainnya. Dalam bidang pengamanan harus dapat menjamin agar pulau-pulau kecil terdepan tidak diperjualbelikan atau di status guna kelola secara tidak sah kepada pihak atau warga negara asing. Dari beberapa kasus ditemukan beberapa pulau kecil yang dikelola oleh perorangan bahkan ada yang dikelola oleh pihak asing. Praktek-praktek pulau-pulau kecil harus ditangani secara sungguh-sungguh sehingga tidak jatuh ke tangan asing yang dapat menyulitkan posisi Indonesia di kemudian hari. Pengawasan pulau-pulau kecil terdepan sangat penting untuk menjamin keberadaan dan status pengelolaan pulau-pulau kecil terdepan tersebut. Kegiatan pengawasan juga memberi manfaat untuk mencegah pulau-pulau tersebut tidak dijadikan sebagai tempat kegiatan ilegal seperti kejahatan lintas negara.
Separatisme.
Gerakan separatis masih menjadi isu keamanan dalam negeri, baik dalam bentuk gerakan separatis politik maupun gerakan separatis bersenjata. Masih terdapat pihak-pihak yang berkeinginan untuk memisahkan diri dari NKRI dengan mengeksploitasi kelemahan penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Separatisme merupakan salah satu bentuk ancaman sekaligus yang menghambat Indonesia untuk menjadi salah satu tantangan keamanan nasional Indonesia. Di Indonesia, bibit-bibit separatisme cukup banyak dan terdapat di beberapa daerah. Akar masalah timbulnya separatisme di Indonesia terletak pada hak-hak politik, hak ekonomi dan distribusi keadilan yang tidak merata. Gerakan separatis masih menjadi isu keamanan dalam negeri, baik dalam bentuk gerakan separatis politik maupun gerakan separatis bersenjata. Masih terdapat pihak-pihak yang berkeinginan untuk memisahkan diri dari NKRI dengan mengeksploitasi kelemahan penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
Bangsa Indonesia menyadari dan memiliki komitmen bahwa berada dalam wadah NKRI merupakan keputusan politik yang tepat dan final. Sesuai amanat Undang-Undang, pertahanan negara berfungsi untuk menjamin keutuhan wilayah NKRI. Dengan demikian penanganan isu separatis menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam menjamin keutuhan wilayah NKRI. Upaya untuk mencegah dan mengatasi ancaman separatisme bukan tugas Departemen Pertahanan dan TNI semata, tetapi tugas semua Departemen dan Lembaga termasuk segenap lapisan masyarakat.
Ancaman separatisme seperti diuraikan di atas berakar pada faktor-faktor nirmiliter, sehingga pula harus dihadapi dengan pendekatan nirmiliter. Muara dari pendekatan nirmiliter adalah bagaimana membawa seluruh warga negara Indonesia merasa nyaman tinggal di negaranya sendiri, sehingga bibit-bibit separatisme tidak berkembang. Rasa kebanggaan rakyat Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dalam wadah NKRI dan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika harus terus ditanamkan dan dikembangkan. Untuk itu, unsur nirmiliter memiliki peran vital dalam mendinamisasi pembangunan di seluruh daerah agar hak politik, hak ekonomi dan distribusi keadilan dapat diwujudkan secara merata dan meningkat.
Penyelesaian damai di Aceh. Dalam Buku Putih Pertahanan 2003, langkah-langkah untuk menyelesaikan persoalan di Aceh digambarkan secara komprehensif. Langkah-langkah tersebut seluruhnya telah dilaksanakan dan membuahkan hasil yang sangat fenomenal untuk membuka lembaran baru bagi Aceh yang lebih cerah. Pemerintah dan masyarakat di Nangroe Aceh Darussalam secara bermartabat telah mampu menyelesaikan permasalahan di Aceh secara damai dengan pendekatan dialogis yang melibatkan semua pihak dan dalam wadah NKRI. Proses pembauran antara eks GAM dan warga lainnya di bumi Aceh sudah mulai berjalan. Pemerintah bersungguh-sungguh untuk mewujudkan kondisi Aceh yang stabil, aman dan demokratis dalam wadah NKRI. Kesungguhan pemerintah tersebut telah ditunjukkan dalam hak-hak politik yang diberikan seluas-luasnya kepada seluruh warga Aceh tanpa ada perbedaan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Khusus di Aceh tahun 2006, nuansa pemerintahan yang demokratis telah dapat diwujudkan di provinsi NAD melalui pemilihan umum Gubernur, Kepala Daerah dan Walikota yang sangat demokratis dan menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di seluruh Indonesia. Keberhasilan menyelesaikan persoalan di Aceh merupakan prestasi Indonesia secara menyeluruh dan menjadi modalitas dalam menyelesaikan persoalan-persoalan serupa di wilayah Indonesia lainnya. Kondisi yang sudah membaik ini akan terus dikawal bersama dan menjadi modalitas dalam membangun masyarakat Aceh yang sejahtera, aman dan berkeadilan. Bangsa Indonesia juga menghargai upaya masyarakat internasional yang secara tulus membantu proses penyelesaian damai di Aceh.
Terorisme.
Bagi Indonesia, ancaman terorisme telah menjadi ancaman nyata. Sejak peristiwa pembajakan pesawat Garuda Indonesia Woyla dalam penerbangan dari Jakarta ke Bangkok pada tahun 1980, Indonesia mengalami beberapa kali aksi terorisme. Setelah itu sejak tahun 2000 telah terjadi sejumlah peristiwa aksi terorisme, bahkan Indonesia menjadi salah satu negara yang menderita korban aksi terorisme secara berturut-turut dalam skala besar yaitu Bom Bali I (2002), Bom Hotel Marriott (2003), Bom Kedutaan Australia di Jakarta (2004) dan Bom Bali II (2005). Didasari bahwa upaya untuk dapat menumpas terorisme harus pula dilihat dari akar permasalahannya, yang menurut pengalaman Indonesia berupa kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Disadari pula adanya masalah lain seperti ideologi kekerasan dari kelompok teroris.
Dari hal-hal tersebut, maka penanggulangan terorisme juga merupakan bagian dari upaya menyeluruh dalam perang melawan ketidakamanan (War on Insecurity) yang multidimensi dengan cakupan mengatasi kemiskinan, kerusakan lingkungan, penyakit pandemi, kebodohan, keterasingan dan lain-lain. Bagi Indonesia aksi terorisme selain merupakan kejahatan kriminal luar biasa dan kejahatan terhadap kemanusiaan, juga merupakan ancaman terhadap Keamanan Nasional. Dalam hal ini terorisme merupakan ancaman yang harus dihadapi oleh seluruh elemen bangsa tidak saja oleh Polisi dan Militer, tetapi juga oleh Tenaga Pendidik bahkan Ulama dan tokoh-tokoh agama dengan mengambil peran seperti memberikan pencerahan akan arti yang benar dari ayat-ayat kitab suci.
Dari berbagai kasus terorisme juga terlihat karakter bahwa subyek maupun obyek terorisme bersifat internasional sekaligus domestik (Intermestik) maka Indonesia menjalin kerja sama secara bilateral maupun multilateral untuk menangani masalah terorisme. Untuk memberi payung hukum dalam penanggulangan ancaman terorisme, Indonesia telah menetapkan undang-undang mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Penerapan undang-Undang tersebut cukup efektif dan memberi efek tangkal yang besar. Sejalan dengan itu, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat juga telah meratifikasi dua konvensi internasional mengenai pemberantasan terorisme. Kedua konvensi yang diratifikasi tersebut adalah Konvensi Internasional Pemberantasan Pemboman oleh Terorisme Tahun 1997 (International Convention for the Suppression of Terrorist Bombings 1997) dan Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme Tahun 1999 (International Convention of the Suppression of the Financing of Terrorism 1999).
Konflik Komunal.
Dalam Buku Putih Pertahanan tahun 2003, dinyatakan bahwa heterogenitas bangsa Indonesia dalam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) mengandung kerawanan dan berpeluang menimbulkan konflik komunal. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami beberapa konflik komunal yang menimbulkan korban. Konflik komunal merupakan tantangan yang harus dicegah dan dipecahkan melalui pendekatan-pendekatan yang rasional dalam usaha membangun nasionalisme serta persatuan dan kesatuan bangsa.
Pemerintah telah berupaya mengatasi konflik-konflik tersebut dengan memadukan segala kemampuan sumber daya yang ada. Saat ini konflik tersebut telah dapat teratasi dengan baik terbukti dengan terciptanya keharmonisan dan stabilitas di masyarakat. Langkah-langkah rehabilitasi sosial dan pembangunan kembali infra struktur terus dilaksanakan oleh Pemerintah. Kondisi yang harmonis dan kondusif ini diupayakan untuk terus dipelihara dan dipertahankan dengan pembinaan terus menerus unsur-unsur di masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam penciptaan kondisi yang menunjang stabilitas keamanan di daerah.
Radikalisme yang anarkis.
Penanganan isu-isu global secara unilateral atau tidak seimbang sering menjadi pendorong bangkitnya gerakan radikalisme. Gerakan radikalisme selalu mengganggu stabilitas keamanan sehingga perlu penanganan secara serius sesuai hukum tanpa diskriminasi. Gerakan radikal berpotensi mengganggu kepentingan publik baik masyarakat domestik maupun internasional, oleh karena itu penanganannya sangat mendesak. Apabila penanganannya tidak serius maka hal tersebut tidak saja merugikan citra bangsa Indonesia tetapi juga dapat menjadi pintu masuk kekuatan asing dengan dalih intervensi kemanusiaan.
Dinamika politik.
Berbagai dinamika dan perubahan politik yang berkembang pada era Reformasi banyak mengalami perubahan dan cenderung mengarah kepada kondisi ketidakpastian yang semakin tinggi. Demokrasi yang berkembang seluas-luasnya belum diikuti dengan pengetahuan, kesiapan dan kedewasaan masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi tersebut. Nuansa kebebasan yang ditandai dengan kran-kran politik yang semakin terbuka lebar cenderung berkembang ke arah kebebasan tanpa batas.
Disadari bahwa sistem pemerintahan demokrasi merupakan sistem yang terbaik, namun demikian demokrasi tidak senantiasa identik dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu sistem demokrasi yang dipilih rakyat Indonesia harus diisi dengan pemerintahan yang baik (good governance) berdasarkan sejumlah prinsip diantaranya transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Belajar dari berbagai negara yang berhasil pada era globalisasi, maka merupakan keniscayaan bagi Indonesia untuk tetap memegang teguh penegakan hak azasi manusia, lingkungan hidup, kesetaraan jender, kebijakan nondiskriminatif, kebebasan beragama dan pengusaan teknologi berdasarkan ilmu pengetahuan. Penggunaan prinsip-prinsip di atas diharapkan mampu digunakan untuk mengelola secara baik dinamika politik termasuk isu-isu yang berdimensi pertahanan negara.
Provinsial
Otonomi daerah merupakan kebijakan Pemerintah yang diarahkan untuk percepatan dan pembangunan di daerah. Penerapan secara serentak dan menyeluruh tidak diikuti dengan kesiapan daerah sehingga menimbulkan sejumlah isu antara lain terkait isu otonomi khusus, ketimpangan pembangunan di luar Pulau Jawa dan tata ruang wilayah.
Sejak pemberlakuan otonomi daerah, sejumlah daerah berusaha menuntut Pemerintah Pusat untuk memberikan status otonomi khusus. Status tersebut cenderung diinterpretasikan sebagai hak untuk mengurus wilayah sendiri yang menyentuh bidang-bidang pemerintahan, hukum, agama bahkan termasuk keamanan. Tuntutan tersebut apabila tidak dapat dikelola secara tepat dapat berkembang menjadi potensi konflik vertikal yang berdampak pada persatuan dan kesatuan bangsa.
Pembangunan Nasional masih terkonsentrasi di Pulau Jawa sementara daerah-daerah di luar Jawa mengalami ketimpangan yang cukup jauh. Akibatnya Pulau Jawa menjadi sasaran urbanisasi dalam jumlah besar yang tidak diimbangi dengan daya tampung dan tata ruang Pulau Jawa. Kondisi tersebut ikut menambah ketimpangan pembangunan di daerah-daerah dan pada skala tertentu dapat menjadi isu stabilitas nasional.
Isu lain yang juga cukup menonjol adalah mengenai tata ruang wilayah. Penataan ruang wilayah yang diterapkan dalam pembagian kawasan-kawasan pembangunan mengandung potensi permasalahan yang kompleks. Mengingat isu tata ruang terkait dengan ruang hidup dan kegiatan masyarakat serta bersifat lintas instansi niscaya memerlukan penanganan yang seksama untuk dapat mempertemukan semua kepentingan tanpa menimbulkan implikasi terhadap stabilitas nasional.
Lokal
Pada tingkat lokal, gejala globalisasi semakin terasa dan telah menjangkau masyarakat yang berdomisili di pelosok. Kondisi tersebut telah mendorong terjadinya mobilitas penduduk baik secara fisik yakni melalui migrasi penduduk dari suatu daerah ke daerah lain, maupun dalam wujud komunikasi antar masyarakat yang makin mudah dengan memanfaatkan sarana komunikasi dan informasi yang makin menjangkau rakyat biasa dan bersifat ramah bagi pengguna. Perkembangan ini mendorong berlangsungnya pertukaran nilai secara serta-merta yang sulit dibendung dan cenderung mempercepat berkembangnya pola hidup modern dengan ciri kehidupan yang bebas dan praktis yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai lokal.
Hal lain yang juga menonjol adalah timbulnya penguatan identitas lokal sebagai respons masyarakat dalam menyikapi pemberlakuan Otonomi Daerah. Penguatan identitas lokal banyak dimunculkan dalam kemasan isu putra daerah, hak adat dan hak ulayat. Kondisi yang berkembang seperti ini sangat kontraproduktif dengan prinsip bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Penguatan identitas lokal yang tidak terkelola dengan baik berpotensi menyulut konflik-konflik horizontal yang berdimensi SARA (suku, agama, ras dan antar golongan dan antar kepentingan).
Tantangan yang tidak kalah signifikan adalah permasalahan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan ketidakadilan. Dalam konteks pertahanan, aspek ini berdimensi pertahanan nirmiliter yang memerlukan penanganan dengan pendekatan multi sektoral dan integratif.
Bencana alam selain menjadi tantangan yang berskala nasional, juga memiliki dimensi lokal. Departemen dan lembaga teknis pemerintah, lembaga-lembaga riset maupun perguruan tinggi termasuk sumber dari luar negeri memetakan bahwa hampir semua daerah di Indonesia rawan terhadap bencana alam dengan bentuk yang bervariasi, seperti tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, kelangkaan sumber daya air, dan kebakaran hutan.
HAKEKAT DAN PENGGOLONGAN ANCAMAN
Persepsi Indonesia tentang ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan baik dari luar maupun dari dalam negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan bangsa. Berdasarkan sifat ancaman, maka hakikat ancaman digolongkan ke dalam ancaman militer dan ancaman nirmiliter.
Ancaman Militer
Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berupa agresi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal.
Agresi suatu negara yang dikategorikan mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa Indonesia mempunyai bentuk-bentuk mulai dari yang berskala paling besar sampai yang terendah. Invasi, merupakan bentuk agresi yang berskala paling besar dengan menggunakan kekuatan militer bersenjata yang dikerahkan untuk menyerang dan menduduki wilayah Indonesia. Invasi berlangsung secara eskalatif, mulai dari kondisi politik yang terus memburuk, diikuti dengan persiapan-persiapan kekuatan militer dari negara yang akan melakukan invasi. Untuk menghindari ancaman invasi memerlukan langkah-langkah diplomatik yang efektif agar dapat mencegah terjadinya perang.
Agresi juga dapat berupa bombardemen yakni penggunaan senjata dalam bentuk lain, blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara atau seluruh wilayah negara, dan dapat pula berbentuk serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut dan udara. Di samping bentuk-bentuk agresi seperti diuraikan di atas, terdapat pula beberapa bentuk lain agresi. Keberadaan atau tindakan unsur kekuatan bersenjata asing dalam wilayah NKRI yang bertentangan dengan ketentuan atau perjanjian yang telah disepakati merupakan salah satu bentuk agresi yang mengancam kedaulatan negara dan keselamatan bangsa. Tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh negara lain untuk melakukan agresi atau invasi terhadap NKRI digolongkan ke dalam ancaman agresi. Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah NKRI adalah pelanggaran kedaulatan negara yang dikategorikan sebagai bentuk agresi suatu negara.
Bentuk lain dari ancaman militer yang peluang terjadinya cukup tinggi adalah tindakan pelanggaran wilayah Indonesia oleh negara lain. Konsekuensi Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas dan terbuka berpotensi terjadinya pelanggaran wilayah.
Ancaman militer dapat pula terjadi dalam bentuk pemberontakan bersenjata. Pemberontakan tersebut pada dasarnya merupakan ancaman yang timbul dan dilakukan oleh pihak-pihak tertentu di dalam negeri. Tetapi pemberontakan bersenjata tidak jarang disokong oleh kekuatan asing baik secara terbuka maupun secara tertutup atau tersamar.
Pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Indonesia yang sah merupakan bentuk ancaman militer yang dapat merongrong kewibawaan negara dan jalannya roda pemerintahan. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia pernah mengalami sejumlah aksi pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh gerakan radikal seperti DI/TII, PRRI, Permesta, Kahar Muzakar serta G30S/PKI. Dari sejumlah aksi pemberontakan bersenjata tersebut tidak hanya mengancam pemerintahan yang sah tetapi juga mengancam tegaknya NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pemberontakan bersenjata sebagai bentuk ancaman terhadap NKRI dalam beberapa dekade terakhir telah berkembang dalam bentuk gerakan separatisme yang pola perkembangannya seperti api dalam sekam. Gerakan radikal di masa lalu, serta sisa-sisa G30S/PKI berhasil melakukan regenerasi dan telah bermetamorfosa ke dalam berbagai bentuk organisasi kemasyarakatan dengan memanfaatkan euforia Reformasi untuk masuk ke segala lini dan elemen nasional. Kecenderungan tersebut memerlukan kecermatan dengan membangun suatu kewaspadaan nasional dari seluruh komponen bangsa Indonesia untuk mengikuti perkembangan regenerasi dan metamorfosa kelompok-kelompok yang diuraikan di atas.
Indonesia memiliki sejumlah obyek vital nasional dan instalasi strategis yang rawan terhadap aksi sabotase, sehingga harus dilindungi. Aksi-aksi sabotase tersebut didukung dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak lawan untuk merancang ancaman, sehingga memiliki intensitas yang lebih tinggi dan kompleks. Fungsi pertahanan negara ditujukan untuk memberi perlindungan terhadap obyek-obyek vital nasional dan instalasi strategis dari setiap kemungkinan aksi sabotase dengan mempertinggi kewaspadaan yang didukung oleh teknologi yang mampu mendeteksi dan mencegah secara dini.
Pada abad modern kegiatan spionase dilakukan oleh agen-agen rahasia dalam mencari dan mendapatkan rahasia pertahanan negara dari negara lain. Kegiatan spionase dilakukan secara tertutup dengan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tidak mudah untuk dideteksi. Kegiatan tersebut merupakan bentuk ancaman militer yang memerlukan penanganan secara khusus dengan pendekatan kontra spionase untuk melindungi kepentingan pertahanan dari kebocoran yang akan dimanfaatkan oleh pihak lawan.
Aksi teror bersenjata merupakan bentuk kegiatan terorisme yang mengancam keselamatan bangsa dengan menebarkan rasa ketakutan yang mendalam serta menimbulkan korban tanpa mengenal rasa perikemanusiaan. Sasaran aksi teror bersenjata dapat menimpa siapa saja, sehingga sulit diprediksi dan ditangani dengan cara-cara biasa. Perkembangan aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris pada dekade terakhir meningkat cukup pesat dengan mengikuti perkembangan politik, lingkungan strategis dan Iptek.
Sejak terorisme internasional berkembang menjadi ancaman global, aksi teror bersenjata yang berskala lokal ikut pula mengadopsi pola dan metode terorisme internasional, atau bahkan berkolaborasi dengan jaringan-jaringan teroris internasional yang ada. Dari sejumlah aksi teror yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan adanya hubungan dengan jaringan teroris internasional terutama jaringan teroris yang beroperasi di wilayah Asia Tenggara. Kondisi masyarakat dengan latar belakang pendidikan dan kemampuan ekonomi rendah menjadi incaran para tokoh terorisme untuk memperluas jaringan dengan membangun kader-kader baru.
Gangguan keamanan di laut dan udara merupakan bentuk ancaman militer yang mengganggu stabilitas keamanan wilayah yurisdiksi nasional Indonesia. Kondisi geografi Indonesia dengan wilayah perairan serta wilayah udara Indonesia yang terbentang pada pelintasan transportasi dunia yang padat baik transportasi maritim maupun dirgantara, berimplikasi terhadap tingginya potensi gangguan ancaman keamanan laut dan udara.
Bentuk-bentuk gangguan keamanan di laut dan udara yang mendapat prioritas perhatian dalam penyelenggaraan pertahanan negara meliputi pembajakan atau perompakan, penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak atau bahan lain yang dapat membahayakan keselamatan bangsa, penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian kekayaan di laut termasuk pencemaran lingkungan.
Konflik komunal pada dasarnya merupakan gangguan keamanan dalam negeri yang terjadi antar kelompok masyarakat. Dalam skala yang besar konflik komunal dapat membahayakan keselamatan bangsa, sehingga tidak dapat ditangani dengan cara-cara biasa dengan mengedepankan pendekatan penegakan hukum belaka dan ditujukan untuk mencegah merebaknya konflik yang dapat mengakibatkan risiko yang lebih besar.
Ancaman nirmiliter
Ancaman nirmiliter pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor nirmiliter yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman nirmiliter dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi, dan sosial serta informasi dan teknologi.
Ancaman berdimensi Ideologi. Meskipun sistem politik internasional telah mengalami perubahan terutama dengan keruntuhan Uni Soviet sehingga paham komunis semakin tidak populer lagi, namun bagi negara seperti Indonesia yang pernah menjadi basis perjuangan kekuatan komunis, ancaman ideologi komunis masih tetap merupakan bahaya laten yang harus diperhitungkan. Di masa lalu, Indonesia menjadi salah satu basis komunis dan beberapa kali melakukan kudeta untuk menumbangkan pemerintahan dan berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Komunis. Berkat kesigapan kekuatan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang dipimpin oleh Tentara Nasional Indonesia dan didukung oleh rakyat, kudeta yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia dapat ditumpas dan ideologi Pancasila dapat ditegakkan. Walaupun ideologi Komunis secara global tidak populer lagi, tidak berarti bahwa Indonesia sudah terbebas dari ancaman yang berbasis ideologi. Indonesia tetap memperhitungkan bentuk-bentuk baru dari ancaman ideologi yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri yakni metamorfosa dari Komunis terutama yang dilakukan oleh sisa-sisa G30S/PKI yang telah melebur ke dalam elemen-elemen masyarakat. Usaha pihak-pihak tertentu melalui penulisan buku-buku sejarah dengan tidak mencantumkan peristiwa G30S/PKI dengan Dewan Revolusi, atau gerakan radikalisme yang brutal dan anarkis memberi indikasi bahwa ancaman ideologi masih potensial. Buku Putih 2003 mengangkat gerakan kelompok radikal sebagai salah satu ancaman nyata. Motif yang melatarbelakangi gerakan-gerakan tersebut dapat berupa dalih agama, etnik atau kepentingan rakyat. Pada saat ini masih terdapat anasir-anasir radikalisme yang menggunakan atribut keagamaan berusaha mendirikan negara dengan ideologi lain seperti yang dilakukan oleh kelompok NII (Negara Islam Indonesia). Bagi Indonesia keberadaan kelompok tersebut merupakan ancaman terhadap eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengancam kewibawaan pemerintah sehingga harus ditumpas.
Ancaman berdimensi Politik. Ancaman berdimensi politik dapat bersumber dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Dari luar negeri, ancaman berdimensi politik dilakukan oleh suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap Indonesia. Bentuk-bentuk intimidasi, provokasi, atau blokade politik merupakan bentuk-bentuk ancaman nirmiliter berdimensi politik yang sering kali digunakan oleh pihak-pihak lain untuk menekan negara lain. Ke depan, bentuk-bentuk ancaman yang berasal dari luar negeri diperkirakan masih berpotensi terhadap Indonesia, yang memerlukan peran dari fungsi pertahanan nirmiliter untuk menghadapinya. Dari dalam negeri, perkembangan politik yang semakin bebas tidak jarang membawa implikasi tumbuhnya aliran-aliran garis keras yang secara sistematis menghalalkan segala cara, antara lain dengan penggunaan kekerasan untuk memberikan tekanan politik kepada kelompok lain. Bentuk-bentuk penggunaan alat-alat politik seperti pengerahan massa, pembentukan Satgas-Satgas Partai menjadi preseden buruk bagi iklim politik dan perkembangan demokrasi. Penggunaan alat-alat politik tersebut sering kali mengakibatkan situasi keamanan yang tidak kondusif, bahkan cenderung melahirkan praktek-praktek intimidasi dan provokasi. Pada skala tertentu dapat pula mengganggu stabilitas pemerintahan. Pada kenyataannya, masih banyak pihak yang cenderung memaksakan kehendak untuk kepentingan pribadi atau golongan dengan mengabaikan kepentingan bangsa dan negara. Yang diharapkan dari para politisi adalah menjadi negarawan yang menjunjung tinggi etika politik, mengutamakan kepentingan negara serta memberi tauladan dalam pendidikan politik bagi masyarakat.
Salah satu bentuk ancaman politik yang timbul di dalam negeri bersumber dari gerakan separatisme. Perjuangan tidak bersenjata sering digunakan kelompok separatis untuk menarik simpati masyarakat internasional. Pola perjuangan tidak bersenjata akan sulit dihadapi pemerintah dengan menggunakan instrumen militer. Dalam menghadapi ancaman separatis tidak bersenjata, instrumen yang paling efektif adalah memberdayakan unsur pertahanan nirmiliter yakni civil defence secara efektif.
Ancaman berdimensi Ekonomi. Ekonomi tidak saja menjadi alat stabilitas dalam negeri, tetapi juga merupakan salah satu alat penentu posisi tawar setiap negara dalam hubungan antar negara atau pergaulan internasional. Bagi negara-negara dengan kondisi perekonomian yang lemah, sering menghadapi kesulitan dalam berhubungan dengan negara lain yang posisi ekonominya lebih kuat. Ekonomi yang kuat biasanya diikuti pula dengan politik dan militer yang kuat.
Dalam konteks ancaman, ekonomi sering digunakan untuk menekan negara lain. Bentuk ancaman yang berasal dari sektor ekonomi mulai dari yang paling halus hingga paling keras antara lain pembatasan kuota, pembatasan atau restriksi, embargo sebagian atau seluruhnya, hingga blokade ekonomi. Bentuk lain dari ancaman ekonomi dapat pula berbentuk penguasaan sumber ekonomi yang bernilai strategis atau menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti sumber energi, tambang, penguasaan terhadap badan usaha milik negara oleh pihak asing, atau tekanan terhadap mata uang dan fiskal.
Ancaman berdimensi Sosial Budaya. Dalam era globalisasi, aspek sosial budaya merupakan salah satu aspek yang terkena pengaruh secara signifikan. Penetrasi nilai-nilai budaya dari luar negeri yang sulit dibendung mempengaruhi nilai-nilai di Indonesia bahkan sampai pada tingkat lokal. Kemajuan teknologi informasi mengakibatkan dunia menjadi kampung global di mana interaksi antar masyarakat berlangsung dalam waktu aktual. Yang terjadi tidak hanya transfer informasi, tetapi juga transformasi dan sublimasi nilai-nilai luar secara serta merta dan sulit untuk dikontrol. Akibatnya, terjadi benturan peradaban, lambat laun nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa semakin terdesak oleh nilai-nilai individualisme. Fenomena lain yang juga terjadi adalah konflik berdimensi vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, di samping itu konflik horizontal yang berdimensi ethnoreligious masih menunjukkan potensi yang patut diperhitungkan. Bentuk-bentuk ancaman sosial budaya tersebut di atas apabila tidak dapat ditangani secara tepat dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Tantangan lain yang juga dihadapi di bidang sosial budaya dan dapat berkembang menjadi ancaman serta isu keamanan di berbagai daerah adalah kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan ketidakadilan. Faktor-faktor tersebut berproses secara meluas serta menghasilkan efek domino sehingga dapat melemahkan kualitas bangsa Indonesia.
Pertumbuhan penduduk yang terus berlangsung telah mengakibatkan daya dukung dan kondisi lingkungan hidup yang terus menurun. Bersamaan dengan itu merebaknya wabah penyakit pandemi seperti flu burung, demam berdarah, HIV/AIDS, dan malaria merupakan tantangan serius yang dihadapi di masa mendatang.
Ancaman berdimensi teknologi dan informasi. Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) pada dasarnya membawa manfaat yang besar bagi umat manusia. Seiring dengan kemajuan Iptek tersebut berkembang pula kejahatan yang memanfaatkan kemajuan Iptek tersebut, antara lain cyber crime, kejahatan perbankan, dan kejahatan-kejahatan lainnya.
Kondisi lain yang berimplikasi menjadi ancaman adalah lambatnya perkembangan kemajuan iptek di Indonesia sehingga menyebabkan ketergantungan teknologi terhadap negara-negara maju semakin tinggi. Kondisi ketergantungan terhadap negara lain tidak saja Indonesia menjadi pasar produk-produk negara lain tetapi lebih dari itu, sulit bagi Indonesia untuk mengendalikan ancaman berpotensi teknologi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk melemahkan Indonesia.
Tantangan yang dihadapi tidak saja menghadapi ancaman teknologi dari luar negeri, tetapi juga pola sikap masyarakat dalam negeri dalam menghargai karya-karya teknologi anak bangsa. Pada dasarnya Indonesia memiliki SDM yang kualitasnya berdaya saing tinggi dengan SDM negara-negara maju. Setiap tahun Indonesia mencetak juara-juara olimpiade sains (Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi), Indonesia juga memiliki tenaga-tenaga terampil di bidang teknologi tinggi seperti eks PT DI (Dirgantara Indonesia), PT LEN, dan sebagainya, namun belum ada wadah yang menjamin kegairahan untuk membangun kemampuan bangsa di bidang teknologi, yang berakibat terjadinya arus “eksodus” tenaga-tenaga ahli Indonesia ke luar yang menawarkan kehidupan yang lebih baik.
Ancaman berdimensi Ketertiban Masyarakat. Pertahanan nirmiliter memiliki lingkup yang berdimensi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat). Di Indonesia gangguan Kamtibmas dapat terjadi akibat berbagai masalah yang saling terkait satu sama lain atau akibat dari terakumulasinya masalah-masalah yang tidak segera diselesaikan secara tuntas. Permasalahan Kamtibmas timbul karena dampak permasalahan yang terjadi dari aspek-aspek seperti latar belakang pendidikan yang rendah, terbatasnya lapangan kerja sehingga mengakibatkan naiknya angka pengangguran dan kemiskinan, serta kebutuhan hidup yang tidak diimbangi oleh penghasilan yang cukup.
Konflik horizontal yang berdimensi suku, agama, ras dan antar golongan diperkirakan masih merupakan salah satu bentuk ancaman Kamtibmas yang paling mungkin akan timbul di masa mendatang. Menguatnya isu-isu agama, etnisitas termasuk sejumlah konflik yang didasari oleh adanya kesenjangan sosial ekonomi, merupakan fenomena konflik yang lazim terjadi di negara-negara berkembang dengan karakteristik yang beragam seperti Indonesia. Mobilisasi penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain, misalnya urbanisasi atau melalui transmigrasi terbukti berpotensi menjadi sumber konflik.
Kerugian dari konflik komunal sangat besar bagi masyarakat dan pemerintah, seperti jatuhnya korban jiwa, timbulnya gelombang pengungsian, penderitaan luar biasa bagi masyarakat, serta kerugian harta benda yang cukup besar. Dampak terbesar dari konflik komunal adalah rusaknya solidaritas berbangsa serta rusaknya ikatan persatuan dan kesatuan bangsa. Dari sisi pemerintahan, konflik komunal yang menyebabkan kerusakan berbagai infrastruktur, fasilitas sosial dan fasilitas umum dalam skala besar, dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pemerintahan, yang kemudian berdampak pada terhambatnya kegiatan pelayan masyarakat dan terbengkalainya penyelenggaraan pendidikan. Dengan lain kata, konflik komunal menyentuh berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ancaman berdimensi keselamatan umum. Secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana, baik bencana alam, keselamatan transportasi maupun bencana kelaparan. Bencana yang dapat terjadi di Indonesia dan merupakan ancaman bagi keselamatan umum, bisa terjadi murni bencana alam, misalnya gempa bumi, meletusnya gunung berapi dan tsunami. Bencana yang disebabkan ulah manusia antara lain tidak terkontrolnya penggunaan obat-obatan dan bahan kimia lain yang dapat meracuni masyarakat baik secara langsung maupun kronis (menahun), misalnya pembuangan limbah industri maupun limbah pertambangan lainnya. Sedangkan bencana alam yang disebabkan karena faktor alam yang dipicu oleh ulah manusia antara lain bencana banjir, bencana tanah longsor, bencana kekeringan, bencana kebakaran hutan dan bencana lainnya.
Akibat bencana tersebut di atas akan mengakibatkan baik langsung maupun tidak langsung akan mengancam keselamatan umum khususnya masyarakat di sekitarnya.
Kecelakaan yang terjadi disebabkan masih rendahnya pemahaman masyarakat untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta masih lemahnya kepatuhan aparat dalam penegakan hukum dan aturan, sehingga masih adanya anggapan bahwa pelanggaran peraturan yang terjadi bisa diselesaikan dengan suatu kebijaksanaan pribadi aparat. Masih terbatasnya fasilitas/peralatan penyelamatan baik kuantitas maupun kualitas yang dimiliki badan atau instansi terkait dengan penyelamatan.
Ancaman berdimensi Hukum. Hukum sebagai instrumen yang mengatur tentang hak dan kewajiban serta hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan (the do’s and the dont’s) pada hakikatnya bersifat positif, namun unsur “pemaksaan” membuatnya menjadi sensitif bahkan pada konteks atau kalangan tertentu dapat menjadi ancaman. Sifat produk hukum seperti itu membangun kondisi psikologis di kalangan masyarakat yang sensitif dalam menyoroti setiap produk hukum.
Dari lingkup internasional, kesepakatan atau kebiasaan internasional seperti perjanjian, konvensi, resolusi, pakta, atau traktat merupakan produk hukum yang bersifat mengikat yang harus dipatuhi. Jika dipandang dari kepentingan dan nilai-nilai domestik, produk-produk hukum tersebut tidak selalu sejalan bahkan tidak jarang berbenturan dengan nilai dan kepentingan nasional. Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia diperhadapkan dengan pilihan antara menerima atau menolak produk-produk hukum tersebut. Kedua pilihan tersebut masing-masing mengandung konsekuensi. Dari lingkup dalam negeri juga terjadi hal yang sama. Masyarakat Indonesia semakin sensitif terhadap setiap produk hukum yang dihasilkan pemerintah. Banyak produk hukum yang mendapat penolakan karena kalangan tertentu menilai kepentingannya terancam oleh keberadaan produk hukum tersebut.
Ke depan, tuntutan penegakan hukum akan semakin mengemuka. Masyarakat akan semakin mengerti hukum, kritis dan berani untuk memperjuangkan hak-haknya. Ketidakadilan dalam penegakan hukum dapat menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas keamanan nasional. Dalam hal ini dituntut kepekaan aparat penegak hukum dalam bertindak adil, menjadi panutan, mengayomi serta membangun kesadaran hukum bagi masyarakat.
KEPENTINGAN DAN SASARAN STRATEGIS PERTAHANAN NEGARA
Kepentingan Nasional
Pada hakikatnya kepentingan nasional Indonesia adalah tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Kepentingan Nasional tersebut diwujudkan dengan memperhatikan tiga kaidah pokok yakni kaidah tentang tata kehidupan, upaya pencapaian tujuan serta sarana yang digunakan. Tata Kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia mencerminkan kesatuan tata nilai yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berketuhanan yang Maha Esa yang menjunjung tinggi kebhinnekaan yang ditunjukkan dalam interaksi sosial yang harmonis. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk pencapaian tujuan nasional yang pelaksanaannya secara berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan berketahanan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara. Sedangkan sarana yang digunakan dalam mewujudkan Tujuan Nasional adalah seluruh potensi dan kekuatan nasional yang didayagunakan secara menyeluruh dan terpadu.
Lingkungan strategis baik global dan regional maupun nasional yang terus berkembang dalam suatu dinamika yang sangat tinggi menuntut penyesuaian diri dengan hakikat perubahan yang terjadi. Atas dasar itu, maka kepentingan nasional Indonesia disusun dalam tiga kategori: kepentingan nasional yang bersifat mutlak, kepentingan nasional yang bersifat vital, dan kepentingan nasional yang bersifat penting.
Kepentingan nasional yang bersifat mutlak (the ultimate national interest) adalah tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fungsi pertahanan negara wajib menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan wilayah terdiri atas 17.504 buah pulau dengan perairan dan udara sebagai satu kesatuan teritorial Nusantara yang harus tetap dijaga keberadaan dan keutuhannya. Posisi Indonesia yang strategis memiliki implikasi pertahanan yang besar. Keutuhan wilayah NKRI tidak saja menjadi kepentingan nasional Indonesia, tetapi juga menjadi bagian strategis yang mempengaruhi kepentingan nasional sejumlah negara di dunia. Wilayah Indonesia yang utuh dan stabil akan menjadi conditio sine qua non terselenggaranya pembangunan nasional untuk menyejahterakan rakyat, sekaligus bagi terwujudnya stabilitas kawasan yang mengitari Indonesia. Indonesia tidak akan membiarkan setiap usaha yang akan mengganggu eksistensi dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang wilayahnya dari Sabang sampai Merauke merupakan keputusan final yang harus dijaga dan dipertahankan sampai titik darah yang terakhir.
Kepentingan nasional yang bersifat vital adalah menyangkut keberlanjutan pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika, sejahtera, adil dan makmur serta demokratis. Kondisi obyektif Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ke-empat di dunia akan terus dijaga keberadaannya. Dengan penduduk yang sudah mencapai lebih dari 230 juta jiwa, serta karakteristik yang sangat pluralistik dalam SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), memerlukan upaya sungguh-sungguh untuk membangun kohesi nasional dalam ikatan persatuan dan kesatuan bangsa. Indikator terwujudnya kohesi nasional serta rasa persatuan dan kesatuan bangsa ditunjukkan dalam kehidupan sosial dan interaksi antar warga masyarakat yang harmonis.
Dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia, konflik yang bersumber SARA berpotensi cukup besar dan menjadi tantangan bagi perwujudan persatuan dan kesatuan bangsa. Akar masalah yang menjadi penyulut konflik yang bernuansa SARA adalah kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan. Persatuan dan kesatuan bangsa tidak terwujud dengan sendirinya. Kehidupan masyarakat yang harmonis hanya dapat terwujud melalui usaha yang bersifat menyeluruh dan menyentuh aspek kesejahteraan, yakni pendidikan, peningkatan taraf hidup, serta aspek penegakan hukum yang diberdayakan secara maksimal untuk mengatasi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Karena itu pluralistik bangsa Indonesia harus dapat dikelola secara sungguh-sungguh dalam suatu pendekatan pembangunan nasional yang berorientasi pada pembangunan manusia Indonesia yang sejahtera, adil, dan berdaya saing.
Kepentingan nasional Indonesia yang bersifat penting adalah kepentingan yang terkait dengan perdamaian dunia dan stabilitas regional. Lingkungan strategis Indonesia adalah regional dan global dengan segala dinamikanya. Indonesia juga tidak terlepas dari limbah (spill over) sejumlah konflik di dunia. Oleh karena itu Indonesia akan tetap mengambil peran aktif bersama-sama dengan bangsa lain melalui usaha-usaha yang bermartabat untuk mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam lingkup global, posisi Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB mulai tahun 2007 selama 2 tahun merupakan posisi yang sangat strategis untuk memperjuangkan perdamaian dunia. Pada saat ini masih terdapat beberapa kawasan yang masih dilanda konflik baik konflik antar negara maupun konflik internal. Penggunaan kekuatan militer untuk memaksakan perdamaian hanya dapat menyelesaikan permasalahan di atas permukaan dan sesaat, tetapi menimbulkan efek penderitaan jangka panjang yang bersifat multidimensi terhadap suatu bangsa. Indonesia melalui Dewan Keamanan PBB akan mendorong usaha-usaha penyelesaian damai terhadap setiap konflik dan mencegah penggunaan kekuatan untuk memaksakan perdamaian. Selain itu sebagai anggota Gerakan Non Blok sekaligus anggota OKI, Indonesia akan memainkan peran untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara anggota lainnya yang berpengaruh untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat masing-masing, maupun pencegahan dan resolusi konflik secara damai dan bermartabat.
Dalam lingkup regional, peran Indonesia dalam keanggotaan ASEAN, upaya untuk mewujudkan Asia Tenggara sebagai kawasan yang aman, stabil dan sejahtera menjadi modalitas dalam memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia. Dalam rangka itu kerja sama bilateral dengan sesama anggota ASEAN sangat penting untuk dikembangkan secara lebih konkret dan menyentuh permasalahan-permasalahan yang nyata-nyata dihadapi. Dalam kerangka itu perwujudan tiga pilar ASEAN yakni masyarakat ekonomi ASEAN, masyarakat budaya ASEAN dan masyarakat keamanan ASEAN menjadi komitmen bangsa Indonesia untuk diwujudkan secara bersama oleh seluruh anggota ASEAN bagi masa depan ASEAN yang lebih baik dan berdaya saing. Dengan mewujudkan tiga pilar ASEAN tersebut akan mempromosikan stabilitas dan kemakmuran kawasan Asia Tenggara yang memberi efek positif bagi kawasan lain dan dunia.
Bersamaan dengan usaha untuk mewujudkan tiga pilar ASEAN, penguatan hubungan dengan negara lain dalam kerangka ASEAN Plus Six dan ARF (ASEAN Regional Forum) sangatlah penting. Bersama dengan negara-negara mitra ASEAN yang umumnya mempunyai pengaruh besar pada kawasan dan dunia, akan dapat mewujudkan suatu sinergi yang memberi efek bagi percepatan perwujudan stabilitas dan keamanan Asia Tenggara sekaligus mempromosikan stabilitas dan keamanan Asia Pasifik.
Kepentingan Strategis Pertahanan Indonesia
Pertahanan negara diselenggarakan untuk mewujudkan kepentingan nasional. Kepentingan strategis pertahanan Indonesia merupakan bagian dari kepentingan nasional dalam menjamin tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan segala kepentingannya. Pertahanan negara memiliki peran dan fungsi untuk mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia dari setiap ancaman dan gangguan, baik dari luar negeri maupun yang timbul di dalam negeri.
Berdasarkan perkiraan ancaman serta kepentingan nasional Indonesia, maka kepentingan strategis pertahanan negara meliputi kepentingan strategis yang bersifat permanen, kepentingan strategis yang bersifat mendesak, dan kerja sama pertahanan.
Kepentingan strategis yang bersifat Permanen
Kepentingan strategis pertahanan negara yang bersifat permanen adalah perwujudan satu kesatuan pertahanan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman, baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Kepentingan strategis pertahanan tersebut dicapai melalui usaha membangun dan membina daya tangkal negara dan bangsa serta kemampuan untuk menanggulangi setiap ancaman baik yang datang dari luar maupun yang timbul di dalam negeri, langsung atau tidak langsung. Pembangunan pertahanan yang berdaya tangkal merupakan kehormatan bangsa Indonesia sebagai negara merdeka, dan berdaulat untuk menyejajarkan diri dengan bangsa lain. Pertahanan Indonesia dipersiapkan sejak dini dengan sistem pertahanan tanpa mempermasalahkan ada atau tidak adanya ancaman nyata.
Dalam melaksanakan kepentingan pertahanan yang bersifat tetap, bangsa Indonesia senantiasa memegang prinsip sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta akan kemerdekaan dan kedaulatannya. Prinsip cinta damai tersebut diwujudkan dalam pergaulan internasional yang bebas aktif serta hidup berdampingan secara damai dengan negara-negara lain.
Penggunaan kekuatan pertahanan untuk tujuan perang hanya sebagai jalan terakhir setelah usaha-usaha diplomatik sudah ditempuh dan mengalami jalan buntu. Dalam menyelesaikan setiap bentuk pertikaian dan persengketaan, bangsa Indonesia akan mengedepankan penggunaan cara-cara damai. Sejalan dengan prinsip tersebut, bangsa Indonesia menentang segala penjajahan dan intervensi bangsa lain terhadap suatu negara.
Dalam menjamin kepentingan yang bersifat permanen, penyelenggaraan pertahanan dilaksanakan dengan sistem pertahanan semesta, yang melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya, serta sarana dan prasarana nasional sebagai satu kesatuan pertahanan. Keikutsertaan seluruh rakyat dalam pertahanan negara didudukkan dalam konteks hak dan kewajiban setiap warga negara, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mencerminkan kehormatan bangsa merdeka dan berdaulat serta percaya akan kemampuan sendiri.
Kepentingan Strategis yang bersifat mendesak
Kepentingan strategis pertahanan yang bersifat mendesak pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari kepentingan strategis pertahanan yang bersifat permanen, yakni terselenggaranya pertahanan negara untuk merespons setiap bentuk ancaman baik yang bersifat nyata maupun potensial. Kepentingan strategis yang bersifat mendesak juga mencakup kewajiban dan komitmen Indonesia untuk ikut aktif dalam usaha-usaha perdamaian dunia dan regional.
Dari dinamika interaksi dengan bangsa-bangsa lain, serta implikasi dari perkembangan lingkungan strategis membentuk kondisi keamanan global, regional, dan dalam negeri yang penuh ketidakpastian. Bersamaan dengan itu terdapat beberapa isu keamanan nyata yang memerlukan respons melalui fungsi pertahanan. Fungsi pertahanan negara menyadari bahwa setiap isu keamanan harus segera diatasi agar tidak berkembang menjadi ancaman yang besar yang mengganggu eksistensi dan kepentingan NKRI.
Wilayah Indonesia yang sangat luas menuntut pertahanan negara yang cukup kuat yang mampu menjangkau secara maksimal seluruh wilayah. Wilayah Indonesia yang luas dan dapat dimasuki dari segala penjuru berimplikasi terhadap potensi ancaman yang cukup tinggi. Wilayah perairan dan dirgantara Indonesia menjadi salah satu fokus kepentingan pertahanan Indonesia yang mendesak.
Potensi pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain cukup tinggi sehingga memerlukan kesiapsiagaan kekuatan pertahanan untuk dapat mencegah dan menanganinya secara cepat dan tepat. Ancaman sabotase, pembajakan atau perompakan terhadap instalasi penting dan obyek vital di laut semakin mendapat perhatian serius. Untuk itu keunggulan kekuatan pertahanan yang berintikkan kekuatan TNI diselenggarakan untuk memberi efek penolakan (denial) yang maksimal terhadap setiap usaha yang mengganggu stabilitas keamanan di laut. Gelar kekuatan TNI juga diselenggarakan untuk memancarkan keunggulan kekuatan yang maksimal untuk memberi efek denial terhadap aktivitas kejahatan lintas negara berupa penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak serta barang-barang berbahaya dan terlarang lainnya. Penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian kekayaan laut, pembuangan limbah berbahaya masih terus berlangsung. Tindak kejahatan tersebut telah menguras kekayaan Indonesia dalam jumlah besar. Fungsi pertahanan berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang lebih intensif untuk mencegah dan menanganinya. Dalam hal ini kerja sama dengan fungsi-fungsi lain di luar pertahanan agar dikembangkan secara terpadu dan sinergi.
Kepentingan strategis pertahanan yang bersifat mendesak juga diarahkan mencegah dan menangani isu-isu ancaman dan gangguan berdimensi pertahanan yang mencakup ancaman separatis, terorisme, aksi radikalisme yang membahayakan keselamatan dan kehormatan bangsa. Terhadap isu-isu keamanan tersebut penyelenggaraan pertahanan lebih mengedepankan fungsi pencegahan, namun kesiapsiagaan tetap dibangun sehingga pada waktunya dapat digerakkan pada tempat dan sasaran secara cepat.
Dalam lingkup kepentingan yang bersifat mendesak, pengamanan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar menjadi salah satu prioritas fungsi pertahanan negara. Pengamanan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar merupakan pelaksanaan fungsi pertahanan negara dalam menegakkan kedaulatan negara. Pada saat ini masih terdapat sejumlah segmen perbatasan baik perbatasan darat maupun maritim yang permasalahannya belum tuntas. Menegakkan kedaulatan NKRI adalah amanat segenap rakyat Indonesia untuk dilaksanakan melalui tindakan konkret antara lain melalui kehadiran kekuatan pertahanan pada wilayah-wilayah NKRI yang memerlukan pengamanan khusus seperti wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar. Oleh karena itu pemerintah masih menempatkan penanganan keamanan oleh TNI di wilayah-wilayah perbatasan dan penempatan pasukan TNI di pulau-pulau kecil terluar masih menjadi salah satu prioritas.
Wilayah perbatasan Indonesia baik darat maupun maritim membentang sangat panjang dan luas. Wilayah perbatasan maritim berbatasan dengan 10 negara. Wilayah perbatasan darat membentang sampai ribuan kilometer dan terbagi dalam empat segmen yakni di Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia, di Papua yang berbatasan dengan PNG, serta di Timor Barat yang berbatasan dengan Timor Leste. Seperti halnya pengamanan wilayah perbatasan, tugas untuk mengamankan pulau-pulau kecil terluar merupakan bagian dari kepentingan pertahanan yang mendesak. Indonesia memiliki 92 pulau kecil dan terluar, dan dari pulau-pulau kecil terluar tersebut, 12 pulau menjadi prioritas. Keduabelas pulau kecil terluar tersebut adalah pulau Batek di Laut Sawu (Provinsi Nusa Tenggara Timur), pulau Bras di Samudera Pasifik (provinsi Papua), pulau Dana di Samudera Hindia (Nusa Tenggara Timur), pulau Fani di Samudera Pasifik (Irian Jaya Barat), pulau Fanildo di Samudera Pasifik (Papua), pulau Marampit, pulau Marore dan pulau Miangas di Laut Sulawesi (Sulawesi Utara), pulau Nipa di Selat Singapura (Kepulauan Riau), pulau Rondo di Samudera Hindia (Nangroe Aceh Darussalam), pulau Sebatik di Selat Makasar (Kalimantan Timur), dan pulau Sekatung di Laut Cina Selatan (Kepulauan Riau),
Gelar kekuatan TNI di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar merupakan langkah untuk mendinamisasi dan mengefektifkan pengamanan wilayah perbatasan. Kehadiran kekuatan di wilayah perbatasan sekaligus untuk melaksanakan fungsi pembinaan teritorial dalam mendinamisasikan pelaksanaan bela negara untuk mewujudkan ketahanan masyarakat di wilayah perbatasan.
Tugas yang diemban oleh satuan-satuan TNI yang digelar untuk mengamankan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar adalah tugas yang penuh tantangan. Tugas tersebut membutuhkan kesungguhan dan dedikasi yang tinggi serta dukungan dari semua pihak.
Khusus untuk perbatasan darat dan pulau-pulau kecil terluar, karakteristik geografinya sangat sulit untuk dijangkau dengan sarana transportasi biasa serta belum dijangkau oleh sarana komunikasi. Wilayah tersebut pada umumnya merupakan daerah yang tertinggal dari segi pembangunan sehingga infrastruktur di wilayah tersebut sangat minim. Bahkan pulau-pulau kecil terluar banyak yang tidak dihuni penduduk sehingga pasukan yang digelar di pulau-pulau tersebut sangat terisolir dari interaksi dengan masyarakat. Kondisi yang demikian memerlukan mental kejiwaan yang tangguh serta fisik yang prima untuk mengatasi alam yang keras dan jauh dari kehidupan masyarakat.
Pada saat ini penanganan keamanan pada wilayah perbatasan darat telah berjalan melalui gelar kekuatan TNI di wilayah perbatasan dengan Malaysia yakni di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, wilayah perbatasan dengan Papua Nugini yakni Provinsi Papua, serta wilayah perbatasan dengan Timor Leste yakni di Timor Barat – Provinsi Nusa Tenggara Timur. Gelar kekuatan TNI juga telah dilaksanakan di pulau-pulau kecil terluar, meskipun dari 92 pulau kecil terluar belum seluruhnya dapat ditempatkan Pos TNI, di antaranya karena kondisi pulau yang sangat kecil yang rawan terhadap gelombang laut, sehingga sangat tidak mungkin untuk menempatkan kekuatan TNI, seperti di pulau Dana – NTT dan pulau-pulau kecil terluar lainnya.
Gelar kekuatan TNI tersebut telah memberi efek deterence yang sangat besar. Kehadiran TNI di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar selain melaksanakan tugas pertahanan, dengan kegiatan pembinaan teritorial yang dilaksanakan di wilayah-wilayah tersebut telah ikut menggerakkan pembangunan terutama di wilayah-wilayah terpencil yang relatif terisolasi. Sementara itu kegiatan pertahanan untuk mengamankan wilayah perbatasan maritim, telah berjalan antara lain melalui patroli TNI-AL dan TNI-AU secara periodik. Kegiatan ini selain memberi efek deterens, sekaligus telah menurunkan tingkat kejahatan lintas negara yang melalui jalur laut, seperti pencurian ikan, penyelundupan, dan perompakan. Gelar kekuatan TNI di wilayah perbatasan darat dan di pulau-pulau kecil terluar akan tetap di pertahankan. Besar dan jenis kekuatan TNI yang digelar di wilayah perbatasan disesuaikan dengan persoalan-persoalan keamanan yang menonjol.
Kepentingan strategis yang mendesak juga diarahkan untuk tugas-tugas bantuan seperti penanggulangan dampak bencana alam, membantu penanganan konflik komunal, serta tugas pencarian dan pertolongan (SAR – Search and Rescue). Dampak pemanasan global serta gejala alam lainnya berimplikasi terhadap potensi terjadinya bencana alam menjadi semakin tinggi. Dalam kondisi tersebut sektor pertahanan Negara merupakan sektor yang paling siap untuk dikerahkan setiap saat.
Kepentingan Strategis di bidang Kerja sama Pertahanan
Pertahanan negara bukanlah hal yang eksklusif. Meskipun Indonesia mengembangkan pertahanan yang mandiri dalam pengertian tidak menyandarkan kepentingan pertahanan pada negara lain, namun Indonesia tetap menganut prinsip menjalin hubungan dengan negara lain melalui kerja sama pertahanan. Sebagai negara yang cinta damai, Indonesia terus mengembangkan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain di dunia. Kepentingan Indonesia di bidang kerja sama pertahanan dengan negara lain di waktu-waktu mendatang semakin penting untuk ditingkatkan seiring dengan perkembangan isu-isu keamanan pada lingkup regional dan global yang memerlukan penanganan bersama.
Pada lingkup regional, kepentingan pertahanan Indonesia adalah terwujudnya kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang aman dan stabil, terbebas dari konflik antar sesama anggota kawasan. Indonesia adalah salah satu pemrakarsa Treaty of Amity and Corporation (TAC) yang perwujudannya sangat menentukan hubungan antar anggota ASEAN di bidang pertahanan. Substansi TAC adalah bahwa setiap anggota ASEAN sepakat untuk tidak saling menyerang dan menyelesaikan setiap konflik secara damai. Dalam kerangka itu, Indonesia akan selalu mendorong setiap usaha bersama untuk menjadikan ASEAN sebagai entitas yang solid terutama dalam menghadapi tantangan ke depan yang semakin kompleks. Sejauh ini ASEAN telah menunjukkan kinerja yang terus meningkat. Hal tersebut nampak dari perkembangan ASEAN yang cukup pesat dalam beberapa dekade terakhir, baik di kalangan anggota ASEAN, maupun dengan negara-negara mitra seperti ASEAN Plus Three, ASEAN plus Six, dan ASEAN Regional Forum.
Pada lingkup yang lebih luas, Indonesia menempatkan keamanan kawasan yang mengitari Indonesia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kepentingan pertahanan Indonesia secara utuh. Indonesia tidak mungkin dapat tenteram di kawasan sekitar yang kondisi keamanannya bergejolak. Kawasan sekitar yang tidak stabil selalu mengalirkan limbah persoalan keamanan (security spill over) baik langsung maupun tidak langsung. Secara geografi, Indonesia berdampingan dengan sejumlah negara baik sesama anggota ASEAN maupun di luar ASEAN. Dalam hubungan kepentingan karena posisi geografi yang berbatasan dengan wilayah Indonesia, maka stabilitas keamanan di negara-negara yang berdampingan dengan Indonesia menjadi prioritas perhatian Indonesia.
Indonesia telah mengambil banyak manfaat dari kerja sama pertahanan dengan negara lain. Sejak Indonesia merdeka, kerja sama pertahanan telah banyak memberi kontribusi bagi kepentingan nasional, yakni dalam menjamin tegaknya kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa. Kerja sama pertahanan telah dapat mempererat hubungan Indonesia dengan banyak negara, baik sesama kawasan maupun di luar kawasan. Kerja sama pertahanan dalam berbagai bentuk telah mengangkat citra Indonesia di dunia internasional, seperti yang dikembangkan melalui latihan bersama militer, patroli bersama pengamanan Selat Malaka, pertukaran informasi, penanganan bencana alam, dan tugas perdamaian dunia. Indonesia menempatkan kerja sama pertahanan sebagai salah satu media yang efektif, tidak saja untuk membangun saling percaya dengan negara lain, tetapi lebih dari itu melalui kerja sama pertahanan hubungan antar negara lebih terjalin dalam nuansa yang lebih konkret melalui tindakan nyata.
Sasaran Strategis Pertahanan Negara
Pertahanan negara Indonesia bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa Indonesia dari segala bentuk ancaman dan gangguan baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Dalam mencapai tujuan tersebut pertahanan Negara Indonesia diselenggarakan dengan Sistem Pertahanan Semesta yang memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan yang semesta dan mandiri. Pengelolaan pertahanan negara Indonesia secara mandiri bertitik tolak dari sikap bangsa Indonesia yang tidak menggantungkan diri pada negara lain.
Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pertahanan negara dalam melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa ditetapkan 5 (lima) sasaran strategis (ends) yang saling terkait satu sama lain. Substansi dari ke-lima sasaran strategis tersebut mencakup sasaran di bidang penangkalan, sasaran dalam menghadapi ancaman agresi militer, sasaran dalam mengatasi ancaman militer yang bentuknya bukan agresi militer, sasaran untuk mengatasi ancaman nirmiliter, serta sasaran dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas regional.
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menangkal segala bentuk ancaman dan gangguan yang membahayakan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan seluruh bangsa Indonesia.
Kepentingan nasional Indonesia yang vital dan permanen adalah tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam mewujudkan kepentingan nasional tersebut, maka pertahanan negara Indonesia diselenggarakan untuk menangkal dan mencegah segala bentuk ancaman dan gangguan baik yang bersumber dari luar maupun dari dalam negeri. Dalam mewujudkan komitmen bangsa Indonesia yang anti penjajahan dan penindasan suatu bangsa terhadap bangsa yang lain, maka orientasi penyelenggaraan pertahanan negara diarahkan untuk sebesar-besarnya mewujudkan daya tangkal bangsa yang handal.
Kondisi global yang dinamis dan penuh ketidakpastian menuntut bangsa Indonesia untuk mengutamakan penangkalan. Konsepsi penangkalan Indonesia dibangun dan dikembangkan dengan sistem pertahanan semesta yang memadukan pertahanan militer dan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh. Penerapan penangkalan Indonesia diwujudkan dalam pembangunan kekuatan serta penampilan segenap sumber daya nasional sebagai sosok kekuatan pertahanan negara yang solid dan dinamis serta disegani kawan maupun lawan.
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menghadapi Perang dari Agresi militer oleh negara asing.
Bagi bangsa Indonesia, ancaman pertahanan negara yang terbesar adalah agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata yang dilakukan oleh suatu negara yang mengancam kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa. Sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, Indonesia tidak akan membiarkan dirinya diancam, diintimidasi atau diserang oleh bangsa lain.
Dalam kondisi di mana Indonesia menghadapi tindakan agresi yang dilakukan oleh suatu Negara terhadap Indonesia, maka kekuatan pertahanan Negara akan dikerahkan untuk menyelenggarakan peperangan yang pelaksanaannya dengan operasi militer perang (OMP). Operasi militer perang merupakan pilihan terakhir bagi Indonesia serta diselenggarakan untuk membela kepentingan nasional dan menjaga dan melindungi kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa.
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menanggulangi ancaman militer yang mengganggu eksistensi dan kepentingan NKRI.
Ancaman pertahanan negara selain yang berbentuk agresi juga terdapat ancaman militer yang berskala terbatas sehingga penanganannya dengan pendekatan tertentu yang berbeda dengan pendekatan untuk melawan agresi militer suatu negara. Bentuk ancaman militer dengan skala terbatas merupakan ancaman yang penanganannya dengan pendekatan melalui operasi militer selain perang (OMSP).
Penyelenggaraan pertahanan negara dengan pendekatan OMSP diarahkan untuk menanggulangi bentuk-bentuk ancaman seperti pelanggaran wilayah, spionase, sabotase, aksi teror bersenjata, separatisme, pemberontakan bersenjata dan perang saudara. Pendekatan penanganan dengan OMSP diselenggarakan dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan dan sumber daya nasional yang tertentu, yang berbeda dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan dalam konteks OMP.
Terselenggaranya pertahanan negara dalam menangani ancaman nirmiliter yang berimplikasi terhadap kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa Indonesia.
Ancaman pertahanan negara yang membahayakan eksistensi bangsa dan negara dapat berbentuk ancaman nirmiliter. Ancaman nirmiliter tidak berbentuk fisik sehingga tidak dapat ditangani secara langsung dengan menggunakan pendekatan kekuatan pertahanan yang bersifat hard-power. Ancaman nirmiliter tersebut pada dimensi tertentu dapat berakumulasi dan mengancam kepentingan nasional, bahkan mengancam kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa.
Kepentingan nasional dan eksistensi bangsa dan negara harus terlindungi dari ancaman nirmiliter yang berdimensi ideologi, politik, sosial budaya, Kamtibmas, keselamatan umum. Ancaman nirmiliter tidak dapat dihadapi dengan penggunaan kekuatan pertahanan yang bersifat fisik, sehingga apabila tidak ditangani akan menimbulkan risiko yang besar yang mengancam eksistensi NKRI. Ancaman nirmiliter terkait dengan stabilitas nasional, sehingga sangat mendasar untuk ditempatkan sebagai salah satu sasaran pertahanan negara.
Terselenggaranya pertahanan negara untuk mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas regional.
Dunia yang aman dan damai serta lingkungan regional yang stabil merupakan kepentingan nasional Indonesia yang diperjuangkan sepanjang waktu. Indonesia tidak dapat hidup dalam lingkungan global dan regional yang diwarnai oleh konflik yang berkecamuk. Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara Indonesia adalah ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Sejauh ini perdamaian dunia belum dapat diwujudkan. Di sejumlah negara masih terdapat konflik antar negara maupun bentuk-bentuk penindasan yang harus ditangani secara bermartabat. Indonesia akan mengembangkan kerja sama pertahanan negara dengan negara lain sebagai wadah untuk bersama-sama dengan negara lain mempromosikan pandangan-pandangan dan langkah-langkah pemerintah Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas regional.
KONSEPSI PERTAHANAN NEGARA
Hakikat Pertahanan Negara
Pertahanan negara pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Kesemestaan mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.
Upaya pertahanan yang bersifat semesta adalah model yang dikembangkan berdasarkan pertimbangan strategis bukan karena alasan ketidakmampuan dalam membangun pertahanan yang modern. Meskipun Indonesia telah mencapai tingkat kemajuan yang cukup tinggi, model tersebut tetap dikembangkan, dengan menempatkan warga negara sebagai subyek pertahanan negara sesuai perannya masing-masing.
Sistem Pertahanan Negara yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan. Ciri kerakyatan mengandung makna bahwa orientasi pertahanan diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Ciri kesemestaan mengandung makna bahwa seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan. Sedangkan ciri kewilayahan merupakan gelar kekuatan pertahanan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI sesuai kondisi geografi sebagai satu kesatuan pertahanan.
Tujuan Pertahanan Negara.
Pertahanan Negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penyelenggaraan pertahanan negara mencakup aspek-aspek :
Pertama, tujuan pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, mencakup upaya untuk menjaga sistem ideologi negara dan sistem politik negara. Dalam menjaga sistem ideologi negara, upaya pertahanan negara diarahkan untuk mengawal dan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia. Setiap usaha untuk mengganti ideologi Pancasila akan berhadapan dengan instrumen pertahanan negara yang setiap saat siap sedia untuk membela dan mempertahankannya. Sedangkan dalam menjaga sistem politik negara upaya Pertahanan Negara diarahkan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan negara yang demokratis, stabil, bersih dan berwibawa serta mengandung tata nilai. Pemerintahan yang stabil, bersih dan berwibawa memungkinkan terselenggaranya pembangunan nasional dengan baik. Sebaliknya pemerintahan yang tidak stabil tidak saja mengganggu kelancaran pembangunan nasional bahkan dapat mengakibatkan masa depan Indonesia menjadi tidak menentu. Tata nilai bangsa Indonesia terangkum dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaitu bangsa Indonesia yang menegara dalam wadah NKRI yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, hukum, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, dan bukan berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap gangguan yang berdimensi SARA, demokrasi, HAM dan tindakan perusakan lingkungan hidup juga menjadi urusan pertahanan negara.
Kedua, tujuan pertahanan negara dalam menjaga keutuhan NKRI didasarkan pada pandangan bangsa Indonesia yang menempatkan NKRI sebagai keputusan final yang harus tetap dipelihara dan dipertahankan. Setiap usaha pemisahan diri atau yang bertujuan untuk mengubah dan memecah belah NKRI merupakan ancaman yang akan dihadapi dengan sistem pertahanan negara.
Ketiga, tujuan pertahanan negara dalam menjamin keselamatan bangsa merupakan hal fundamental dalam penyelenggaraan fungsi pertahanan negara untuk melindungi warga dari segala bentuk ancaman. Dalam menjamin keselamatan bangsa, mencakup upaya-upaya pertahanan negara dalam menghadapi setiap ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri. Dimensi keselamatan bangsa juga mencakup kewajiban untuk melaksanakan penanggulangan dampak bencana alam, kerusuhan sosial, mengatasi tindakan terorisme, kejahatan lintas negara serta penegakan keamanan di laut dan udara Indonesia.
Sistem Pertahanan Negara.
Pertahanan negara merupakan segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI dengan segala isinya sebagai satu kesatuan pertahanan.
Bagi Indonesia, penyelenggaraan pertahanan negara bukan semata-mata ditujukan untuk perang, tetapi juga untuk mewujudkan perdamaian, menjamin keutuhan NKRI, mengamankan kepentingan nasional, serta menjamin terlaksananya pembangunan nasional. Pertahanan yang efektif adalah pertahanan yang mampu menghadirkan suasana aman dan damai di mana kehidupan masyarakat berjalan secara normal, dan hubungan dengan sesama negara di kawasan maupun di luar kawasan berlangsung secara harmonis dan saling menghargai.
Fungsi pertahanan Indonesia diselenggarakan dengan Sistem Pertahanan Semesta (total defence) yakni konsepsi pertahanan negara yang mempunyai dua fungsi yaitu Pertahanan Militer (military defence) dan Pertahanan Nirmiliter (non military defence). Fungsi pertahanan militer yang diemban oleh TNI meliputi operasi militer perang (war) dan operasi militer selain perang (other than war). Inti pertahanan nirmiliter yaitu pemberdayaan sumber daya nasional meliputi fungsi kekuatan pertahanan nirmiliter (non military defence force) dan pertahanan sipil (civil defence).
Fungsi Pertahanan Negara
Sistem pertahanan negara Indonesia memiliki tiga fungsi, yakni fungsi penangkalan, penindakan dan fungsi pemulihan.
Fungsi penangkalan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk mencegah atau meniadakan niat dari pihak tertentu yang ingin menyerang Indonesia. Fungsi penangkalan dilaksanakan dengan Strategi Penangkalan yang bertumpu pada instrumen penangkalan berupa instrumen politik, ekonomi, psikologi, teknologi dan militer. Instrumen politik menempatkan diplomasi sebagai lini terdepan pertahanan negara (first line defence), bersinergi dengan faktor-faktor politik lainnya yang saling memperkuat. Instrumen ekonomi melalui pertumbuhan yang sehat dan cukup tinggi akan mewujudkan pencapaian tujuan nasional yakni masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan serta berdaya saing pada lingkup regional maupun global. Instrumen psikologis yang diemban oleh semua komponen pertahanan dalam mengembangkan kemampuan dengan memanfaatkan penggunaan media komunikasi, teknologi, serta faktor-faktor psikologis lainnya bagi terwujudnya psychological warfare secara efektif. Psikologis berintikan faktor-faktor nonfisik berupa tata nilai serta segenap pranata sosial yang didayagunakan dalam mewujudkan motivasi, tekad dan jiwa juang. Instrumen teknologi dibangun secara bertahap dan berlanjut melalui pengembangan industri pertahanan dalam negeri bagi terwujudnya kemandirian dalam penyediaan alat utama sistem persenjataan yang berdaya saing dengan produk-produk negara lain. Instrumen militer yakni TNI sebagai Komponen Utama pertahanan negara harus mampu mengembangkan strategi militer dengan efek daya tangkal yang tinggi, serta profesional dalam melaksanakan setiap tugas operasi baik operasi militer perang maupun operasi militer selain perang.
Fungsi penindakan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk mempertahankan, melawan dan mengatasi setiap tindakan militer suatu negara yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan bangsa dari segala ancaman. Fungsi penindakan dilaksanakan melalui tindakan preemptive, perlawanan, sampai mengusir musuh keluar dari wilayah Indonesia.
Tindakan preemptif merupakan bentuk penindakan terhadap pihak lawan yang nyata-nyata akan menyerang Indonesia dengan cara mengerahkan kekuatan pertahanan untuk melumpuhkan pihak lawan yang sedang dalam persiapan untuk menyerang Indonesia. Tindakan preemptif dilaksanakan di wilayah pihak lawan atau di dalam perjalanan sebelum memasuki wilayah Indonesia.
Tindakan perlawanan merupakan bentuk penindakan terhadap pihak lawan yang sedang menyerang Indonesia atau telah menguasai sebagian atau seluruh wilayah Indonesia dengan cara mengerahkan seluruh kekuatan negara baik secara militer maupun nirmiliter. Tindakan perlawanan diselenggarakan dengan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta melalui pengerahan kekuatan pertahanan yang berintikan TNI didukung oleh segenap kekuatan bangsa dalam susunan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung.
Fungsi Pemulihan merupakan keterpaduan usaha pertahanan negara yang dilaksanakan secara militer maupun nirmiliter, untuk mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu akibat kekacauan keamanan karena perang, pemberontakan atau serangan separatis, konflik vertikal atau konflik horizontal, huru-hara, serangan teroris, atau bencana alam. TNI bersama dengan instansi pemerintahan lainnya serta masyarakat, melaksanakan fungsi pemulihan sebagai wujud pertahanan semesta yang utuh.
Spektrum Konflik.
Hubungan antar negara maupun dinamika sosial politik dalam negeri selalu berkembang dalam kondisi pasang surut yang diilustrasikan sebagai kondisi yang eskalatif atau spontan antara damai dan perang. Konflik adalah kondisi terganggunya hubungan antar negara yang berkembang dalam spektrum paling rendah (low intensity conflict) hingga perang terbuka (high intensity conflict). Konflik dapat pula terjadi di dalam negeri, terutama pada tingkat provinsial atau lokal, yakni yang melibatkan dua kelompok masyarakat atau lebih.
Pemahaman terhadap spektrum konflik menjadi dasar dalam pencegahan konflik, pengelolaan konflik, keikutsertaan dalam tugas-tugas perdamaian dunia dan bantuan kemanusiaan, serta bantuan kemampuan pertahanan negara pada departemen atau otoritas sipil lainnya. Dalam spektrum ancaman yang eskalatif dan berkembang ke arah yang mengancam keamanan nasional, memerlukan suatu mekanisme pelibatan unsur-unsur kekuatan nasional (instrument of national power) secara tepat. Dalam perspektif pertahanan negara, unsur-unsur kekuatan nasional tersebut dikelompokkan dalam dua pendekatan fungsi, yakni fungsi pertahanan nirmiliter dan fungsi pertahanan militer.
Pada kondisi di mana spektrum ancaman masih berupa konflik intensitas rendah, maka penanganannya mengedepankan pada pendekatan fungsional, dalam dimensi pertahanan diperankan oleh fungsi pertahanan nirmiliter. Fungsi pertahanan militer dalam kondisi keamanan dimaksud mengambil peran sebagai unsur bantuan manakala diperlukan oleh unsur-unsur pertahanan nirmiliter. Dalam menghadapi konflik intensitas rendah seperti pemberontakan bersenjata, konflik komunal yang meluas, kerusuhan yang berlarut dan dalam skala besar yang mengganggu keamanan publik dan kelangsungan fungsi pemerintahan maupun pelayanan masyarakat, maka pelibatan fungsi pertahanan militer diperlukan. Pelibatan fungsi pertahanan militer (TNI) dalam konteks ini adalah dalam lingkup melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam penanganan ancaman atau gangguan keamanan nasional yang terjadi di suatu wilayah atau daerah di mana penanganan dengan cara-cara biasa atau penanganan secara fungsional tidak efektif lagi dan diperkirakan akan menimbulkan korban yang besar atau kerusakan infrastruktur dan properti yang besar, maka atas keputusan politik pemerintah fungsi pertahanan militer dapat dilibatkan.
Apabila ancaman meningkat dan berkembang ke arah situasi gawat dan status keamanan bergeser dari Tertib Sipil menjadi Darurat Sipil, maka keterlibatan fungsi pertahanan militer yakni TNI semakin besar dan dalam kerangka melaksanakan OMSP. Dalam keadaan Darurat Militer, demi kepentingan nasional dan efektivitas pelaksanaan penanganan darurat militer sebagaimana diatur oleh Undang-Undang, maka fungsi-fungsi pertahanan nirmiliter dapat dialihkan sementara kepada TNI selama pemberlakuan darurat militer. Dalam hal ini TNI tetap melaksanakan tugas OMSP untuk konteks pelaksanaan di dalam negeri. Dalam keadaan Perang, yakni dalam konflik dengan negara lain, seluruh kekuatan bangsa melaksanakan pertahanan militer yang susunannya TNI sebagai kekuatan utama melaksanakan Operasi Militer Perang, dibantu oleh seluruh kekuatan nasional sebagai Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang mencerminkan sistem pertahanan semesta. Dari model tersebut di atas, menunjukkan bahwa baik pertahanan nirmiliter maupun pertahanan militer yakni TNI memiliki ruang pelibatan dalam konteks keamanan nasional di antara dua titik ekstrim yakni damai dan perang.
Pusat Gravitasi Pertahanan Negara
Penyelenggaraan pertahanan negara bertumpu pada kekuatan dan kemampuan Sumber Daya Manusia yakni rakyat Indonesia baik militer maupun nirmiliter, didukung oleh Sistem Senjata dan Manajemen Pertahanan yang handal. Keterpaduan ketiga unsur tersebut menghasilkan pertahanan negara yang berdaya tangkal.
Sumber Daya Manusia. Inti kekuatan pertahanan negara terletak pada unsur sumber daya manusia. Sumber daya manusia adalah faktor determinan kemampuan pertahanan negara. Indikator sumber daya manusia pertahanan sebagai inti kekuatan pertahanan terletak pada kualitasnya yang tercermin dalam kondisi yang tanggap, tanggon dan trengginas. Untuk menjadi kekuatan pertahanan negara yang handal, maka kekuatan militer maupun kekuatan nirmiliter harus manunggal dan menguasai sendi-sendi pertahanan negara. Kemampuan sumber daya manusia meliputi kemampuan intelektual, kemampuan mental, dan kemampuan fisik, dimana ketiganya membentuk sosok manusia pertahanan yang tanggap, tanggon, dan trengginas.
Gambar. 2
Visualisasi SDM Pertahanan Berdaya Tangkal
Tanggap. Sumber daya manusia yang tanggap memiliki kemampuan kesatuan yang berhubungan dengan aspek intelektual yang ditentukan oleh kemampuan berpikir konseptual, penguasaan akan prinsip damai dan prinsip perang, serta penguasaan doktrin. Untuk menjadi tanggap ditentukan oleh faktor konseptual yang mencakup penguasaan akan konsep dan prinsip penyelenggaraan perang dan perdamaian, doktrin, serta bagaimana mengimplementasikan pemikiran konseptual tersebut dalam pola sikap dan pola tindak.
Penguasaan Konsep tentang Prinsip Damai dan Perang. Perang adalah jalan terakhir setelah upaya-upaya diplomasi menemui jalan buntu. Pertahanan negara disusun dengan strategi berlapis dan bila belum berhasil maka perang rakyat semesta dalam bentuk perang gerilya diselenggarakan secara berlanjut sampai dapat mengusir musuh dari bumi pertiwi.
Penguasaan Doktrin. Doktrin pertahanan menuntun penyelenggaraan pertahanan negara, tentang apa yang harus dipertahankan dan dengan apa mempertahankannya. Doktrin digali dari nilai-nilai perjuangan bangsa, serta mengambil pelajaran dari pengalaman operasi baik keberhasilan maupun kegagalan (lesson learned), sehingga Doktrin harus dipahami, dikembangkan dan dipedomani.
Implementasi Pemikiran Konseptual. Konsepsi pertahanan negara pada hakikatnya merupakan hasil pemikiran konseptual dan strategis. Pemikiran konseptual selalu mengembangkan konsepsi pertahanan negara untuk menjawab tantangan masa mendatang. Didasari pemikiran konseptual tersebut, maka akan lahir pemikiran-pemikiran inovatif untuk mengembangkan kemampuan yang diperlukan dihadapkan dengan kecenderungan perkembangan lingkungan dan perkembangan zaman. Pemikiran inovatif tersebut diwujudkan antara lain dalam mengembangkan metode dan strategi yang lebih tepat dan efektif. Pemikiran Konseptual mengedepankan 6 (enam) kemampuan fundamental pertahanan yang saling berhubungan dan terintegrasi serta tidak berdiri sendiri. Ke-enam kemampuan tersebut meliputi komando, informasi, persiapan untuk mencegah pendadakan, pengerahan, daya tahan dan daya dukung.
Komando berhubungan dengan kewenangan atau otorita, dalam hal ini ditentukan oleh faktor kepemimpinan. Komando adalah alat kepemimpinan untuk mencapai tujuan. Komando memerlukan sarana yang jelas dan responsif untuk mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengontrol kekuatan pertahanan.
Informasi adalah hal vital dalam penyelenggaraan fungsi pertahanan. Informasi merupakan bahan penting suatu Komando. Unsur-unsur penting dalam informasi suatu komando adalah akurasi, kecepatan, ketepatan, sumber dan proses.
Persiapan merupakan tahapan yang fundamental untuk mencegah pendadakan dari pihak lawan. Persiapan kekuatan pertahanan merupakan fase yang menentukan dalam gelar kekuatan. Persiapan menyangkut kegiatan untuk merumuskan kebutuhan, sumber daya, memproses hingga mencapai kesiapsiagaan.
Pengerahan kekuatan ditentukan oleh kejelasan tujuan, sasaran, tugas yang diemban dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan pertahanan.
Daya tahan meliputi sarana untuk mempertahankan semangat dan menjaga kesinambungan kemampuan pertahanan dalam menjamin kelangsungan penyelenggaraan suatu operasi. Tugas pertahanan baik yang berbentuk perang atau tugas-tugas pertahanan lainnya memerlukan daya tahan yang tinggi. Kekalahan sering terjadi karena ketidakmampuan memelihara daya tahan. Perang biasanya berlangsung lama yang menguras energi, semangat dan sumber daya, sehingga diperlukan upaya membangun daya tahan yang handal.
Daya dukung meliputi ketersediaan sumber daya guna memelihara kekuatan untuk mendukung penyelenggaraan pertahanan sampai tujuan tercapai. Daya dukung sumber daya tidak akan terwujud dengan sendirinya, oleh karena itu penyiapan sumber daya nasional dilaksanakan secara dini melalui sistem pertahanan negara.
Tanggon, merupakan kemampuan kesatuan yang berhubungan dengan aspek moral. Tanggon ditentukan oleh faktor moral dan moril yang terkait langsung dengan semangat tempur. Faktor tersebut ditentukan oleh motivasi, kepemimpinan dan manajemen. Motivasi menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas, yang menyangkut hasrat yang timbul atas dasar rasa memiliki, tanggung jawab dan komitmen akan tujuan bersama. Motivasi adalah hal yang sensitif sehingga perlu untuk dibangun, dipelihara dan dipertahankan. Membangun motivasi membutuhkan sarana yakni kepemimpinan dan manajemen. Awal tumbuhnya motivasi adalah kepercayaan pengikut akan apa yang menjadi tujuan serta kepemimpinan dan manajemen yang mengantarnya menuju tujuan. Produk motivasi adalah iman dan taqwa, jiwa korsa, kebersamaan, dan kinerja.
Kepemimpinan adalah unsur vital untuk membangun, memelihara dan mempertahankan moril. Kepemimpinan berada di segala tingkatan mulai dari satuan terkecil sampai yang paling tinggi. Semua pemimpin harus mengakui bahwa keberhasilan atau kegagalan tergantung pada keseriusan dan kesungguhan dalam menjalankan tanggung jawab kepemimpinannya. Kepemimpinan militer adalah proyeksi dari kepribadian dan karakter untuk membawa bawahannya melakukan apa yang baik dan benar untuk organisasi, bukan apa yang baik bagi pemimpin. Potensi kepemimpinan dapat dikembangkan melalui pendidikan, latihan dan penugasan yang terancang dan tertata. Kepemimpinan diawali dari disiplin pribadi sang pemimpin dan merupakan proses yang berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Pemimpin mempromosikan kepada bawahannya, keputusan yang akurat dan tindakan yang menentukan, memberi contoh, nasihat, mendorong dan membangkitkan semangat, memberi kesempatan kepada bawahan untuk berkembang, serta mampu mengukur kemampuan dan batas kemampuan bawahan.
Manajemen adalah pengelolaan sumber daya meliputi sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Manajemen merupakan elemen penting bagi tumbuhnya moril. Tanpa manajemen sumber daya yang baik disertai dukungan administrasi yang memadai, niscaya pembangunan moril akan sia-sia. Manajemen merupakan atribut komando, yang menyangkut pemberdayaan sumber daya yang sebaik-baiknya. Dalam pertahanan, manajemen menjalankan dua peran penting yakni aspek ekonomis dari usaha pertahanan serta kesinambungan usaha pertahanan. Ukuran manajemen yang baik adalah kecakapan atau kemampuan untuk mencapai keseimbangan yang sehat, bukan karena surplusnya sumber daya, bukan pula karena keterbatasan sumber daya.
Trengginas, merupakan kemampuan kesatuan yang berhubungan dengan aspek fisik yang memiliki kesiapsiagaan yang tinggi dalam menjaga kesinambungan usaha pertahanan. Trengginas mencakup kekuatan baik secara kuantitas maupun kualitas. Inti kekuatan pertahanan negara adalah sumber daya manusia (SDM) pertahanan, secara kuantitas mencukupi kebutuhan pertahanan, dan secara kualitas berkemampuan dan berdaya tahan. SDM pertahanan adalah unsur yang hidup dinamis, dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. SDM berhubungan dengan faktor kesejahteraan dan keadilan sebagai kebutuhan yang mendasar. SDM sensitif terhadap perubahan ekonomi, sosial, dan politik sehingga memerlukan penanganan secara komprehensif.
Selain kekuatan manusia juga perlu ditopang dengan penguasaan sistem senjata. Sistem Senjata mempunyai makna seluruh kemampuan nasional baik yang bersifat fisik maupun nonfisik, untuk diberdayakan bagi kepentingan pertahanan negara. Sistem senjata yang bersifat fisik intinya adalah alat peralatan sesuai perkembangan teknologi, serta segenap sarana dan prasarana berupa infrastruktur yang secara langsung maupun tidak langsung digunakan dalam rangka pertahanan militer dan nirmiliter. Sedangkan kemampuan nasional yang bersifat non fisik berwujud ke dalam kemampuan bangsa dalam bela negara yang tercermin dalam patriotisme, nasionalisme, kepemimpinan nasional, manajemen nasional, diplomasi, kekuatan ekonomi serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kinerja kolektif hanya dapat dicapai melalui pemahaman yang komprehensif akan doktrin, latihan gabungan, serta kemahiran untuk mengaplikasikan konsep-konsep pertahanan. Kinerja kolektif menjadi tanggung jawab pemimpin kesatuan. Karena itu pemimpin harus mempunyai sarana (means) serta metode untuk menghasilkan kinerja kolektif yang baik. Keberhasilan usaha pertahanan sangat ditentukan oleh kinerja kolektif.
Bagian penting dari faktor fisik adalah kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan kekuatan pertahanan adalah hal mendasar dalam usaha pertahanan. Kesiapsiagaan mencakup semua elemen, baik personel (prajurit), Alutsista, maupun segenap unsur dukungan. Upaya pertahanan adalah upaya yang tidak berhenti, bahkan penuh dengan dinamika pendadakan, sehingga dituntut kesiapsiagaan sepanjang waktu.
Kesiapsiagaan fungsi pertahanan mutlak dimiliki, tidak saja dalam menghadapi kondisi perang, tetapi juga dalam tugas-tugas OMSP seperti menghadapi ancaman atau krisis yang terjadi secara tiba-tiba, seperti serangan terorisme, bencana alam, huru-hara massal. Konteks kesiapsiagaan harus didukung oleh latihan yang terus menerus dan terarah, serta kualitas kepemimpinan yang kuat.
Bagian penting yang membentuk sosok pertahanan yang trengginas adalah ketersediaan sumber daya. Upaya pertahanan negara membutuhkan sumber daya yang besar dan beragam yang harus dijamin ketersediaannya. Penyiapan sumber daya memerlukan waktu, karena itu menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan segenap sumber daya pertahanan sejak dini dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Penyediaan sumber daya pertahanan sejak dini memberi efek detterrence yang tinggi. Ketersediaan sumber daya untuk pertahanan dapat faktor yang mencegah suatu ancaman. Sebaliknya mengabaikan usaha untuk menyediakan sumber daya bagi pertahanan dapat menjadi titik lemah yang mendatangkan risiko yang fatal.
KEBIJAKAN STRATEGIS
PENYELENGGARAAN PERTAHANAN NEGARA
Pertahanan Indonesia dengan sistem pertahanan semesta dikembangkan dalam strategi Pertahanan Berlapis, dengan mengedepankan kemampuan Penangkalan yang bertumpu kekuatan TNI sebagai Komponen Utama didukung seluruh rakyat Indonesia dalam susunan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. Dalam mewujudkan penangkalan Indonesia maka pengejawantahan konsep pertahanan berlapis melalui pengintegrasian pertahanan militer yang dilaksanakan TNI secara Tri Matra Terpadu dengan pertahanan nirmiliter, yang memiliki pusat gravitasi berupa dukungan rakyat atas peran TNI sebagai satu kesatuan dan totalitas pertahanan Indonesia.
Dalam sistem pertahanan semesta, peran pertahanan nirmiliter dalam mewujudkan penangkalan Indonesia mencakup:
Pertama, membangun sistem politik yang sehat dan berdaya saing, sehingga mampu berkiprah di fora internasional. Kemampuan diplomasi sebagai first line defence harus dapat diwujudkan secara konkret dan dikembangkan dari generasi ke generasi. Di dalam negeri, politik harus dapat mengakomodasi semua kepentingan secara proporsional untuk meniadakan setiap konflik baik potensial maupun aktual.
Kedua, dari aspek ekonomi Indonesia, sektor-sektor perekonomian yang memiliki posisi tawar yang cukup tinggi di fora internasional harus dapat didayagunakan dan dikembangkan di masa-masa mendatang. Indonesia secara ekonomi harus dapat bertahan dalam menghadapi tekanan ekonomi negara lain.
Ketiga, dari aspek psikologi dan sosial, pembangunan moral, semangat persatuan dan kesatuan bangsa serta ketahanan budaya, harus ditumbuhkembangkan dan direvitalisasi. Nilai-nilai patriotik, heroik, dan nasionalisme harus dapat ditumbuhkembangkan sejak dini bagi seluruh bangsa Indonesia.
Keempat, dari aspek teknologi, kemampuan industri nasional harus dapat berperan dalam mencukupi kebutuhan pertahanan negara, dan secara bertahap dapat mengurangi ketergantungan terhadap produk luar negeri.
Menghadapi Ancaman Militer
Dalam penyelenggaraan pertahanan negara, ancaman militer mendapat perhatian utama karena berakibat langsung terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Oleh karena itu dalam menghadapinya memerlukan strategi pertahanan yang efektif untuk dapat melindungi NKRI dengan segala kepentingannya.
Strategi pertahanan dalam menghadapi ancaman militer disesuaikan dengan sumber dan bentuk dan besarnya ancaman aktual yang mengancam Indonesia. Dalam menghadapi ancaman agresi yakni invasi suatu negara terhadap Indonesia dihadapi dengan strategi pertahanan yang mendayagunakan segenap kekuatan pertahanan secara total karena yang dipertaruhkan adalah mati hidupnya NKRI. Sedangkan dalam menghadapi ancaman militer dengan jenis bukan invasi, maka penggunaan kekuatan pertahanan negara disesuaikan dengan skala ancaman serta tingkat risiko yang ditimbulkannya.
Fungsi pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai Komponen Utama. Dalam hal ancaman militer berbentuk agresi militer yang dilakukan suatu negara dengan tujuan untuk menduduki sebagian atau seluruh wilayah NKRI, dihadapi dengan strategi pertahanan berlapis. Meskipun Tentara Nasional Indonesia sebagai Komponen Utama pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer, namun dalam menghadapi agresi militer suatu negara, lapis diplomasi tetap menjadi pilihan sebagai lapis pertama untuk sebesar-besarnya mencegah berkobarnya perang dengan kekuatan senjata. Lapis diplomasi diselenggarakan dengan didukung oleh lapis perlawanan tidak bersenjata dan lapis pertahanan militer dengan menyiagakan seluruh kekuatan Tentara Nasional Indonesia di seluruh Indonesia.
Sebagai kelanjutan dari dan sekaligus memperkuat upaya-upaya diplomasi, maka lapis perlawanan tidak bersenjata diberdayakan sebesar-besarnya sebagai wujud penolakan bangsa Indonesia terhadap suatu negara yang hendak menyerang Indonesia. Lapis perlawanan tidak bersenjata dalam hal menghadapi agresi suatu negara dikembangkan melalui usaha-usaha perang psikologis seperti demonstrasi di seluruh wilayah Indonesia untuk menolak kekuatan militer yang hendak menyerang atau menginvasi Indonesia, pembentukan barisan-barisan rakyat, serta usaha-usaha lain untuk membangkitkan nasionalisme bangsa Indonesia.
Dalam hal usaha-usaha diplomasi serta usaha-usaha perlawanan tidak bersenjata gagal atau tidak efektif sehingga tidak mencegah agresi militer yang dilakukan suatu negara, maka lapis pertahanan militer yakni kekuatan Tentara Nasional Indonesia menjadi pilihan terakhir dan yang paling menentukan. Dalam hal ini Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara mengerahkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia untuk melaksanakan operasi militer untuk perang guna menyelamatkan NKRI dari ancaman agresi militer negara lain. Selanjutnya, Presiden memobilisasi Komponen Cadangan untuk menjadi pengganda TNI, yang pendayagunaannya diatur lebih lanjut oleh Panglima TNI.
Berdasarkan keputusan politik dalam pengerahan kekuatan TNI untuk menyelenggarakan operasi militer perang, Panglima TNI selanjutnya menggunakan TNI dengan mengembangkan strategi militer untuk menghadapi dan mengatasi agresi kekuatan militer dari negara lain yang nyata-nyata sudah mengancam Indonesia. Untuk memelihara kesinambungan operasi militer yang diselenggarakan TNI, Panglima TNI menggunakan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang telah dimobilisasi sebagai pengganda kekuatan Komponen Utama. Penggunaan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung oleh Panglima TNI disesuaikan dengan kebutuhan dan strategi militer dalam operasi militer perang yang diselenggarakan.
Dalam menghadapi ancaman militer yang bentuknya bukan agresi militer, maka instrumen yang digunakan serta strategi yang digunakan disesuaikan dengan bentuk dan besarnya ancaman serta tingkat risiko yang ditimbulkannya.
Menghadapi Agresi Militer
Ancaman militer dari suatu negara yang hendak menyerang Indonesia dalam bentuk agresi militer atau tindakan preemptive strike diposisikan dalam tingkatan prioritas paling tinggi. Ancaman militer tersebut adalah ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan dan keselamatan bangsa Indonesia. Menghadapi ancaman militer dari negara lain dilaksanakan dengan mengerahkan seluruh kekuatan nasional. Pelaksanaannya dengan strategi pertahanan berlapis yang disusun secara mendalam (defense in depth).
Wujud pertahanan berlapis yang disusun secara mendalam dimulai dari pertahanan nirmiliter dengan melaksanakan fungsi-fungsi diplomasi dan perlawanan tanpa senjata (Soft Power) serta diikuti pertahanan militer apabila upaya pertahanan nirmiliter tidak lagi efektif.
Lapis Diplomasi
Indonesia bukan negara agresor. Indonesia menjunjung tinggi kemerdekaan dan kedaulatan setiap negara. Setiap perselisihan atau konflik dengan negara lain akan selalu mengedepankan usaha-usaha diplomatik.
Komitmen bangsa Indonesia dalam menjaga kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa adalah tidak akan membiarkan negara lain menyerang setiap jengkal tanah dari wilayah Indonesia.
Dalam menghadapi ancaman militer dari negara lain, bangsa Indonesia akan mengembangkan strategi pertahanan defensif aktif. Salah satu wujud pertahanan defensif aktif adalah dengan mengedepankan diplomasi sebagai garis terdepan pertahanan negara. Perang harus dapat dicegah dengan pendekatan politik penjinakan (appeasement policy) yakni mengintensifkan usaha-usaha diplomatik.
Karena itu, dalam sistem pertahanan, diplomasi sebagai first line defence, merupakan modalitas yang dikembangkan secara efektif untuk mencegah suatu negara menyerang Indonesia baik dalam kerangka preemptive strike, maupun untuk tujuan menginvasi Indonesia.
Usaha-usaha diplomasi berintikan peran pertahanan nirmiliter melalui politik dan ekonomi. Bersamaan dengan itu pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter lainnya disiapsiagakan untuk memperkuat upaya diplomasi (diplomacy backed by force) sekaligus untuk melakukan tahapan lanjutan apabila diplomasi mengalami jalan buntu.
Keberhasilan usaha-usaha diplomasi sangat bergantung pada kualitas dan kemampuan komunikasi politik yang diperankan oleh unsur-unsur pertahanan nirmiliter, yakni pengemban politik luar negeri.
Lapis Perlawanan Rakyat Tidak Bersenjata
Selain melalui diplomasi, usaha pertahanan untuk menghadapi serangan militer suatu negara dengan pendekatan perlawanan nonkekerasan masih dapat dikembangkan dalam lingkup yang lebih luas. Perlawanan Rakyat tanpa senjata untuk menolak usaha suatu negara yang hendak menyerang Indonesia merupakan salah satu lapisan pertahanan yang masih dapat dikembangkan.
Pendekatan soft-power untuk menghadapi ancaman militer suatu negara, tidak dimaksudkan untuk menjadikan rakyat sipil sebagai ”tameng hidup” atau menjadikan seluruh rakyat sebagai kombatan. Tetapi ketika yang terancam adalah kelangsungan hidup bangsa, mati-hidupnya NKRI, maka seluruh bangsa Indonesia harus memandang serangan militer negara lain (preemptive strike atau invasi) sebagai ancaman terhadap seluruh bangsa Indonesia tanpa terkecuali.
Perwujudan perlawanan dengan pendekatan soft-power adalah melalui reaksi spontan dan menyeluruh dari bangsa Indonesia untuk menentang dan menolak aksi serangan militer suatu negara. Penentangan dan penolakan setiap bentuk usaha negara lain yang menyerang Indonesia dapat melalui aksi turun ke jalan, mendorong aksi solidaritas antar sesama negara kawasan atau sesama anggota organisasi negara-negara Islam.
Lapis Pertahanan Militer
Lapis Pertahanan militer adalah perlawanan dengan kekuatan senjata (hard-power) untuk menghadapi kekuatan militer negara lain. Pertahanan militer berintikan TNI sebagai kekuatan utama, didukung oleh kekuatan cadangan dan kekuatan pendukung.
Pengerahan kekuatan militer dilakukan apabila lapis pertahanan melalui diplomasi dan usaha-usaha soft-power lainnya telah mengalami jalan buntu. Tahapannya adalah pengerahan komponen utama, komponen cadangan dan komponen pendukung dalam strategi pertahanan berlapis. Upaya pertahanan militer dikembangkan dalam pola operasi militer perang (OMP) yang disusun dalam strategi pertahanan defensif aktif dan pertahanan berlapis untuk tujuan preventif, preemptif, dan koersif.
Menghadapi Ancaman Militer Berbentuk Bukan Agresi
Ancaman militer yang bentuknya bukan agresi militer atau tindakan preemptive strike dari negara lain tetap diposisikan sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan dan keselamatan bangsa Indonesia; berarti yang terancam adalah seluruh bangsa Indonesia. Menghadapi bentuk ancaman militer tersebut dilaksanakan dengan mengerahkan kekuatan siap nasional yang besarnya disesuaikan dengan besarnya ancaman. Strategi pertahanan menghadapi ancaman militer yang berbentuk bukan agresi dan preemptive strike disesuaikan dengan bentuk, derajat dan besaran (magnitude) ancaman yang dihadapi; serta dapat dilaksanakan secara matra atau secara gabungan dalam susunan Tri Matra Terpadu.
Bentuk ancaman militer yang dimaksud antara lain pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain, pemberontakan bersenjata, gerakan separatis bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau bekerja sama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri, ancaman keamanan di laut atau udara yurisdiksi nasional dan konflik komunal.
Menangani Pelanggaran Wilayah. Penggunaan kekuatan pertahanan militer dalam menangani aksi pelanggaran wilayah oleh negara lain merupakan wujud upaya untuk menegakkan kedaulatan negara dan kewibawaan pemerintah dan bangsa Indonesia. Perwujudannya melalui langkah-langkah militer sesuai kewenangan dengan mengerahkan kekuatan militer yang disiagakan dengan besar kekuatan disesuaikan dengan ruang dan waktu serta besaran ancaman yang dihadapi.
Langkah-langkah militer yang diambil mengutamakan tindakan preventif atau koersif sesuai pertimbangan ruang dan waktu serta besaran ancaman. Tindakan preventif atau koersif tersebut dikembangkan dalam pola OMP, yang pelaksanaannya secara terbatas dan terukur sehingga dapat mencegah konflik yang lebih luas.
Tindakan secara terbatas dan terukur diwujudkan dalam bentuk peringatan (warning) kepada pelaku, dan menggiringnya ke luar wilayah, sedapat mungkin menghindari kontak fisik. Tindakan koersif yang berakibat kontak fisik merupakan jalan terakhir dan disesuaikan prosedur operasi militer serta mekanisme pengambilan keputusan yang berlaku dalam pelaksanaan operasi militer yang berkaitan dengan penanganan pelanggaran wilayah.
Dalam konteks mencegah menghadapi ancaman militer berupa pelanggaran wilayah oleh negara lain, pertahanan nirmiliter mempunyai peran dengan lingkup upaya diplomasi sebagai first line defence, yang dikembangkan secara efektif untuk mencegah dan mengatasi setiap bentuk pelanggaran. Dalam hal ini upaya diplomasi diselenggarakan untuk dapat mencegah suatu negara melakukan pelanggaran terhadap wilayah Indonesia. Upaya diplomasi juga diselenggarakan untuk menyelesaikan bentuk-bentuk pelanggaran wilayah dengan menjunjung tinggi derajat Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Untuk memperkuat upaya diplomasi dapat diikuti dengan dukungan kekuatan militer, namun dalam skala terbatas dengan memperhatikan kaidah-kaidah pengerahan kekuatan dalam memperkuat diplomasi. Upaya nirmiliter selain diplomasi adalah melalui pembenahan perangkat hukum yang berkaitan dengan perbatasan antar negara.
Mengatasi Gerakan Separatisme dan Pemberontakan Bersenjata.
Pertahanan militer dalam menghadapi ancaman separatisme dan pemberontakan bersenjata merupakan urusan dalam negeri Indonesia, sehingga akan dihadapi dengan cara-cara bangsa Indonesia dengan memperhatikan norma-norma hukum dan demokrasi. Pengerahan dan penggunaan Kekuatan TNI berdasarkan keputusan politik dan dilindungi Undang-Undang.
Penggunaan kekuatan TNI untuk menumpas gerakan separatisme bersenjata dilaksanakan dengan OMSP dengan mengembangkan strategi yang tepat dan efektif. Strategi Operasi dikembangkan oleh militer sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi.
Peran pertahanan nir militer dalam menghadapi ancaman separatisme adalah mengefektifkan fungsi-fungsi pembangunan nasional di mana akar masalah separatisme dapat diatasi dengan pendekatan kesejahteraan dan keadilan. Separatisme adalah ancaman yang keberadaannya memperlihatkan bahwa kelompok-kelompok tersebut terus melakukan proses regenerasi. Fenomena ini harus disadari dan diikuti perkembangannya dalam menyusun strategi pertahanan nirmiliter.
Kelompok tersebut memanfaatkan momentum demokratisasi untuk melakukan perjuangan dengan pola perjuangan non bersenjata serta berusaha mencari perhatian dan dukungan dari luar negeri. Menghadapi kecenderungan ancaman separatisme, maka unsur pertahanan nirmiliter ke depan akan banyak berperan aktif untuk mencari dan menemukan solusi yang tepat dan efektif. Dalam hal ini tanggung jawab pemerintah untuk melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk menyadarkan kelompok separatis ataupun pemberontak semakin diperlukan.
Pihak-pihak terkait seperti Departemen Dalam Negeri dan Departemen Luar Negeri menjadi leading sektor dalam mengembangkan strategi pertahanan nirmiliter dalam penanganan separatisme, berkoordinasi dengan Departemen Pertahanan, termasuk dalam mempelajari akar permasalahan yang menjadi penyebab pemberontakan dan separatisme serta secara komprehensif mencari solusi terbaik yang dapat diterima semua pihak didasarkan pada aturan dan kaidah hukum yang berlaku.
Menangani Sabotase. Pertahanan militer dapat digunakan dalam mencegah dan mengatasi ancaman sabotase. Penggunaan kekuatan militer dalam penanganan sabotase adalah dalam rangka pengamanan VVIP dan untuk melindungi obyek vital nasional strategis, instalasi pemerintah, atau instalasi militer.
Penanganan terhadap ancaman sabotase dilaksanakan dengan strategi dan pola operasi khusus dalam bentuk OMSP. Kekuatan yang dikerahkan disesuaikan dengan tingkatan risiko serta misi yang diemban.
Pertahanan nirmiliter juga mempunyai peran dalam mengatasi ancaman sabotase. Sesuai fungsinya, unsur nirmiliter berperan dalam menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat untuk tanggap terhadap situasi yang berkembang di lingkungannya serta melaporkan secara dini kepada pihak yang berwenang apabila terdapat indikasi yang mengarah kepada tindakan sabotase. Pihak pengelola obyek atau instalasi vital harus selalu memperhatikan keamanan obyek vital dengan mengembangkan sistem keamanan internal secara komprehensif.
Menangani Aksi Spionase. Aksi Spionase merupakan jenis ancaman militer yang penanganannya dapat menggunakan kekuatan dan kemampuan militer. Strategi dalam penanganan Aksi Spionase dilaksanakan dengan pola operasi khusus untuk membongkar, melumpuhkan dan membersihkan jaringan spionase.
Dalam menghadapi spionase, unsur pertahanan nirmiliter mempunyai peran signifikan. Unsur tersebut sesuai fungsinya meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat untuk berperan aktif sebagai lini terdepan yang tanggap terhadap kegiatan di lingkungannya serta melaporkan secara cepat kepada pihak yang berwewenang apabila ada hal-hal yang mencurigakan. Pihak-pihak terkait sesuai fungsinya meningkatkan kehidupan sosial kemasyarakat di berbagai aspek untuk menghindarkan masyarakat dari pengaruh kegiatan spionase yang memanfaatkan keterbelakangan kehidupan sosial masyarakat.
Menangani Ancaman Terorisme. Penanganan terhadap aksi kejahatan terorisme melalui pendekatan pertahanan militer adalah bagian dari fungsi pertahanan negara untuk melindungi segenap bangsa.
Penanganan terhadap Ancaman terorisme baik terorisme internasional maupun terorisme dalam negeri dilaksanakan dengan pola pendekatan preventif, dan represif/koersif. Penanganan dengan pola preventif lebih diutamakan dengan mengintensifkan:
Pertama, fungsi intelijen di setiap kesatuan dan strata, baik dalam wujud human intelijen maupun intelijen teknik. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pelaku-pelaku aksi terorisme juga memanfaatkan kemajuan teknologi dalam melakukan aksinya. Dalam hal ini fungsi intelijen dalam penanganan terorisme harus mengoptimalkan kemampuan penginderaan dini berbasis human intelijen dan diperlengkapi dengan sarana teknologi yang mampu mendeteksi kegiatan dan keberadaan pelaku kejahatan terorisme.
Kedua, memberdayakan Komando Kewilayahan, yakni Komando Kewilayahan Darat, Komando Kewilayahan Laut dan Komando Kewilayahan Udara yang tersebar seluruh wilayah Indonesia. Salah satu instrumen militer dalam menangkal ancaman terorisme adalah Komando Kewilayahan yang unsur-unsurnya tersebar di setiap daerah mulai dari tingkat provinsi hingga kecamatan dan desa. Keberadaan unsur-unsur Kewilayahan dengan gelar kekuatan yang menjangkau sampai tingkat kecamatan bahkan desa menjadi faktor deterrence yang cukup efektif untuk didayagunakan.
Ketiga, keberadaan setiap unsur militer dikelola sebaik-baiknya sehingga menjadi faktor deterrence untuk meniadakan setiap niat dan usaha pelaku kejahatan terorisme.
Dalam penggunaan kekuatan pertahanan militer untuk penanganan terorisme dilaksanakan dengan tidak melanggar hak asasi manusia, dan tidak diskriminatif. Penanganan aksi terorisme internasional atau yang berkolaborasi dengan terorisme dalam negeri dilaksanakan secara lintas instansi dan terpadu, serta dapat bekerja sama dengan negara lain berdasarkan garis kebijakan pemerintah dan politik luar negeri.
Pelibatan unsur-unsur nirmiliter dalam penanganan isu terorisme sesuai fungsinya akan menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya teroris. Pelibatan tersebut secara nyata diselenggarakan dengan memberdayakan instansi pemerintahan di semua lini untuk menertibkan administrasi kependudukan dalam rangka pengawasan kegiatan masyarakat. Khusus di pintu-pintu masuk Indonesia seperti wilayah perbatasan dan Bandar udara internasional dan Pelabuhan internasional, pengawasan lalu lintas orang dan barang di seluruh pintu keluar masuk wilayah Indonesia perlu dikembangkan dengan suatu sistem pengawasan yang terpadu.
Menangani ancaman Keamanan di Laut dan Udara. Penanganan terhadap ancaman keamanan di laut dan udara dilaksanakan untuk menjamin keamanan dan penegakan hukum. Strategi penanganannya melalui pendekatan militer dan nirmiliter.
Pendekatan dengan menggunakan kekuatan pertahanan militer, strategi yang digunakan disesuaikan dengan jenis ancaman yang dihadapi dengan mengefektifkan kemampuan TNI secara Tri Matra Terpadu. Dalam hal memerlukan penanganan melalui kerja sama dengan negara lain, ditempuh berdasarkan keputusan politik negara.
Pendekatan dengan menggunakan kekuatan pertahanan nirmiliter, diselenggarakan secara fungsional, antara lain dengan menyusun, menata dan membenahi peraturan perundangan yang berlaku agar tidak tumpang tindih dalam implementasi di lapangan. Selain peraturan perundangan, juga diselenggarakan dengan penataan sistem. Penataan sistem meliputi sistem perambuan di alur pelayaran untuk kepentingan keamanan navigasi, penataan dan penertiban penggunaan alur pelayaran laut untuk kepentingan keamanan lingkungan, serta penataan sistem koridor udara untuk kepentingan keamanan penerbangan.
Menangani Konflik Komunal. Dalam penanganan konflik komunal, penggunaan kekuatan militer harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut :
Pertama, penggunaan kekuatan militer dalam penanganan konflik komunal berdasarkan Keputusan politik. Kedua, pelaksanaannya dengan Operasi Militer Selain Perang. Ketiga, penggunaan kekuatan serta strategi disesuaikan dengan sifat Operasi yang dilaksanakan, yakni OMSP, serta kondisi konflik komunal yang dihadapi.
Unsur pertahanan nirmiliter dalam penanganan konflik komunal mencakup :
Pertama, penanganan konflik komunal mengedepankan pendekatan penegakan hukum dan pendekatan persuasif dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk menyadarkan kelompok-kelompok yang bertikai.
Kedua, Unsur-unsur terkait harus mampu mempelajari akar permasalahan yang menjadi penyebab konflik dan secara komprehensif mencari solusi terbaik yang dapat diterima pihak-pihak yang bertikai.
Ketiga, meningkatkan kehidupan sosial masyarakat di berbagai aspek untuk menghindarkan masyarakat dari kesenjangan sosial, yang dapat menyulut konflik antar masyarakat.
Menghadapi Ancaman Nirmiliter
Ancaman nirmiliter merupakan golongan ancaman pertahanan yang sifatnya tidak secara langsung mengancam kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa. Namun demikian risiko yang ditimbulkan dari ancaman nirmiliter dapat menghasilkan resonansi atau efek domino yang mengganggu stabilitas nasional. Terganggunya stabilitas nasional, tidak saja menghambat pembangunan nasional, tetapi lambat laun dapat berkembang menjadi permasalahan kompleks yang mengancam kredibilitas pemerintah dan eksistensi bangsa. Ancaman nirmiliter sesuai sifatnya dihadapi dengan pendekatan nirmiliter yang menempatkan departemen dan lembaga non departemen sebagai unsur utama dan TNI sebagai pendukung.
Dinamika politik dan keamanan yang terjadi di sejumlah negara serta krisis ekonomi dan sosiokultural telah menyebabkan tingkat kesenjangan yang makin lebar. Kondisi tersebut lambat laun berkembang dan menjalar melampaui batas-batas negara serta memunculkan aktor-aktor nonnegara yang memanfaatkan titik-titik rawan di setiap negara.
Indonesia dengan posisi silang, serta di kelilingi oleh banyak negara yang sedang mengalami dinamika politik, keamanan, ekonomi dan sosiokultural seperti digambarkan di atas, tidak tertutup kemungkinan ”limbah”-nya akan mempengaruhi kondisi domestik Indonesia. Limbah dimaksud diantaranya dapat berwujud kejahatan lintas negara, seperti aksi terorisme, gangguan keamanan di laut dan dirgantara, isu-isu keamanan di perbatasan, dan bentuk-bentuk kejahatan lintas negara lainnya. Tindak kejahatan lintas negara tersebut harus ditangani agar kepentingan nasional dapat dilindungi, dan stabilitas keamanan di seluruh wilayah Indonesia dapat ditegakkan. Untuk menangani ancaman nonmiliter tersebut, maka fungsi pertahanan nirmiliter dan pertahanan militer, melaksanakan fungsinya masing-masing secara proporsional sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan.
Ancaman dan gangguan keamanan yang berdimensi pertahanan yang timbul di dalam negeri menjadi fungsi pertahanan untuk menghadapinya. Bentuk-bentuk ancaman dan gangguan seperti separatisme, pemberontakan, ancaman dan gangguan terhadap obyek vital nasional, ancaman terhadap keamanan Presiden, Wakil Presiden beserta keluarganya, serta tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing di Indonesia, termasuk dampak bencana alam, termasuk dalam domain fungsi pertahanan negara yang melibatkan unsur-unsur pertahanan baik militer maupun nirmiliter. Beragamnya bentuk ancaman nirmiliter yang dihadapi sehingga dalam pelaksanaannya terdapat Departemen/LPND yang akan menjadi penjuru atau focal point, sedangkan Departemen/LPND yang lain bersifat membantu.
Menghadapi Ancaman Ideologi
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman yang berdimensi ideologi pada hakikatnya dihadapi dengan konsep strategi pertahanan berlapis. Lapis utama terdiri atas unsur-unsur pertahanan nirmiliter yakni Departemen atau LPND yang membidangi ideologi. Strategi menghadapi ancaman berdimensi ideologi ditempatkan dalam kerangka bela negara yang perwujudannya melalui langkah-langkah politik yang dilaksanakan secara intensif untuk mencegah meluasnya pengaruh ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Langkah-langkah politik tersebut dapat dikembangkan dalam lingkup domestik maupun internasional sebagai bentuk perang ideologi dalam meng-counter penyebarluasan ideologi “asing”. Untuk mengefektifkan usaha pertahanan nirmiliter maka unsur pemerintahan yang membidangi politik dalam negeri serta politik luar negeri bekerja sama untuk merumuskan pilihan-pilihan strategi (strategy options) sesuai derajat ancaman ideologi yang berkembang.
Unsur pemerintahan yang membidangi politik dalam negeri mendinamisasi seluruh kekuatan politik serta instrumen pemerintahan dalam negeri mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah untuk melaksanakan pilihan strategi yang telah dipersiapkan. Unsur pemerintahan yang membidangi politik luar negeri mendinamisasi jajarannya yang tersebar di setiap negara untuk melakukan langkah-langkah diplomasi dalam mengimbangi usaha-usaha pihak lain yang mengancam ideologi Pancasila. Unsur pemerintah yang membidangi informasi mendinamisasi kekuatan nasional di bidang informasi untuk melakukan “operasi informasi imbangan”. Unsur pemerintah yang membidang agama, memberdayakan para pemimpin agama untuk menjadi mitra pemerintah dalam mensinergikan strategi untuk membentengi masyarakat dari ancaman penetrasi ideologi asing yang membahayakan, termasuk pengajaran yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dari dalam negeri.
Lapis pertahanan militer dalam menghadapi ancaman berdimensi ideologi membantu fungsi pertahanan nirmiliter yang menjadi unsur utama dalam menghadapi ancaman berdimensi ideologi, dengan mengembangkan pilihan strategi (strategy options) melalui intensifikasi pelaksanaan bakti TNI sesuai wilayah kerja setiap kesatuan TNI. Dalam hal ini intensifikasi pelaksanaan bakti TNI diarahkan untuk mengembangkan komunikasi kepemimpinan sosial TNI (KKS TNI) serta materi nonfisik yang dipadukan pilihan strategi yang diselenggarakan oleh unsur utama pertahanan nirmiliter. KKS TNI dan materi nonfisik tersebut dikemas dalam format kesadaran bela negara serta revitalisasi Pancasila untuk memperkuat pilihan strategi yang dikembangkan oleh unsur utama dari fungsi pertahanan nirmiliter.
Selanjutnya unsur pemerintahan yang membidangi pertahanan bekerja sama dengan unsur pemerintahan lainnya di luar pertahanan untuk mengintensifkan program bela negara dengan memanfaatkan program bela negara di lingkungan pekerjaan dan perumahan dalam rangka revitalisasi Pancasila.
Menghadapi Ancaman Politik
Upaya pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nirmiliter yang berdimensi politik menempatkan unsur-unsur pertahanan nirmiliter di bidang politik sebagai kekuatan terdepan dibantu oleh unsur-unsur nirmiliter lainnya termasuk perkuatan dari unsur pertahanan militer. Strategi menghadapi ancaman berdimensi politik dilaksanakan melalui dua pendekatan, yakni ke dalam dan keluar. Pendekatan ke dalam ditempuh dengan membangun dan menata sistem politik dalam negeri yang sehat dan dinamis dalam kerangka negara demokrasi yang menghargai pluralisme bangsa Indonesia. Sasaran pendekatan ke dalam adalah terciptanya stabilitas politik dalam negeri yang memberi efek penangkal yang tinggi serta ikut mempertinggi posisi tawar Indonesia pada fora internasional. Penataan ke dalam diwujudkan ke dalam pembangunan dan penataan sistem politik dalam negeri dikemas ke dalam Penguatan Tiga Pilar. Pertama, penguatan penyelenggaraan pemerintahan negara yang sah (legitimate), efektif, bersih, berwibawa dan bertanggung jawab (good governance) yang berkemampuan mewujudkan tujuan pembentukan pemerintah negara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Kedua, penguatan Lembaga Legislatif sehingga menjadi lembaga yang berkualitas dan profesional pada bidangnya. Lembaga legislatif yang mampu bersinergi dengan pemerintah dalam memproses dan melahirkan produk-produk legislasi yang efektif dan kontekstual bagi kepentingan pembangunan nasional. Lembaga legislatif yang melaksanakan fungsi kontrol secara efektif terhadap penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka kepentingan bangsa dan negara bukan atas kepentingan golongan atau pribadi, serta berdasarkan kaidah dan etika bernegara dalam negara demokrasi.
Ketiga, Penguatan Kekuatan Politik Nasional baik Partai Politik maupun Organisasi Massa sebagai instrumen dalam pemberdayaan masyarakat sebagai subyek politik dan subyek pembangunan nasional. Kekuatan politik berkewajiban mewujudkan dan meningkatkan perannya dalam pendidikan politik bagi warga negara terutama konstituennya sehingga menjadi warga negara yang sadar hukum yang memahami kewajiban dan hak sebagai warga negara.
Pendekatan keluar diarahkan untuk mendinamisasi strategi dan upaya diplomatik melalui peningkatan peran instrumen politik luar negeri dalam membangun kerja sama dan saling percaya dengan negara-negara lain sebagai kondisi untuk mencegah atau mengurangi potensi konflik antar negara. Dimulai dari tataran internal, regional, supra regional hingga global.
Pada tataran internal, dengan membangun kondisi dalam negeri yang semakin mantap dan stabil melalui pertumbuhan ekonomi yang sehat dan kuat, iklim politik yang sehat dan membangun, serta kehidupan sosial masyarakat yang harmonis dan bersatu yang berciri Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan tumbuhnya nasionalisme Indonesia.
Pada lingkup regional, politik luar negeri Indonesia harus mampu membangun hubungan dan kerja sama dengan negara lain sehingga tercipta kondisi saling percaya, saling menghargai dan tidak saling mengintervensi urusan dalam negeri (Confidence Building Measure and Preventive Diplomacy). Khusus untuk Lingkup Kawasan Asia Tenggara, politik luar negeri Indonesia dikembangkan untuk mewujudkan keunggulan dalam merangkul negara-negara anggota ASEAN untuk bersama-sama menciptakan kawasan Asia Tenggara yang aman, damai dan sejahtera serta memperkuat Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Indonesia harus tampil menjadi pelopor untuk mendorong terwujudnya Masyarakat Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Masyarakat Ekonomi dan Perdagangan ASEAN (ASEAN Economy and Trade Community), Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Social and Cultural Community).
Pada lingkup supra regional, politik luar negeri dikembangkan untuk berperan dalam penguatan ASEAN plus Six terdiri atas 10 negara anggota ASEAN bersama-sama dengan Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia dan Selandia Baru melalui hubungan bilateral yang harmonis dan terpelihara serta diwujudkan dalam kerja sama yang lebih konkret. Dalam kerangka penguatan ASEAN plus Six tersebut, kinerja politik luar negeri Indonesia harus mampu membangun hubungan dan kerja sama yang memberi jaminan atas kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, tidak adanya intervensi terutama jaminan tidak adanya agresi terhadap wilayah kedaulatan Indonesia.
Pada lingkup global, politik luar negeri harus memainkan perannya secara maksimal dalam memperjuangkan kepentingan nasional melalui keberadaan Indonesia sebagai anggota PBB, Gerakan Non Blok, Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan ASEAN Regional Forum (ARF). Peran diplomasi harus mampu mengidentifikasi potensi-potensi ancaman berdimensi politik yang mengancam kedaulatan dan kepentingan nasional Indonesia serta melakukan langkah-langkah pencegahan.
Lapis pertahanan militer dalam menghadapi ancaman politik yang membahayakan kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI mengembangkan strategi pertahanan militer dalam konteks mem-back-up usaha-usaha diplomasi yang dilakukan unsur pertahanan nirmiliter. Implementasi upaya pertahanan militer dalam konteks menghadapi ancaman berdimensi politik dapat berwujud peningkatan kesiapsiagaan kekuatan militer, pamer kekuatan, mengintensifkan diplomasi pertahanan (defence diplomacy) baik secara langsung maupun melalui pihak ke-tiga.
Menghadapi Ancaman Ekonomi
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman berdimensi ekonomi dilaksanakan dengan membangun ketahanan di bidang ekonomi melalui penataan sistem ekonomi nasional yang sehat dan berdaya saing. Sasaran pembangunan bidang ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi bagi perwujudan stabilitas ekonomi yang memberi efek kesejahteraan dan penangkalan yang efektif sekaligus mampu menjadi pemenang dalam era globalisasi.
Aspek ekonomi dalam kerangka pertahanan negara memiliki peran vital. Ekonomi dengan pertumbuhan yang cukup tinggi akan memungkinkan terselenggaranya pembangunan pertahanan yang berdaya tangkal. Bahkan kondisi perekonomian nasional yang cukup tinggi tersebut menjadi daya tangkal pertahanan yang cukup efektif.
Tantangan perekonomian Indonesia ke depan, diperhadapkan dengan era komunitas bebas ASEAN 2015, dimana produk-produk asing akan masuk secara bebas dan bersaing dengan produk dalam negeri. Menghadapi tantangan tersebut, perlu melakukan akselerasi pembangunan perekonomian nasional yang berdaya saing melalui pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Membangun dan menata sistem perekonomian nasional menghadapi era perdagangan bebas memerlukan integrasi upaya yang bersifat multisektoral serta mencakup ekonomi makro dan mikro sekaligus. Dari sisi ekonomi makro, penataan sistem perbankan, fiskal dan moneter merupakan agenda mendesak yang harus ditangani. Bersamaan dengan itu, pembangunan ekonomi mikro terus dilaksanakan untuk memberi jaminan kepastian ketersediaan kebutuhan terutama kepada sekitar 70 % rakyat Indonesia yang memiliki ketergantungan pada sektor riil. Survivabilitas Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang cukup berat sejak tahun 1998 perlu dijadikan acuan dalam menentukan pilihan strategi sehingga tidak sampai menimbulkan gejolak sosial yang fatal. Bidang yang membidangi fiskal dan moneter menjaga agar nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing tetap stabil dan menekan nilai mata uang Rupiah. Sektor ekonomi mikro harus dijaga agar mampu bertahan.
Pembangunan dan penataan sistem ekonomi nasional diintensifkan guna secara bertahap dan berlanjut mengatasi persoalan kemiskinan dan ketertinggalan. Strategi yang dikembangkan melalui penciptaan lapangan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan angkatan kerja. Salah satu sektor dalam penciptaan lapangan kerja adalah dengan meningkatkan pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah yang disebar di seluruh daerah. Dalam rangka itu pola kemitraan antara pemerintah dengan pihak swasta harus terus dikembangkan.
Dalam hal pengelolaan sumber daya alam, eksploitasi yang berlebihan harus dapat dicegah dan sejak dini harus dikembangkan usaha-usaha pelestarian dan konservasi sehingga keseimbangan ekosistem dapat terjaga. Khusus mengenai sumber daya alam yang bersifat tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources) eksploitasinya harus dibatasi melalui suatu pengendalian yang ketat. Eksploitasi yang melibatkan pihak asing melalui kontrak jangka panjang harus terus menerus dikurangi dan diisi dengan peningkatan pelibatan pengusaha dalam negeri sehingga arus keuntungan lebih banyak mengalir di dalam negeri.
Pembangunan sektor ekonomi juga harus dapat dikelola pemerintah untuk menjangkau daerah-daerah terpencil dan tertinggal. Tantangan pembangunan nasional dalam beberapa dekade mendatang adalah meningkatkan status daerah tertinggal yang jumlahnya hampir mencapai 50 % (199 Kabupaten yang tergolong tertinggal dari 457 Kabupaten/Kota di Indonesia). Ketahanan ekonomi di wilayah perbatasan menjadi salah satu prasyarat bagi terwujudnya sabuk pengaman (security belt) di wilayah tersebut. Pada saat ini terdapat 26 kabupaten yang tersebar di tiga wilayah perbatasan darat Indonesia yakni di Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara Timur, seluruhnya termasuk kategori daerah tertinggal. Ketertinggalan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar dari segi pembangunan nasional (termasuk di bidang ekonomi) karena wilayah-wilayah tersebut lokasinya jauh dari pusat pertumbuhan serta tidak terjangkau oleh simpul-simpul (hub) pembangunan. Maka ke depan, kelemahan ini harus dapat diatasi dengan cara bertahap membangun ”kota-kota orde” yang berfungsi sebagai hub kemajuan untuk menjangkau sekaligus menopang terselenggaranya kesinambungan (sustainanability) pembangunan di wilayah-wilayah terpencil.
Lapis pertahanan militer dalam menghadapi ancaman berdimensi ekonomi, mengembangkan pilihan strategis untuk membantu unsur utama dari pertahanan nirmiliter. Dalam hal ini keterlibatan lapis pertahanan militer dalam diwujudkan dalam meningkatkan usaha pertahanan untuk menciptakan kondisi keamanan nasional yang terkendali, membantu kelancaran distribusi komoditi dan kebutuhan pokok masyarakat terutama di daerah-daerah pedalaman dan terisolasi yang tidak dapat dijangkau dengan sarana transportasi umum. Memanfaatkan program Bakti TNI melalui kerja sama dengan unsur pertahanan nirmiliter untuk mendinamisasi masyarakat dalam mengatasi ancaman ekonomi yang dihadapi sehingga krisis segera dapat diatasi.
Menghadapi Ancaman Sosial Budaya
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman sosial budaya diarahkan agar masyarakat mampu menyaring nilai-nilai budaya asing, dalam pengertian nilai-nilai yang positif dan produktif dapat ditiru, sedangkan nilai-nilai budaya yang merugikan dapat dicegah penyebarluasannya. Unsur utama dari pertahanan nirmiliter yang membidangi tata nilai sosial budaya mengembangkan pilihan strategi untuk secara dini memantau fenomena yang berkembang di masyarakat yang diakibatkan oleh penetrasi nilai ke dalam nilai sosial budaya masyarakat. Pilihan strategi tersebut dikembangkan untuk mencegah dekadensi moral, melemahnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri, mudah dipengaruhi, serta kehilangan idealisme dan jati diri bangsa.
Pembangunan nasional di bidang sosial budaya yang terkait dengan sistem tata nilai (system building) harus didinamisasi untuk memperkuat karakter dan identitas bangsa Indonesia. Sejalan dengan itu, mengelola keberagaman masyarakat Indonesia dalam suku bangsa, bahasa dan budaya sehingga menjadi kekuatan pemersatu bangsa dalam menggerakkan roda pembangunan nasional, sekaligus kekuatan yang mencegah nilai-nilai luar yang merugikan. Hal mendasar dalam pembangunan sosial budaya adalah penghormatan terhadap keberadaan setiap etnik dengan budayanya masing-masing yang diwujudkan dalam pemberian hak politik dan hak ekonomi yang sama.
Fungsi pertahanan nirmiliter yang membidangi informasi mendinamisasi media cetak dan elektronik sebagai sarana pencerahan kepada masyarakat agar tidak membiarkan dirinya dirusak oleh penetrasi nilai-nilai luar yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa.
Lapis pertahanan militer membantu fungsi pertahanan nirmiliter untuk mengembangkan nasionalisme dan memupuk tata kehidupan yang harmoni serta mewujudkan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Keberadaan unsur-unsur pertahanan militer yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dapat diberdayakan untuk membantu unsur pertahanan nirmiliter dalam mengakselerasi upaya mengatasi penyebarluasan nilai-nilai luar yang merugikan tata nilai sosial budaya bangsa Indonesia.
Menghadapi ancaman berbasis teknologi dan informasi
Sistem pertahanan dalam menghadapi ancaman Teknologi dan Informasi menempatkan unsur pertahanan nirmiliter yang membidangi teknologi dan informasi sebagai unsur utama. Unsur utama tersebut mendinamisasi kekuatan dan kemampuan teknologi nasional untuk mengimbangi tekanan pihak luar yang menggunakan faktor teknologi yang melemahkan daya tangkal bangsa.
Di samping mengelola teknologi dan informasi untuk mempercepat pengembangan sumber daya manusia yang menguasai dan memahami teknologi dan informasi tersebut. Secara konkret menghadapi ancaman teknologi dan informasi, maka strategi pembangunan nasional di bidang teknologi dan informasi diselenggarakan untuk mewujudkan kemandirian industri nasional yang berdaya saing untuk mengimbangi kemajuan serta mengatasi ketergantungan teknologi dari negara-negara lain. Upaya kemandirian tersebut dikembangkan dalam menghasilkan produk-produk industri dalam negeri yang menguasai pasar domestik, serta mampu menerobos pasar regional dan supra regional dalam kerangka Indonesia menjadi pemain dalam era globalisasi ekonomi dan perdagangan. Dalam bidang pertahanan, pembangunan teknologi pertahanan diarahkan untuk mewujudkan daya tangkal bangsa (deterrence) yakni kemampuan untuk memproduksi sendiri kebutuhan pertahanan yang meliputi persenjataan, amunisi dan bahan peledak, alat komunikasi pertahanan, bahan peledak, propelan, serta bidang otomotif dengan memproduksi mesin-mesin kendaraan taktis hingga kendaraan tempur berat. Menyadari peran vital informasi dalam keberhasilan upaya pertahanan, maka dalam rangka pembangunan industri pertahanan, sekaligus secara bertahap akan dikembangkan kemampuan menuju network centric warfare.
Lapis pertahanan militer dalam menghadapi ancaman nirmiliter yang berdimensi teknologi dan informasi berperan untuk memberi bantuan perkuatan terhadap unsur utama pertahanan nirmiliter. Pilihan strategi dalam konteks ancaman berdimensi teknologi dan informasi diselenggarakan dengan memberdayakan bidang-bidang penelitian dan pengembangan teknologi yang dimiliki dalam mendeteksi ancaman, serta membantu mengakselerasi usaha-usaha kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Pilihan strategi dimaksud juga dikembangkan dengan cara membangun komitmen untuk sebesar-besarnya memanfaatkan produk dalam negeri dalam pembangunan Postur Pertahanan negara sebagai stimulus yang mendorong industri dalam negeri untuk lebih bergairah mengembangkan usahanya
Menghadapi ancaman keselamatan umum
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman keselamatan umum menempatkan unsur-unsur pemerintahan di bidang keselamatan umum sebagai unsur utama. Fungsi keselamatan umum bersifat multi-instansi yang mencakup antara lain penanganan terhadap penanggulangan dampak bencana alam dan bencana buatan manusia (manmade disaster), penyakit pandemik, keselamatan transportasi serta pengungsian.
Strategi penanganan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan umum memerlukan suatu manajemen yang mengintegrasikan fungsi-fungsi pemerintahan dan nonpemerintahan serta dalam satu kesatuan pengendalian. Strategi yang digunakan dalam menghadapi ancaman yang berdimensi keselamatan umum meliputi peringatan dini, mitigasi, penanganan mulai tanggap darurat sampai dengan rehabilitasi.
Dalam hal keselamatan umum menyangkut penanganan wabah penyakit pandemik, maka instrumen penanganan yang dikedepankan adalah dari unsur kesehatan, atau pertanian tergantung titik berat bahaya yang dihadapi serta dibantu unsur-unsur dari sektor yang lain.
Dalam hal ancaman keselamatan umum menyangkut penanggulangan dampak bencana alam, maka unsur utama bertindak untuk mendinamisasi kekuatan nasional untuk penanganan pengungsian, pencarian korban, serta usaha-usaha konkret untuk mengatasi dampak bencana serta langkah-langkah rekonstruksi.
Lapis pertahanan militer dalam hal keselamatan umum menyangkut penanganan dampak bencana alam dengan magnitude yang besar, menggerakkan Tentara Nasional Indonesia sebagai kekuatan siap untuk dikerahkan dan digunakan untuk membantu unsur-unsur pertahanan nirmiliter lainnya. Pelibatan TNI dalam penanganan bencana alam pelaksanaannya dalam kerangka Operasi Militer Selain Perang. Dalam kerangka penanggulangan dampak bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan, sektor pertahanan merupakan fungsi pemerintahan yang selama ini telah menunjukkan kinerjanya secara baik. Peran aktif TNI dalam menanggulangi dampak bencana yang menimpa sejumlah wilayah di Indonesia selama ini, membuktikan bahwa TNI memiliki kemampuan, keterampilan dan kesungguhan untuk tampil sebagai instrumen negara yang diandalkan.
Untuk menghadapi kemungkinan pelibatan TNI dalam tugas-tugas serupa di masa mendatang, pemerintah akan lebih memberdayakan kemampuan TNI yang meliputi bidang manajemen, keterampilan prajurit, serta dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Dalam bidang manajemen, upaya peningkatan diarahkan pada penataan organisasi, mekanisme kerja, sistem komando dan pengendalian serta hubungan antar Departemen/Lembaga. Dalam bidang keterampilan prajurit, diwujudkan dalam peningkatan fungsi dan peran kelembagaan TNI yang mampu membekali prajurit dengan keterampilan yang diperlukan dalam tugas-tugas penanggulangan dampak bencana alam, pengungsian serta pemberian bantuan kemanusiaan. Dalam hal dukungan sarana dan prasarana ditempuh melalui upaya memperlengkapi TNI dengan Alutsista yang menjamin mobilitas TNI serta alat peralatan modern yang dapat digunakan selain untuk kepentingan pertahanan dalam menghadapi ancaman militer juga dapat dimanfaatkan dalam tugas-tugas penanggulangan bencana alam, pengungsian dan bantuan kemanusiaan
Menghadapi ancaman Kamtibmas
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman Kamtibmas yang dapat berkembang membahayakan kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa menempatkan unsur-unsur yang membidangi Kamtibmas sebagai unsur utama. Unsur pemerintahan di bidang Kamtibmas melakukan langkah-langkah penanganan yang tepat agar permasalahan yang timbul tidak mengganggu stabilitas nasional.
Strategi dalam menghadapi ancaman Kamtibmas harus dapat memberi jaminan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat melalui penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat. Pada tataran operasional, upaya konkret penanganan ancaman kamtibmas dilaksanakan dengan penegakan hukum yang dilaksanakan oleh instrumen penegak hukum yakni Polri, kejaksaan dan unsur-unsur penegak hukum yang secara hukum diberi kewenangan.
Lapis pertahanan militer, dalam rangka memberi bantuan dalam penanganan ancaman Kamtibmas, memantau perkembangan kondisi keamanan nasional. Apabila perkembangan ancaman Kamtibmas mengarah kepada kondisi yang eskalatif sehingga membahayakan stabilitas nasional serta keselamatan negara dan keselamatan masyarakat secara meluas, maka bantuan militer dapat dikerahkan atas dasar keputusan politik.
Menghadapi Ancaman Hukum
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman berdimensi hukum menempatkan unsur-unsur pemerintahan di bidang hukum sebagai unsur utama untuk menyusun strategi yang tepat serta langkah-langkah operasional lebih lanjut. Pada tataran internal, strategi pertahanan nirmiliter dalam menghadapi ancaman berdimensi hukum dikemas dalam kerangka bela negara yang mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel (good governance).
Strategi pertahanan nirmiliter seperti dimaksud di atas didinamisasi untuk mengamankan kedaulatan negara, dan keutuhan wilayah NKRI dari dimensi hukum untuk menghadapi ancaman pihak luar yang memanfaatkan instrumen hukum internasional seperti konvensi, traktat, perjanjian untuk merugikan kepentingan nasional Indonesia. Pertahanan nirmiliter yang menjadi unsur utama juga memiliki peran untuk mencermati mekanisme pengambilan keputusan di lembaga-lembaga internasional yang berpotensi merugikan kepentingan nasional Indonesia.
Menghadapi potensi ancaman berdimensi hukum, unsur-unsur pertahanan nirmiliter yang membidangi hukum dan peradilan nasional mengefektifkan program untuk mewujudkan masyarakat yang sadar hukum, serta mencermati setiap isu dengan pertimbangan hukum yang komprehensif untuk mencegah terjadinya risiko yang mungkin timbul.
Lapis pertahanan militer dalam perannya sebagai unsur yang membantu unsur utama pertahanan nirmiliter, memberdayakan lembaga-lembaga hukum yang dimiliki untuk memberi perkuatan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Selanjutnya melalui fungsi intelijen yang dimiliki membantu mendeteksi ancaman yang berdimensi hukum yang mengancam kepentingan nasional serta menyalurkannya kepada fungsi pemerintah yang membidangi.
Pertahanan Militer Dalam Menghadapi Ancaman Nirmiliter Bersifat Lintas Negara.
Ancaman nonmiliter yang bersifat lintas negara adalah kejahatan lintas negara yang terorganisir yang melibatkan pelaku-pelaku dari negara lain. Bentuk-bentuk ancaman dimaksud antara lain aksi terorisme internasional, gangguan keamanan di wilayah laut berupa penyelundupan senjata dan bahan peledak, perompakan dan pembajakan, illegal logging, illegal fishing, people and drug trafficking, dan gangguan keamanan laut lainnya, gangguan keamanan dirgantara, serta gangguan keamanan di sepanjang garis perbatasan darat.
Unsur-unsur pertahanan militer yakni satuan-satuan TNI dapat didayagunakan untuk mengatasi bentuk-bentuk ancaman nirmiliter yang bersifat lintas negara yang dilakukan oleh aktor-aktor nonnegara dari negara lain maupun yang bekerja sama dengan aktor-aktor di Indonesia. Pada tingkat tertentu di mana kejahatan lintas negara dapat membahayakan keselamatan bangsa Indonesia serta mengancam kepentingan nasional Indonesia, pemerintah dapat menggunakan kekuatan TNI untuk mengatasinya.
Pendayagunaan unsur-unsur pertahanan militer dalam mengatasi bentuk ancaman nirmiliter yang bersifat lintas negara ditempatkan dalam lingkup tugas pelibatan TNI yang mencakup pengamanan di wilayah-wilayah perbatasan, pulau-pulau kecil terdepan, keamanan laut dan perairan, keamanan wilayah udara, bandar udara, dan pelabuhan.
Penanganan kejahatan tersebut oleh unsur-unsur TNI berupa unjuk kekuatan sebagai penggentar dalam rangka pencegahan, unsur penindakan awal, termasuk juga dalam kekuatan gabungan bersama-sama dengan unsur-unsur nirmiliter.
Mengatasi kejahatan lintas negara pada dasarnya merupakan tugas TNI yang dilaksanakan melalui OMSP. Dalam hal penegakan keamanan di laut, TNI memiliki kewenangan polisionil (constabulary) untuk menangani bentuk-bentuk kejahatan lintas negara yang mengganggu keamanan di laut Nusantara.
Bentuk-bentuk penanganan oleh TNI untuk menegakkan keamanan di laut meliputi penyelidikan, pengejaran, penangkapan dan penyidikan terhadap para pelaku tindak kejahatan di laut. Dalam kerangka fungsi constabulary, TNI tidak melakukan fungsi pengadilan yang menjadi fungsi penegak hukum dari unsur nirmiliter.
Penegakan hukum di udara yang diemban oleh TNI adalah dalam rangka menegakkan keamanan di udara bagi terselenggaranya keselamatan penerbangan sipil yang nyaman dan aman, serta terhindar dari setiap bentuk ancaman dan gangguan dari pelaku-pelaku tindak kejahatan lintas negara yang ingin mengganggu atau mengacaukan keamanan di udara.
Seperti halnya pada pengamanan kejahatan lintas negara untuk menegakkan keamanan di laut, maka penegakan keamanan di udara juga merupakan fungsi TNI. TNI memiliki kemampuan untuk menegakkan keamanan di udara melalui sistem peralatan dan personel yang dimilikinya. Dalam mengatasi ancaman dan gangguan keamanan di udara, TNI melakukan tugas OMSP untuk menyelidiki, mengejar, menangkap dan menyidik pelaku-pelaku kejahatan tindak kejahatan di udara. Sedangkan untuk tindakan hukum selanjutnya, yakni pengadilan, TNI menyerahkan kepada unsur nirmiliter sesuai fungsinya.
PEMBANGUNAN BIDANG PERTAHANAN NEGARA
Bagian Kesatu
Garis Besar Pembangunan Jangka Panjang
Bidang Pertahanan Negara
Kondisi Umum Pertahanan Negara
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia serta dalam dinamika penyelenggaraan pembangunan nasional telah terbukti bahwa Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta menjadi sistem yang mampu melawan penjajah dan berhasil menjadikan Indonesia negara merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta harus tetap dipertahankan dan dikembangkan untuk menegakkan kedaulatan NKRI, menjaga keutuhan wilayah negara dan menjamin keselamatan bangsa. Untuk menjamin tegaknya NKRI fungsi pertahanan negara sangat berperan dan menjadi salah satu fungsi pemerintahan untuk menjaga kelangsungannya.
Dalam menyelenggarakan pembangunan nasional, pemerintah masih menempatkan aspek kesejahteraan sebagai prioritas. Dari alokasi APBN sampai dengan Tahun Anggaran 2007, Pertahanan Negara belum menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2008, sektor Pertahanan Negara masih berada pada urutan prioritas ke-empat dibawah fungsi Pelayanan Umum, Pendidikan, dan Ekonomi. Sasaran pokok yang ingin dicapai dalam upaya meningkatkan kemampuan pertahanan pada tahun 2008 diarahkan pada Postur Pertahanan, peningkatan jumlah dan kondisi kesiapan operasional pertahanan, modernisasi Alutsista, serta teknologi dan industri pertahanan dalam negeri. Hingga saat ini, selain jumlah maupun kandungan teknologi alat utama sistem senjata (Alutsista) yang masih memprihatinkan, bahkan di bawah standar penangkalan, juga kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraannya masih rendah. Di samping itu, kebutuhan pemenuhan, pemeliharaan, pengoperasian, maupun suku cadang Alutsista TNI masih bergantung pada negara-negara lain. Tantangan pembangunan nasional seperti digambarkan di atas berimplikasi terhadap pelaksanaan pembangunan sektor Pembangunan Pertahanan Negara yang hingga kini belum mampu mencapai kekuatan pertahanan minimal. Kondisi tersebut berdampak terhadap kemampuan dan profesionalisme TNI dalam melaksanakan fungsinya sebagai Komponen Utama sistem Pertahanan Negara.
Reformasi yang menghendaki perubahan secara total di segala bidang penyelenggaraan negara telah berhasil menuntaskan pemisahan TNI dan Polri dengan penataan perannya masing-masing. Pemisahan tersebut berdampak pada penanganan keamanan dalam negeri yang belum efektif. Reformasi di bidang Pertahanan dan Keamanan Negara, tidak hanya menyangkut pemisahan antara TNI dan Polri, tetapi juga mengenai penataan lebih lanjut hubungan kelembagaan antara keduanya dalam melaksanakan tugas sesuai tataran kewenangan masing-masing.
Tantangan yang Dihadapi
Perubahan geopolitik internasional, yang ditandai dengan memudarnya prinsip multilateralisme dan menguatnya pendekatan unilateralisme, berdampak terhadap berkembangnya doktrin pertahanan pre-emptive strike, yang dapat menembus batas-batas yurisdiksi suatu negara di luar kewajaran hukum internasional. Selain itu, menguatnya kemampuan militer negara tetangga yang secara signifikan melebihi kemampuan pertahanan Republik Indonesia telah melemahkan posisi tawar dalam ajang diplomasi internasional. Oleh karena itu, salah satu tantangan utama pembangunan kemampuan pertahanan negara yang harus dihadapi pada masa mendatang adalah membangun kekuatan pertahanan di atas kekuatan pertahanan minimal, sehingga memiliki efek detterence di kawasan regional maupun internasional.
Pembangunan kekuatan pertahanan dengan kemampuan detterrence tersebut seharusnya telah dapat dicapai sesuai penahapan dalam pembangunan nasional. Namun demikian tantangan pembangunan nasional untuk memulihkan kondisi ekonomi yang mengalami krisis hebat sejak tahun 1998 telah berdampak terhadap perlambatan pembangunan di bidang-bidang yang lain termasuk bidang pertahanan. Di samping itu konflik berintensitas rendah antara lain terorisme, separatisme, konflik komunal, kejahatan transnasional, serta terkurasnya kekayaan negara terutama hasil laut dan hasil hutan akibat tindakan ilegal, telah menghambat pencapaian pembangunan kekuatan pertahanan tersebut karena banyak menyita perhatian dan biaya.
Tantangan lain dalam pembangunan pertahanan negara adalah tuntutan kebutuhan untuk membangun TNI yang profesional sehingga menjadi kekuatan nasional yang mampu mengemban fungsinya di era globalisasi dengan hakikat ancaman yang semakin kompleks. Usaha pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan bangsa dari setiap ancaman akan sangat berat dilakukan tanpa didukung oleh Alutsista yang modern. Oleh karena itu, tantangan dalam membangun TNI yang profesional pada hakikatnya adalah membangun kemampuan pertahanan negara dengan meningkatkan jumlah dan kondisi Alutsista TNI untuk mencapai kekuatan melampaui kekuatan pertahanan minimal sesuai dengan kemajuan teknologi.
Kondisi riil TNI saat ini harus diakui masih berada di bawah standar profesionalisme yang sewajarnya. Kekuatan TNI dari segi Alutsista masih diperhadapkan dengan kondisi keterbatasan dan kekurangan dari segi jumlah dan ketidaksiapan sebagai akibat dari Alutsista yang ada saat ini pada umumnya merupakan aset yang sudah ketinggalan teknologi, sementara proses regenerasinya berjalan sangat lambat.
Paralel dengan kemajuan teknologi pertahanan tersebut, negara-negara lain melakukan modernisasi kekuatan pertahanannya di bidang Alutsista, sementara Indonesia relatif tertinggal dalam bidang ini. Ketertinggalan pembangunan pertahanan Indonesia saat ini pada dasarnya merupakan akumulasi dari kebijakan pembangunan nasional di masa lalu yang lebih mengutamakan aspek kesejahteraan dari pada aspek pertahanan. Akibat ketertinggalan pembangunan pertahanan tersebut tanpa disadari telah berdampak terhadap rendahnya posisi tawar Indonesia dalam lingkup internasional. Bahkan pada lingkup Asia Tenggara sekalipun, kekuatan pertahanan Indonesia sudah jauh tertinggal oleh negara-negara lain yang dahulu kemampuannya berada di bawah Indonesia.
Dalam rangka itu, membangun TNI yang profesional bukan saja kebutuhan TNI semata, tetapi juga menjadi kebutuhan seluruh bangsa Indonesia dalam mengangkat posisi tawar Indonesia dalam menghadapi ketatnya persaingan di era globalisasi. Pembangunan kekuatan pertahanan dalam beberapa tahun mendatang masih berorientasi pada penggantian Alutsista TNI yang umumnya sudah tidak layak lagi untuk dipertahankan. Untuk meregenerasi Alutsista TNI yang sudah ketinggalan teknologi tersebut membutuhkan waktu paling sedikit 20 tahun.
Usaha pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan bangsa dari setiap ancaman akan sangat berat dilakukan tanpa didukung oleh Alutsista yang modern. Oleh karena itu, tantangan dalam membangun kemampuan pertahanan negara adalah meningkatkan jumlah dan kondisi Alutsista TNI untuk mencapai kekuatan melampaui kekuatan pertahanan minimal sesuai dengan kemajuan teknologi.
Di sisi lain, penyelenggaraan pertahanan Indonesia yang menganut Sistem Pertahanan Semesta hingga kini belum dapat diwujudkan. Dari tiga komponen pertahanan yang membentuk Sistem Pertahanan Semesta, baru komponen utama yang jelas keberadaannya yakni TNI. Dua komponen pertahanan yang lain yakni Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung belum dapat diwujudkan sebagai suatu kekuatan pertahanan yang nyata. Menyadari hal tersebut, sasaran pembangunan pertahanan dalam beberapa tahun mendatang adalah membentuk Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung sebagai langkah dalam merealisasikan hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara.
Sejalan dengan pembentukan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, keberadaan industri pertahanan nasional yang menopang kemandirian Indonesia di bidang pertahanan merupakan kebutuhan strategis yang kontekstual. Pengembangan industri pertahanan nasional pada dasarnya tidak saja untuk kepentingan pertahanan secara eksklusif, tetapi juga salah satu menjadi instrumen pembangunan ekonomi nasional yang handal. Pengembangan industri pertahanan bukanlah suatu konsep yang baru yang dimulai dari titik nol (creatio ex nihilo). Indonesia telah memiliki sejumlah industri pertahanan yang memiliki kemampuan untuk memproduksi sejumlah alat peralatan dan kebutuhan pertahanan, namun belum menjadi industri pertahanan yang kuat yang memiliki daya saing dalam memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas. Kebutuhan akan industri pertahanan nasional semakin urgen mengingat kebutuhan untuk memodernisasikan Alutsista sangat rentan terhadap isu-isu politik yang berdampak terhadap pemberlakuan embargo oleh suatu negara produsen peralatan militer.
Arah Pembangunan Jangka Panjang Bidang Pertahanan Negara.
Pembangunan pertahanan mencakup sistem dan strategi pertahanan, postur dan struktur pertahanan, profesionalisme TNI, serta pengembangan teknologi pertahanan dalam mendukung ketersediaan Alutsista, Komponen Cadangan, dan Komponen Pendukung. Pembangunan tersebut diarahkan untuk mewujudkan kemampuan pertahanan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal (minimum essential force).
Ukuran kemampuan yang menjadi arah pembangunan jangka panjang adalah kemampuan pertahanan yang dapat menjamin kedaulatan negara, keselamatan bangsa serta keutuhan wilayah NKRI yang meliputi wilayah darat yang tersebar dan beragam termasuk pulau-pulau kecil terdepan, wilayah yurisdiksi laut hingga meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan landas kontinen serta ruang udara nasional. Dalam masa damai arah pembangunan pertahanan adalah mewujudkan kemampuan pertahanan yang memiliki efek penggentar (deterrence) yang disegani di tingkat regional serta mendukung posisi tawar Indonesia dalam ajang diplomasi.
Dalam kerangka yang utuh, sistem dan strategi pertahanan negara secara terus menerus ¬disempurnakan untuk mewujudkan Sistem Pertahanan yang bersifat Semesta untuk mencapai kemampuan mengatasi ancaman dan memiliki efek penggentar. Dalam sistem tersebut, pertahanan nasional akan dirancang agar mempunyai kemampuan menangkal ancaman sejak di bagian terluar wilayah Indonesia dan kemampuan untuk mempertahankan teritori Indonesia baik laut dan udara dan daratan, serta kemampuan untuk mengawasi dan melindungi segenap sumber daya yang berada di wilayah Indonesia.
Postur dan struktur pertahanan negara diarahkan untuk dapat menjawab berbagai kemungkinan ancaman, tantangan dan permasalahan aktual di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan kemampuan jangka panjang disesuaikan dengan kondisi geografis dan dinamika masyarakat serta perkembangan teknologi.
Postur dan struktur pertahanan matra darat diarahkan untuk memberi efek detterrence yang tinggi di bidang kekuatan pertahanan darat, serta mampu mengatasi setiap ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dengan kondisi medan dan topografis Indonesia yang beragam. Dalam menghadapi dan mengatasi ancaman nyata, kekuatan matra darat mampu melakukan pergerakan cepat antarwilayah dan antarpulau dalam kerangka operasi Tri Matra Terpadu, serta mampu melaksanakan perang berlarut tanpa mengenal menyerah sebelum kemenangan diraih.
Postur dan struktur matra laut diarahkan untuk memberi efek detterrence yang tinggi di bidang kekuatan pertahanan laut dengan kemampuan yang melingkupi dan mengatasi luasnya wilayah laut Nusantara baik di permukaan dan di bawah permukaan. Dalam menghadapi ancaman nyata, postur dan struktur matra laut mampu menghadapi dan mengatasi ancaman nyata serta memberi dukungan dan kompatibilitas terhadap pergerakan matra darat dan udara dalam kerangka Operasi Tri Matra Terpadu.
Postur dan struktur matra udara diarahkan untuk memberi efek detterrence yang tinggi di bidang kekuatan pertahanan udara dengan kemampuan manuver dan jelajah yang tinggi. Dalam menghadapi ancaman nyata, postur dan struktur matra udara mampu mengawasi ruang udara nasional dan keseluruhan teritori Indonesia, mampu melampaui kebutuhan minimal penjagaan ruang udara nasional, memulai pemanfaatan ruang angkasa, mampu melaksanakan operasi dan memberikan dukungan dalam kerangka Tri Matra Terpadu.
Postur dan struktur yang dikembangkan ke depan bercirikan peningkatan profesionalisme TNI. Profesionalisme TNI diwujudkan dalam komitmen untuk melepaskan diri dari kegiatan politik praktis, keterlibatan dalam kegiatan bisnis serta memusatkan diri pada tugas-tugas pertahanan dalam bentuk Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam konteks ini fokus pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan Alutsista menjadi agenda mendesak.
Sebagai Komponen Utama pertahanan negara, sumber daya manusia TNI disiapkan dengan memenuhi kecukupan jumlah personel setiap matra yang diwujudkan dalam kondisi terdidik dan terlatih dengan baik. Indikator TNI yang terdidik dan terlatih dengan baik adalah memiliki penguasaan lapangan yang tinggi, memiliki penguasaan operasional dan perawatan peralatan perang modern, penguasaan terhadap doktrin dan didukung organisasi TNI yang solid namun fleksibel dalam menghadapi perubahan. Di bidang manajemen, mewujudkan sistem dan metode yang efektif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi secara maksimal, serta penggunaan sumber daya sesuai peruntukannya. Dalam bidang kepemimpinan, mampu melahirkan sosok pimpinan yang cakap, berwibawa, dan kompeten.
Peningkatan profesionalisme TNI tersebut tidak dipisahkan dari imbangan peningkatan kesejahteraan melalui kecukupan gaji, penyediaan fasilitas rumah tinggal, jaminan kesehatan, peningkatan pendidikan, dan penyiapan skema asuransi masa tugas. Perbaikan kesejahteraan prajurit TNI menjadi kewajiban pemerintah agar tidak menghalangi upaya untuk mewujudkan TNI yang profesional.
Peningkatan kondisi dan jumlah Alutsista setiap matra dilaksanakan menurut validasi Postur dan Struktur Pertahanan Negara untuk dapat melampaui kebutuhan kekuatan pertahanan minimal. Pemenuhan kebutuhan Alutsista dipenuhi secara bertahap yang diproyeksikan dapat dicapai dalam 20 tahun sejalan dengan kemampuan keuangan negara atas dasar perkembangan teknologi, prinsip kemandirian, kemudahan interoperabilitas dan perawatan, serta aliansi strategis.
Pengembangan Alutsista diarahkan dengan strategi akuisisi alat teknologi tinggi dengan efek deterrence dan pemenuhan kebutuhan dasar operasional secara efektif dan efisien dengan mendayagunakan dan mengembangkan potensi dalam negeri, termasuk industri pertahanan nasional dalam prinsip keberlanjutan.
Pembentukan dan pemantapan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung Pertahanan Negara diarahkan untuk terwujudnya pertahanan nirmiliter yang berkesadaran bela negara yang tinggi dan diselenggarakan dalam kerangka perwujudan sistem pertahanan semesta. Pembentukan Komponen Cadangan lebih berorientasi pada aspek kewilayahan di mana tiap daerah memiliki kekuatan cadangan yang nyata dan dikembangkan secara bertahap dan berlanjut sampai mencapai kekuatan yang proporsional. Perwujudan Komponen Pendukung dilaksanakan sejalan dengan pembentukan Komponen Cadangan dan diarahkan untuk terselenggaranya dukungan pertahanan melalui penguasaan kemampuan pemanfaatan kondisi sumber daya alam dan buatan, sinkronisasi pembangunan sarana dan prasarana nasional terhadap kepentingan pertahanan, partisipasi masyarakat madani dalam penyusunan kebijakan pertahanan negara, serta mantapnya kesadaran masyarakat dalam hal bela negara. Aspek yang bernilai vital dalam bidang pertahanan adalah membangun kondisi mutualisme industri nasional bagi berkembangnya industri strategis pertahanan negara yang secara nyata mengakselerasi perwujudan kemandirian sarana pertahanan Indonesia.
Perlindungan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar, wilayah laut dan udara Indonesia ditingkatkan dalam upaya melindungi sumber daya laut sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dalam konteks tersebut upaya perlindungan dimaksud dilakukan dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan pertahanan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum internasional serta meningkatkan kemampuan penangkalan, deteksi dan pencegahan dini.
Bagian Kedua
Reformasi Pertahanan Negara
Reformasi pertahanan negara adalah kebutuhan bangsa Indonesia untuk mewujudkan pertahanan negara yang berkemampuan tangkal tinggi dalam mengawal NKRI dengan segala kepentingannya. Reformasi pertahanan negara yang telah berlangsung lebih dari satu dekade, merefleksikan komitmen pemerintah dan bangsa Indonesia dalam merespons tantangan dan tuntutan perubahan baik dari tataran global dan regional maupun domestik. Fungsi pertahanan yang diselenggarakan dalam format negara demokrasi yang berdasarkan kaidah hukum serta mengedepankan transparansi dan akuntabilitas (good governance) diyakini sudah berada dalam koridor yang tepat dan telah mendapat dukungan positif dari semua pihak. Dukungan tersebut telah membangun suatu kondisi kondusif yang memungkinkan segenap agenda dan substansi reformasi dapat terlaksana dan dengan hasil-hasil yang cukup positif.
Penataan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara untuk melaksanakan tugas-tugas negara dalam bentuk Operasi Militer Perang dan Operasi Militer Selain Perang, telah dapat diregulasikan melalui perangkat perundang-undangan yang disusun oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam bingkai negara demokrasi. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia telah mendorong berlangsungnya perubahan signifikan dalam penyelenggaraan fungsi pertahanan negara.
Kemajuan yang dicapai tidak saja menyangkut profesionalisme TNI yang semakin meningkat, tetapi juga pada tataran politis dan strategis dengan semakin efektifnya pelaksanaan fungsi kebijakan yang diselenggarakan pemerintah. Kemajuan berarti juga dicapai dalam penyelenggaraan fungsi check and ballance oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) serta ruang publik yang semakin terbuka bagi terselenggaranya kontrol masyarakat dalam ikut menghantarkan penyelenggaraan pertahanan negara yang berorientasi pada misi, transparansi dan akuntabel.
TNI Yang Profesional. Membangun TNI yang profesional merupakan komitmen pemerintah yang ditempatkan ke dalam sasaran utama reformasi pertahanan. Sebagaimana dinyatakan dalam Buku Putih Pertahanan tahun 2003, TNI yang profesional adalah TNI yang tidak berpolitik, berada di bawah kekuasaan pemerintah yang dipilih oleh rakyat berdasarkan cara-cara demokratis dan konstitusional, TNI yang terdidik dan terlatih dengan baik, TNI yang terlengkapi kebutuhannya dengan baik, serta prajurit TNI yang dicukupi kesejahteraan dan pendapatannya secara layak. TNI yang profesional juga diikuti oleh loyalitas untuk mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia dan tunduk pada hukum. Sejak dikumandangkannya reformasi pertahanan dan reformasi internal TNI, TNI telah menuntaskan seluruh agenda untuk tidak lagi berpolitik praktis. TNI juga dengan tekad dan kemauan yang bulat telah berada di bawah kekuasaan pemerintah yang dipilih oleh rakyat berdasarkan cara-cara demokratis dan konstitusional, dan tunduk pada kebijakan politik negara. Artinya, agenda reformasi yang menjadi kewajiban TNI telah dapat diwujudkan.
Dalam usaha untuk mewujudkan TNI yang profesional, disamping keberhasilan yang sudah dicapai, juga terdapat sejumlah agenda yang belum dapat diwujudkan. TNI telah dapat memosisikan diri sebagai alat negara yang tunduk pada keputusan politik pemerintah serta menjalankan tugas-tugas negara yang diembankan kepadanya. Kebijakan untuk menjadikan TNI yang profesional dalam arti tidak berpolitik praktis telah dapat dituntaskan, bahkan realisasinya lebih cepat dari yang direncanakan. Apabila di masa lalu TNI banyak terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan, kini TNI tidak lagi melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan politik praktis atau mencampuri urusan-urusan lain di luar fungsi dan kewenangannya.
Reformasi pertahanan juga mencatat keberhasilan yang fundamental dengan melepaskan TNI dari kegiatan mengelola aktivitas bisnis yang bukan fungsi utamanya (non core business). Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI bahwa dalam jangka waktu lima tahun pemerintah harus mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI, pemerintah telah mengambil langkah-langkah konkret. Tim Supervisi Transformasi Bisnis TNI telah dibentuk pada tahun 2005 yang diketuai oleh Sekretaris Kementrian BUMN dengan keanggotaan yang bersifat multidepartemental, terdiri atas Kementerian Negara BUMN, Departemen Keuangan, Depkumham, Dephan dan TNI. Tim tersebut telah bertugas dan menyelesaikan beberapa tahap antara lain menyelesaikan inventarisasi terhadap seluruh bisnis yang dimiliki dan dikelola TNI. Selanjutnya Tim tersebut telah melakukan sosialisasi kepada Komisi I DPR RI, serta seluruh jajaran TNI. Tahap verifikasi juga telah dilaksanakan ke seluruh daerah yang hasil-hasilnya akan ditindaklanjuti untuk menentukan rencana akhir ke depan dalam menuntaskan seluruh peralihan bisnis TNI. Berkat sikap kooperatif yang ditunjukkan oleh TNI selama ini, maka seluruh tahapan kegiatan Tim Supervisi Transformasi Bisnis TNI dapat terlaksana bahkan lebih cepat dari rencana waktu seperti yang ditetapkan oleh Undang Undang.
Dalam bidang peradilan militer, pemerintah dan DPR sedang mempersiapkan suatu rancangan undang-undang (RUU) untuk mengubah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Presiden telah menunjuk Menteri Pertahanan dan Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU dengan DPR.
Langkah-langkah untuk mewujudkan TNI yang profesional terdidik dengan baik dan terlatih dengan baik terus ditingkatkan baik melalui wadah pendidikan di jajaran TNI maupun dalam tugas sehari-hari. Penyempurnaan sistem pendidikan di seluruh jenjang pendidikan di lingkungan TNI menampakkan hasil yang semakin baik, meskipun masih dirasakan kekurangannya, terutama dalam bidang keterampilan prajurit. Kekurangan dalam bidang keterampilan terjadi karena ketersediaan Alutsista terbaru baik di lembaga pendidikan maupun di satuan-satuan TNI masih sangat minim, bahkan banyak Alutsista yang sudah ketinggalan teknologi tetapi belum ada penggantinya.
Upaya dalam mewujudkan TNI yang profesional juga sering terkendala oleh kesejahteraan prajurit TNI yang masih berada jauh di bawah standar kelayakan untuk seorang prajurit. Profesionalisme prajurit tidak dapat dipisahkan dari aspek kesejahteraan yang layak. Prajurit yang tidak dicukupi kesejahteraannya tidak mungkin akan menjadi profesional. Penghasilan prajurit yang dialokasikan oleh negara melalui gaji dan tunjangan sampai saat ini masih sangat rendah. Selain gaji yang tidak mencukupi, perumahan masih sangat terbatas, serta layanan kesehatan yang belum memadai.
Peningkatan kesejahteraan prajurit sangat mempengaruhi keberhasilan tugas TNI. Kita bersyukur bahwa dengan kesejahteraan yang terbatas, prajurit TNI masih tetap terjaga kedisiplinan dan kepatuhannya, namun kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan terus berlangsung tanpa ada langkah mendasar yang dilakukan pemerintah.
Peran Stakeholder Pertahanan Dalam Reformasi Pertahanan. Reformasi pertahanan bukan suatu konsepsi yang eksklusif yang bergantung hanya pada lingkup institusional pertahanan semata. Keberhasilan reformasi pertahanan sangat ditentukan oleh stakeholder pertahanan yakni komponen bangsa di luar bidang pertahanan. Stakeholder pertahanan mencakup sejumlah pihak baik di lingkungan pertahanan maupun di luar pertahanan baik eksekutif, legislatif, yudikatif maupun masyarakat. Suksesnya reformasi pertahanan sangat tergantung pada perkuatan lembaga baik institusi sipil maupun partai politik. Reformasi militer yang efektif membutuhkan kapasitas institusional yang lebih kuat dari partai politik dan institusi sipil yang memahami pentingnya membangun kekuatan pertahanan yang transparan, dapat dipertanggung jawabkan, dan profesional. Perlu usaha yang terpadu untuk membangun institusi politik sipil yang kuat sehingga secara efektif menyelenggarakan pemerintahan dan membangun kekuatan politik di berbagai tingkatan tata pemerintahan.
Agenda reformasi dalam mewujudkan TNI yang profesional masih terkendala oleh faktor-faktor di luar TNI. Sejauh ini reformasi TNI banyak disoroti dari sisi TNI, sehingga sisi di luar TNI cenderung terabaikan. Pelaksanaan reformasi TNI tidak hanya tergantung pada TNI saja, tetapi unsur-unsur di luar TNI tidak kalah vitalnya untuk ikut direformasi.
Kebutuhan yang lebih mendesak dalam waktu-waktu mendatang adalah menuntaskan reformasi nasional, tidak sekedar menyoroti reformasi TNI sementara reformasi di bidang lain seakan terlupakan. Dalam kerangka reformasi pertahanan dan reformasi TNI yang lebih efektif membutuhkan kapasitas institusional yang lebih kuat dari partai politik dan institusi sipil yang memahami pentingnya membangun kekuatan pertahanan yang transparan, dapat dipertanggung jawabkan, dan profesional. Perlu usaha yang terpadu untuk membangun institusi politik sipil yang kuat sehingga secara efektif melaksanakan reformasi nasional secara menyeluruh dan tuntas.
Mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis memerlukan institusi sosial dan ekonomi yang kuat sebagai dasar yang dapat memfasilitasi penguatan organisasi sipil dan partai politik. Untuk menjadi negara demokrasi membutuhkan kesiapan demokrasi politik, dan dituntut upaya terpadu untuk mewujudkan setidak-tidaknya 30 persen dari penduduk Indonesia dalam kategori masyarakat kelas menengah dengan pendapatan per kapita sekurang-kurangnya US$ 3000-4000. Sejak krisis ekonomi tahun 1997-1998, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia merosot tajam dari US$ 1300 sempat menembus rata-rata US$ 850. Kondisi tersebut berdampak terhadap stabilitas sosial dan meningkatnya keresahan politik dan kekerasan. Pemerintah telah berusaha keras untuk perbaikan ekonomi dan hasil-hasilnya telah menolong memperbaiki stabilitas politik dan rekonsiliasi sosial, namun kemarahan dan frustrasi masyarakat yang putus asa dan kecewa karena kehilangan pekerjaan masih berdampak dan belum dapat diatasi secara tuntas. Jalan untuk menuju demokrasi substansial perlu disokong partai politik dan pemimpin sipil yang memahami bahwa penguatan institusi sipil dan politik sangatlah penting. Masalah umum dalam pemerintahan demokratis harus segera diatasi dengan serius, terutama pada saat angka kemiskinan dan pengangguran semakin meningkat. Di masa lalu, penerimaan akan dominasi militer dalam kepemimpinan di pemerintahan terjadi karena masyarakat sipil yang tidak kompeten, adanya konflik internal partai, dan ketimpangan kebijakan. Tanpa adanya kepemimpinan politik sipil serta pembangunan partai yang jelas, bersatu, dan konsisten, maka stabilitas nasional akan selalu relatif dan fluktuatif. Tanpa adanya institusi sipil yang kuat, maka reformasi militer juga tidak mungkin akan berhasil.
Konsekuensi dari penguatan institusi sipil dan partai politik juga menuntut adanya kebutuhan untuk meninjau ulang dan memperbaiki semua peraturan yang dibutuhkan untuk pengelola keamanan nasional sebagai suatu sistem yang dikelola dalam manajemen nasional di mana pertahanan negara berada di dalamnya.
Reformasi pertahanan juga telah dapat menyelesaikan dokumen-dokumen strategis yang baru, seperti doktrin pertahanan negara, strategi pertahanan negara dan postur pertahanan negara. Dengan ditetapkannya dokumen-dokumen strategis tersebut, maka penyelenggaraan pertahanan negara Indonesia akan memasuki babak baru dengan memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan berdaya tangkal. Babak baru yang dimaksud adalah bahwa pertahanan negara Indonesia diselenggarakan dalam kerangka negara demokratis, transparan, bertanggung jawab, dan efektif dapat menjadi kenyataan jika semua pihak yang terkait ikut terlibat: badan eksekutif di kabinet, anggota parlemen dan partai politik, lembaga penelitian dan universitas, organisasi nonpemerintah dan kelompok sipil yang melepaskan identitas primordial mereka.
Penetapan Doktrin pertahanan negara tersebut sekaligus menjadi jawaban terhadap kekosongan doktrin yang terjadi sebagai akibat dari Doktrin Pertahanan Negara tahun 1991 yang sudah tidak sesuai lagi. Doktrin Pertahanan Negara dan Strategi Pertahanan negara yang dipublikasikan menunjukkan sikap transparansi Indonesia dalam mengelola pertahanannya, sekaligus untuk menumbuhkan saling percaya di kalangan negara-negara sesama bangsa di kawasan dan di luar kawasan.
Sebagai bagian dari reformasi pertahanan, telah dapat disusun suatu Postur Pertahanan Negara untuk 20 tahun ke depan. Postur Pertahanan Negara tersebut merupakan dokumen strategis untuk membangun sektor pertahanan dengan tahapan-tahapan prioritas lima tahunan sampai tahun 2029. Melalui keberadaan Postur Pertahanan Negara tersebut, maka perencanaan jangka panjang Indonesia telah dapat ditetapkan dan menjadi pijakan untuk kegiatan perencanaan pertahanan, anggaran, manajemen, operasi, dan pengembangan teknologi pertahanan. Postur pertahanan negara tersebut akan menuntut kegiatan procurement untuk memilih sistem senjata yang akan dilengkapi, serta perwujudan komponen cadangan untuk mencapai tingkat yang dibutuhkan.
Pertahanan nirmiliter juga menjadi bagian dari ciri pertahanan negara Indonesia yang dikembangkan ke depan. Pertahanan negara yang di masa lalu lebih berciri kekuatan fisik sistem senjata dengan prajuritnya (hard-power) akan disinergikan dengan pertahanan nirmiliter yang meliputi aspek-aspek di luar bidang militer (soft-power). Pertahanan negara yang berorientasi militer saja sama sekali tidak menjadi solusi yang terbaik dalam menghadapi dinamika lingkungan global yang makin kompleks. Pertahanan negara harus dapat didudukkan sebagai suatu bentuk pelayanan publik yang penting, sama pentingnya dengan pengadaan jalan tol, listrik, pelabuhan yang aman, bandara yang efisien, perumahan, pelayanan kesehatan, dan jaminan keamanan sosial. Maka dari itu, semua aspek kehidupan memiliki dimensi pertahanan negara yang dapat disinergikan.
Bagian Ketiga
Pembangunan Postur Pertahanan Negara
Kerangka Pokok Postur Pertahanan Negara
Postur Pertahanan Negara yang dikembangkan untuk mewujudkan Sistem Pertahanan yang bersifat Semesta, mengintegrasikan postur pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter. Postur Pertahanan Negara disusun berdasarkan Strategi Pertahanan negara yang merefleksikan kemampuan, kekuatan dan gelar kekuatan pertahanan dan sumber daya nasional. Dalam rangka melaksanakan Strategi Pertahanan Negara, Postur Pertahanan Negara dikembangkan untuk mencapai standar penangkalan (standard deterrence) yakni Postur Pertahanan negara yang mampu menangkal dan mengatasi ancaman agresi terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa. Dalam lingkup tersebut, Postur pertahanan negara dikembangkan untuk menghadapi kondisi terburuk berupa perang. Jika Postur Pertahanan Negara yang dibangun dengan standar konvensional untuk mampu mempertahankan diri dari agresi, niscaya tugas-tugas pertahanan lainnya akan mampu diemban.
Pengorganisasian Kekuatan Pertahanan
Kekuatan pertahanan negara Indonesia memadukan kekuatan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter. Pertahanan militer diorganisasikan ke dalam Komponen Utama yakni Tentara Nasional Indonesia, terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Sedangkan pertahanan nirmiliter pengorganisasiannya dibedakan berdasarkan hakikat dan jenis ancaman yang dihadapi. Dalam menghadapi ancaman militer, maka pertahanan nirmiliter diorganisasikan ke dalam Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang dipersiapkan untuk menjadi pengganda Komponen Utama.
GAMBAR 3. KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA
Dalam menghadapi ancaman nirmiliter, pengorganisasian pertahanan nirmiliter disusun ke dalam pertahanan sipil (civil defence) untuk melaksanakan fungsi-fungsi keamanan (security), penanggulangan dampak bencana (disaster relief management), operasi kemanusiaan (humanitarian operation), termasuk pertahanan berdimensi ekonomi, sosial, psikologi (psychological defence), dan teknologi.
Gambar. 4
KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA
Strategi Perancangan Postur Pertahanan Negara.
Perancangan Postur Pertahanan Negara didasarkan atas 6 (enam) faktor utama:
Pertama, perkiraan ancaman terhadap Indonesia dan segala kepentingannya, yakni ancaman yang menjadi domain fungsi pertahanan termasuk tugas-tugas pelibatan pertahanan yang sah.
Kedua, Strategi Pertahanan Negara yang menyinergikan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan Pertahanan Negara yang utuh dan menyeluruh.
Ketiga, tingkat deterrence yang memenuhi standar penangkalan agar dapat menangkal ancaman yang diperkirakan.
Keempat, tingkat probabilitas kerawanan tertinggi bagi Indonesia yang menjadi sumber-sumber ancaman atau sumber-sumber konflik di masa datang.
Kelima, luas wilayah dan karakteristik geografi Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau dengan wilayah perairan yang luas dan terbuka.
Keenam, kemampuan rasional negara dalam membiayai Pertahanan Negara termasuk dalam pembangunan postur Pertahanan Negara dengan tidak mengorbankan sektor-sektor lain.
Pertahanan Militer
Postur pertahanan militer yang dibangun di masa datang tidak diarahkan untuk menambah personel, melainkan lebih diutamakan pada penataan organisasi Pertahanan Negara. Penataan organisasi diarahkan untuk dapat mewujudkan strategi militer yang bersifat Tri Matra Terpadu. Pembentukan organisasi baru atau pengembangan organisasi yang ada tidak otomatis berimplikasi penambahan personel untuk memperbesar kekuatan.
Jumlah kekuatan personel TNI yang ada saat ini akan dipertahankan dan relatif tidak dilakukan penambahan. Pengisian organisasi bentukan baru atau organisasi yang dikembangkan diprioritaskan dari personel yang ada. Pelaksanaannya diintegrasikan dengan penataan Markas Besar (termasuk Departemen Pertahanan), Balakpus (Badan Pelaksana Pusat) dan Mako (Markas Komando) di tingkat Kotama (Komando Utama). Penataan organisasi pada tingkat tersebut, diarahkan untuk merampingkan organisasi, sehingga menjadi efektif dan berbasis kinerja melalui perubahan sistem padat manusia menjadi padat teknologi serta diawaki oleh personel yang berkualitas tinggi (high-quality based).
Organisasi pada tingkatan tersebut tidak mengikuti model piramida, personel TNI dengan pangkat rendah atau pegawai negeri sipil dengan golongan rendah dan dengan latar belakang pendidikan SMA ke bawah sangat sedikit dibutuhkan. Pengisian organisasi pada tingkatan tersebut adalah yang berkualifikasi pendidikan tinggi setingkat Pasca Sarjana yang sesuai dengan bidang atau fungsi yang diembannya. Untuk itu pola rekrutmen prajurit/pegawai harus benar-benar selektif disesuaikan dengan persyaratan sesuai tugas dan fungsi.
Pada tingkatan Operasional yakni kesatuan-kesatuan setingkat Brigade dan jajarannya, penataan organisasi menggunakan model Piramida.
Kekuatan TNI AD. Kekuatan Kopassus yang terdiri atas 2 Grup Parako, 1 Grup Sandha, 1 Kesatuan Gultor, 1 Pusat Pendidikan, tetap dipertahankan. Perubahan organisasi lebih dititikberatkan pada validasi organisasi berdasarkan evaluasi terhadap organisasi yang ada. Validasi yang berakibat penghapusan atau penambahan organisasi ditujukan pada peningkatan efektivitas dan kehandalan Kopassus serta ciri pasukan khusus. Kekuatan Kostrad diarahkan untuk pengembangan organisasi dengan pembentukan Divisi Infanteri baru. Pengembangan tersebut diarahkan untuk menjawab kebutuhan pembentukan Komando Kewilayahan Pertahanan yang menggambarkan keterpaduan ketiga matra (Tri Matra Terpadu). Struktur Kesatuan Infanteri Kostrad akan disusun ke dalam Yonif (Batalyon Infanteri) Linud, Yonif Raiders, Yonif Mobud dan Yonif Mekanis. Satuan-satuan Kostrad dikembangkan untuk dapat digelar di daerah-daerah operasi dengan karakteristik yang ada di Indonesia. Yonif reguler yang ada saat ini akan dikembangkan secara bertahap ke arah Yonif Mekanis guna menyesuaikan perkembangan global bidang militer (Revolution in Military Affairs) yang berpengaruh terhadap strategi perang dan strategi militer. Satuan Kavaleri Kostrad secara bertahap akan diperbarui dengan titik berat pengadaan Kendaraan Tempur yang dilengkapi dengan sistem senjata yang menjamin efektivitas serta daya gerak dan daya tembak.
Satuan Artileri Medan Kostrad secara bertahap diperbarui dengan mengutamakan sistem senjata Armed generasi baru untuk menggantikan sistem senjata generasi lama yang kurang layak pakai dan tidak efektif untuk dipertahankan atau digunakan dalam perang modern. Satuan Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) Kostrad, secara bertahap diperbarui dengan sistem senjata Arhanud generasi baru untuk menggantikan sistem senjata generasi lama yang kurang layak pakai dan tidak efektif lagi untuk digunakan dalam perang modern. Kemampuan Arhanud Kostrad dikembangkan dalam sistem keterpaduan (interoperability) dengan sistem pertahanan udara nasional maupun matra laut dan matra udara. Yon Zipur secara bertahap divalidasi dari satuan yang padat manusia menjadi padat teknologi.
Kekuatan Kewilayahan yang sudah ada tetap dipertahankan. Organisasi Komando Daerah Militer (Kodam) akan disesuaikan dengan perkembangan organisasi TNI yang pelaksanaannya secara fleksibel. Dalam rangka efektivitas pelaksanaan tugas, setiap Kodam akan dilengkapi masing-masing dengan 1 (satu) Brigade Infanteri (Brigif) dengan perkuatannya. Satuan-satuan Brigif Kodam dikembangkan sesuai kondisi geografi daerah yang menjadi daerah operasi satuan-satuan tersebut. Yonif Kodam yang ada, juga akan dikembangkan secara bertahap menjadi Yonif Mekanis terutama satuan-satuan yang berada di urban area, guna menyesuaikan perkembangan strategi perang secara global.
Batalyon Zeni Kodam secara bertahap divalidasi dari kondisi satuan yang padat manusia menjadi padat teknologi. Satuan-satuan Bantuan Administrasi (Banmin) Kodam secara bertahap ditata kembali dengan padat teknologi. Organisasi Kodam dilengkapi dengan unsur Penerbad (Penerbangan Angkatan Darat) untuk mendukung mobilitas. Satuan-satuan jajaran Komando Kewilayahan (Kowil) di tingkat Provinsi ditingkatkan minimal menjadi Korem. Penambahan Kowil baru atau pengembangan Kowil yang sudah ada dapat diselenggarakan didasarkan pada perkembangan daerah dengan tidak mengakibatkan penambahan jumlah personel baru. Pelaksanaannya, sebisa mungkin ditempuh melalui pergeseran personel yang ada pada wilayah Kodam yang bersangkutan.
Kekuatan Pendukung. Kekuatan pendukung terdiri atas Komando Pendidikan dan Latihan (Kodiklat), Badan Pelaksana Pusat (Balakpus), serta Pusat Kecabangan Fungsi (Puscabfung). Kodiklat di dalamnya terdapat 20 Pusat Pendidikan, 1 Pusat Latihan Tempur (Puslatpur), 1 Pusat Simulasi Tempur (Pussimpur), 1 Lembaga Kajian Teknologi dan 3 Pusat Kesenjataan. Balakpus, terdiri atas Lembaga Pendidikan Pusat (Lemdikpus) seperti Seskoad, Akmil dan Secapa. Puscabfung terdiri atas Pusat Polisi Militer (Puspom) dan 9 Direktorat, serta Pusfung terdiri atas 3 Pusat dan 6 Dinas. Arah rancang bangun kekuatan pendukung diarahkan:
Pertama, merampingkan organisasi dari padat manusia menjadi padat teknologi. Personel yang mengisi kesatuan-kesatuan tersebut jumlahnya tidak perlu besar namun lebih mengutamakan kualitas.
Kedua, Lembaga Pendidikan direvitalisasi untuk menjadi pusat keunggulan (center of excelence), sehingga benar-benar dapat melaksanakan fungsinya sebagai dapur untuk mencetak sumber daya manusia pertahanan yang berkualitas. Revitalisasi ditujukan pada tenaga pendidik, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Kesejahteraan dan karier tenaga pendidik yang ditugaskan di lembaga pendidikan, diperbaiki secara bertahap sampai pada tingkatan yang layak.
Ketiga, Satuan Penerbad dikembangkan untuk mencapai kekuatan yang mampu melayani Kodam-Kodam dengan kekuatan 1 Skuadron Komposit di tiap Kodam. Kekuatan Satuan Penerbad berintikan pada keunggulan heli terdiri atas Heli Serbu, Angkut, Intai/Komando dan Latih serta kemampuan pesawat sayap tetap sesuai kebutuhan.
Pengembangan Alutsista. Pengembangan materiil /Alutsista TNI AD secara bertahap diarahkan untuk memperbarui dengan Alutsista generasi baru, menggantikan Alutsista generasi lama yang tidak efektif untuk membangun daya tangkal. Materiil/Alutsista berupa senjata Infanteri, senjata Artileri, senjata Kavaleri, amunisi, Kendaraan Tempur (Ranpur), Pesawat udara, alat angkut air dan Materiil Zeni (Matzi) secara bertahap ditambah untuk memenuhi kebutuhan Tabel Organisasi dan Peralatan / Daftar Susunan Personel dan Peralatan (TOP/DSPP). Pengadaan senjata-senjata strategis pertahanan darat termasuk kendaraan tempur untuk memperbarui Satuan Kavaleri (Satkav), Yonif Mekanis serta Sat Armed dilaksanakan secara bertahap untuk mencapai kekuatan minimum essential force.
Pangkalan. Pangkalan berupa Kantor, Asrama dan Perumahan (khususnya satuan-satuan tempur) secara bertahap akan dilengkapi untuk dapat menjamin kesiapsiagaan.
Kekuatan TNI AL. KRI merupakan kekuatan vital terdepan pertahanan Indonesia untuk mengawal wilayah maritim NKRI dengan segala kepentingannya. Prioritas diarahkan untuk pengadaan Kapal Patroli cepat hingga mencapai keseimbangan kekuatan di tiap wilayah. Pengadaan Kapal selam secara bertahap mewujudkan kekuatan minimum essential force, khususnya dalam mengamankan jalur-jalur pelintasan (ALKI). Kekuatan KRI untuk memenuhi standar Minimum Essential Force (MEF) adalah 274 Kapal yang terdiri dari berbagai jenis. KRI disusun dalam 3 (tiga) kelompok kekuatan, yakni kekuatan Tempur Pemukul (striking force), Kekuatan Tempur Patroli (patroling force) dan Kekuatan Pendukung (supporting force).
Kekuatan Tempur Pemukul (Striking Force) diproyeksikan untuk mencapai kekuatan MEF dengan susunan Kapal Perusak Kawal, Kapal Perusak Kawal Rudal, Kapal Selam, Kapal Cepat Rudal, Kapal Cepat Torpedo, dan Kapal Buru Ranjau. Kekuatan Tempur Patroli (Patroling Force) diproyeksikan untuk mewujudkan kemampuan satuan-satuan operasional TNI AL dalam menyelenggarakan patroli dan pengamanan wilayah perairan Nusantara dengan Kapal Patroli dari berbagai jenis.
Kekuatan Tempur Pendukung (Supporting Force) secara bertahap akan ditingkatkan kemampuannya untuk mampu menyelenggarakan fungsinya yang terdiri atas Kapal Markas, Kapal Angkut Tank, Kapal Penyapu Ranjau, Kapal Angkut Serba Guna, Kapal Tanker, Kapal Tunda Samudera, Kapal Hidro Oseanografi, Kapal Bantuan Umum, Kapal Angkut Personel, dan Kapal Latih.
Pesawat Udara (Pesud) merupakan salah satu unsur kekuatan laut yang vital untuk penyelenggaraan fungsi pengendalian laut, penegakan hukum di laut, serta dukungan proteksi bagi kekuatan darat. Wilayah perairan Nusantara yang luasnya mencapai lebih dari 5.000 kilometer persegi membutuhkan 137 unit Pesud dari jenis sayap tetap dan sayap putar untuk memenuhi standar MEF. Pesud dengan kekuatan 137 unit tersebut diproyeksikan mampu melaksanakan patroli maritim dalam rangka fungsi pengendalian laut dan penegakan hukum di laut, serta sebagai sarana angkut terbatas dan untuk kebutuhan latihan.
Kekuatan Marinir merupakan salah satu andalan kekuatan laut Indonesia dalam penyelenggaraan operasi amfibi dan anti amfibi, serta tugas-tugas operasi lainnya. Kekuatan Marinir diproyeksikan untuk mampu digelar di wilayah-wilayah yang strategis, dan secara bertahap kekuatan Marinir terutama alutsistanya diperbarui dengan generasi baru untuk mengganti aset lama yang sudah tidak efektif lagi.
Pangkalan dan Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan). Berdasarkan fungsinya terdapat empat kategori Pangkalan yakni : Pangkalan Utama (Lantamal), Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) dan Detasemen Angkatan Laut (Denal). Pengembangan pangkalan dan Fasharkan disesuaikan dengan pengembangan organisasi TNI-AL. Khusus tentang pengembangan Fasharkan dilaksanakan secara bertahap dari padat manusia menjadi padat teknologi.
Kekuatan TNI AU. Kekuatan TNI AU dikembangkan dengan membangun kekuatan udara yang berdaya tangkal yang mampu memberikan perlindungan bagi matra darat dan laut. Dalam bidang organisasi, kekuatan operasional TNI AU dengan 2 (dua) Koopsau (Komando Operasi Angkatan Udara) belum menjadi kekuatan yang secara minimum dapat mengamankan wilayah udara NKRI. Dalam rangka MEF, sasaran pembangunan kekuatan TNI AU diarahkan untuk pengembangan organisasi Koopsau yang lebih rasional termasuk secara bertahap memperbarui pesawat-pesawat dan alutsistanya yang kebanyakan sudah jauh ketinggalan. Dalam hal ini, pesawat-pesawat tempur yang telah habis masa pakai diprioritaskan penggantiannya. Dalam bidang kemampuan, meningkatkan satuan buru sergap, satuan angkut, satuan radar dan satuan latih menjadi perhatian untuk ditingkatkan. Satuan buru sergap dibangun untuk mencapai 9 Skuadron Tempur yang terdiri dari pesawat-pesawat tempur yang berdaya sergap tinggi didukung dengan satuan pendukung yang handal.
Kekuatan Satuan Angkut TNI AU menjadi tumpuan dalam penyelenggaraan operasi militer yang bersifat Tri Matra. Kondisi satuan angkut TNI AU sangat jauh dari tuntutan kebutuhan, terutama karena aset yang ada sudah sangat tua. Pembangunan Satuan Angkut dilaksanakan dengan memaksimalkan pengadaan pesawat dan peralatan pendukungnya dari produksi dalam negeri.
Skuadron Heli dan Skuadron Latih dikembangkan untuk mencapai kekuatan di atas MEF. Pembangunan Skuadron Heli ditujukan untuk mengganti pesawat yang telah habis usia pakainya, dan secara bertahap sampai mencapai 4 Skuadron. Pengembangan Skuadron Latih diarahkan untuk dilengkapi dengan sistem simulasi, agar frekuensi penggunaan pesawat canggih dalam latihan dapat ditekan serendah mungkin. Fungsi skuadron Latih harus mampu menjamin kesiapan tempur personel TNI AU secara maksimal.
Satuan Radar yang meliputi radar titik, terminal dan wilayah ditingkatkan jarak capai (range coverage) sehingga seluruh wilayah Indonesia berada dalam cakupan efektif sistem radar yang digelar. Penambahan satuan radar baru diarahkan untuk digelar pada wilayah-wilayah yang belum ada satuan radarnya serta wilayah-wilayah yang mempunyai nilai strategis. Satuan radar dikembangkan melalui interkoneksi dengan sistem satelit, sehingga terwujud integrasi antara radar, pesawat, surveilance, kapal dan sistem roket yang dimiliki setiap Angkatan.
Pangkalan secara bertahap ditingkatkan guna mendukung operasional TNI AU dengan memproyeksikan pada Lanud (Pangkalan Udara) Induk. Pengembangan kemampuan Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional) dilaksanakan secara bertahap menjadi 4 (empat) Kosek (Komando Sektor) dengan memaksimalkan satuan-satuan radar yang berkemampuan tinggi, serta satuan Rudal dan satuan Meriam. Pengembangan kemampuan penangkis serangan udara (PSU) dilaksanakan dalam rangka mewujudkan strategi penangkalan yang mampu memberikan perlindungan secara maksimal terhadap wilayah Indonesia dari serangan udara lawan.
Kekuatan Pasukan Khas TNI AU (Paskhasau) tetap dipertahankan jumlahnya sebagai bagian dari Strategi Penangkalan. Pengorganisasian Paskhasau dalam 3 (tiga) Wing Paskhas untuk menjalankan fungsi sebagai Skuadron Paskhas, Flight Berdiri Sendiri, fungsi pendidikan, anti teror serta fungsi kawal protokol. Detasemen Bravo akan terus ditingkatkan kemampuannya, bersama-sama satuan anti teror matra lain yang menjadi andalan dalam menanggulangi ancaman terorisme.
Kemampuan Komando Pemeliharaan Materiil TNI AU (Koharmatau) bertumpu pada Depo-Depo Pemeliharaan, selanjutnya akan dikembangkan secara bertahap untuk beralih dari pola padat manusia ke pola padat teknologi. Fungsi Pendidikan yang diemban oleh Lembaga Pendidikan TNI AU, direvitalisasi sehingga menjadi pusat keunggulan (center of excelence) serta melaksanakan fungsinya sebagai dapur untuk mencetak sumber daya manusia pertahanan yang berkualitas. Sasaran revitalisasi ditujukan untuk kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, serta kesejahteraan dan karier tenaga pendidik yang ditugaskan di lembaga pendidikan.
Pertahanan Nirmiliter
Kekuatan pertahanan nirmiliter diwujudkan dalam Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang dirancang untuk menghadapi ancaman militer. Sedangkan untuk pertahanan nirmiliter dalam konteks pertahanan sipil (civil defence) dikembangkan oleh masing-masing departemen/Lembaga di luar pertahanan sesuai fungsi masing-masing.
Komponen Cadangan. Kekuatan Komponen Cadangan terdiri atas warga negara yang telah dilatih, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana serta wilayah negara yang telah dipersiapkan untuk menjadi pengganda Komponen Utama melalui mobilisasi. Sebagai pengganda, besar kekuatan Komponen Cadangan disesuaikan dengan kebutuhan tiap matra.
Pembentukan Komponen Cadangan diselenggarakan dengan memperhatikan hak-hak sipil serta kewajiban warga negara dalam pembelaan negara dan Pertahanan Negara sebagaimana diatur dengan undang-undang. Proses rekrutmen warga negara untuk menjadi Komponen Cadangan dilakukan secara selektif dengan mengutamakan faktor keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memperkuat Komponen Utama.
Mengingat Komponen Cadangan setelah dimobilisasi akan menjadi kombatan, maka selain keahlian dan keterampilan yang dimiliki, syarat-syarat untuk menjadi kombatan harus dipenuhi dalam proses perekrutan warga negara, antara lain persyaratan kesehatan dan kesamaptaan jasmani. Komponen Cadangan sebelum dimobilisasi menjadi rakyat terlatih dengan status tetap sebagai rakyat sipil biasa yang diperlakukan sama dengan rakyat lainnya.
Warga negara yang direkrut untuk menjadi Komponen Cadangan pengganda matra darat disesuaikan dengan fungsi dan tugas matra darat. Dalam rangka itu diprioritaskan pada bidang-bidang keahlian dan keterampilan seperti dokter, para medis, ahli kimia, montir/ahli kendaraan, ahli elektronika, dan ahli konstruksi.
Kebutuhan untuk pengganda matra laut, warga negara yang direkrut untuk menjadi Komponen Cadangan disesuaikan dengan fungsi dan tugas matra laut. Dalam rangka itu, rekrutmen diprioritaskan pada warga negara yang memiliki keahlian dan keterampilan seperti ahli navigasi/nakhoda, masinis kapal, ahli elektronika, dokter, para medis, ahli kimia, dan ahli konstruksi. Unsur-unsur keahlian tersebut direkrut beserta alat peralatan penunjang profesinya masing-masing yang dapat dimobilisasi. Embrio Komponen Cadangan untuk matra laut di antaranya dari unsur-unsur jajaran Bakorkamla (Badan Koordinasi Keamanan Laut).
Warga negara yang direkrut untuk menjadi Komponen Cadangan pengganda matra udara disesuaikan dengan fungsi dan tugas matra udara. Rekrutmen diprioritaskan pada warga negara yang memiliki keahlian dan keterampilan seperti pilot, ahli mesin pesawat udara, ahli elektronika, dokter dan para medis, ahli kimia, montir/ahli kendaraan, dan ahli konstruksi. Rekrutmen juga termasuk alat peralatan yang terkait profesinya masing-masing yang dapat dimobilisasi.
Komponen Cadangan bersifat lokal atau kedaerahan yang dibentuk, ditempatkan dan dibina berdasarkan daerah domisili yang bersangkutan. Sifat lokal Komponen Cadangan tersebut didasarkan pada pertimbangan efisiensi serta hak-hak perorangan dari warga negara yang terikat dengan profesi dan pekerjaannya masing-masing, serta masa bhakti Komponen Cadangan yang terbatas. Besarnya kekuatan Komponen Cadangan sampai dengan 20 tahun mendatang diproyeksikan untuk mencapai 160.000 personel yang dialokasikan untuk cadangan TNI AD cadangan TNI AL dan Cadangan TNI AU.
Selain unsur manusia, kekuatan Komponen Cadangan mencakup pula sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana. Unsur-unsur Komponen Cadangan tersebut adalah milik negara, badan swasta, atau perorangan termasuk para awaknya. Jumlah dan jenis unsur-unsur tersebut direkrut sebagai Komponen Cadangan didasarkan atas kebutuhan komponen pengganda. Rekrutmen Komponen Cadangan harus memenuhi persyaratan serta uji kelayakan sebagai alat peralatan dan alat utama sistem senjata.
Di bidang sumber daya alam, target sampai dengan 2029 adalah transformasi sumber daya alam dan sumber daya buatan untuk memenuhi logistik pertahanan terutama terwujudnya logistik wilayah di setiap daerah. Sedangkan untuk Sarana/Prasarana, target sampai dengan 2029 adalah terbinanya sarana/prasarana nirmiliter yang bernilai taktis dan strategis bagi pertahanan (defence related infrastructures) untuk setiap saat dapat dimobilisasi sebagai pengganda kekuatan komponen utama. Sarana dan prasarana dimaksud antara lain kapal laut dan pesawat komersial, gedung untuk gudang logistik, rumah sakit, bengkel otomotif, galangan kapal, hanggar pesawat, telekomunikasi, industri, dan lain-lain.
Pengorganisasi Komponen Cadangan sampai dengan tahun 2029 diarahkan untuk terwujudnya 1 (satu) batalyon Cadangan di tiap Kabupaten/Kota. Pelaksanaannya secara bertahap dimulai dari pembentukan 1 Kompi Cadangan di tiap Kodim pada tahap I, kemudian 2 Kompi pada Tahap II, dan 1 Batalyon pada tahap III. Pengisian struktur Komando di tiap Batalyon Cadangan dipegang oleh personel Kowil.
Komponen Pendukung. Kekuatan Komponen Pendukung berupa warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana serta wilayah negara yang telah dipersiapkan untuk didayagunakan menjadi pendukung Komponen Utama dan Komponen Cadangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan pertimbangan status sebagai pendukung Komponen Utama dan Komponen Cadangan. Maka seluruh sumber daya nasional dapat menjadi Komponen Pendukung.
Pembentukan Komponen Pendukung didasarkan atas hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara dan kepentingan pertahanan yang diselenggarakan dengan memperhatikan hak-hak sipil serta hak-hak kepemilikan masyarakat. Proses rekrutmen warga negara untuk menjadi Komponen Pendukung dilakukan secara sukarela dengan memperhatikan faktor keahlian dan keterampilan yang dimiliki untuk mendukung Komponen Utama dan Komponen Cadangan.
Warga negara yang menjadi Komponen Pendukung disusun dalam tiga kategori: rakyat terlatih, tenaga ahli dan tenaga profesi, serta warga negara lainnya. Rakyat terlatih terdiri atas unsur-unsur Kepolisian termasuk di antaranya Brimob, Menwa, Satpam, Hansip, tenaga SARNAS, Pramuka. Sedangkan Tenaga Ahli dan Profesi termasuk di antaranya, dokter, para medis, montir, ahli kimia, wartawan, dosen, guru, ustad, pendeta, pastor, peneliti, laboran, dan lain-lain.
Selain warga negara, kekuatan Komponen Pendukung juga mencakup industri nasional, serta sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana. Dalam rangka pertahanan negara, kekuatan industri nasional selain merupakan faktor ekonomi untuk kepentingan kesejahteraan, juga memiliki peran vital dalam mendorong industri pertahanan. Produk-produk industri nasional secara langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan.
Sarana dan prasarana nasional bernilai vital sebagai Komponen Pendukung, sehingga memerlukan penataan sejak dini di antaranya sarana radar sipil, jalan, pelabuhan, bandar udara, rumah sakit, pabrik, hanggar pesawat, galangan kapal, stasiun pengisian bahan bakar. Sarana dan prasarana tersebut dalam perancangannya perlu diintegrasikan dengan kepentingan pertahanan, sehingga pada waktu dibutuhkan dapat dengan mudah dialihfungsikan menjadi sarana dan prasarana pertahanan.
Target pembentukan Komponen Pendukung sampai dengan 20 tahun mendatang adalah, Pertama, terkoordinasinya Pembangunan Nasional di bidang sumber daya manusia dalam mewujudkan hak dan kewajiban setiap warga negara dalam pembelaan negara. Kedua, terkoordinasinya Pembangunan Nasional di bidang pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara seimbang untuk kesejahteraan dan pertahanan. Ketiga, terkoordinasinya Pembangunan Nasional di bidang industri nasional dan teknologi untuk mewujudkan kemandirian sarana pertahanan.
Standar Kesejahteraan Prajurit
Pembangunan kekuatan pertahanan diarahkan pada aspek kemampuan yakni TNI yang profesional. Untuk menjadi TNI yang profesional, syarat utama adalah dilatih dengan baik, diperlengkapi dengan baik dan dicukupi kebutuhannya. Prajurit yang under paid tidak akan pernah profesional. Prajurit yang tidak profesional bukan saja gagal dalam pencapaian tujuan (mission not accomplished) tetapi lebih dari itu akan menjadi sumber malapetaka.
Prajurit TNI seperti halnya prajurit-prajurit yang lain adalah kelompok masyarakat yang hak-hak sipilnya diambil secara paksa oleh negara untuk kepentingan negara, namun bila kesejahteraannya belum layak akan berakibat menghambat profesionalisme prajurit. Oleh karena itu, secara bertahap akan dilakukan langkah-langkah konkret untuk menetapkan standar kesejahteraan Prajurit yang layak dengan memperbaiki sistem penggajian, layanan kesehatan, perumahan dan jaminan hari tua.
Bagian Keempat
Kerja Sama Kegiatan di Bidang Pertahanan
Umum
Dalam rangka membangun kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan negara lain, ada tiga substansi yang menjadi sasaran sekaligus tahapan yang dikembangkan: membangun saling percaya (CBM), mencegah konflik (preventive diplomacy), dan bersama-sama mencari solusi terbaik secara win-win apabila terdapat atau terjadi perselisihan sehingga tidak berkembang menjadi konflik (conflict resolution). Dalam rangka itu ke depan, diplomasi pertahanan (defence diplomacy) semakin penting untuk dikembangkan. Indonesia dalam membangun kerja sama kegiatan di bidang pertahanan mengedepankan bentuk-bentuk kerja sama yang bersifat jangka panjang dengan negara-negara sesama anggota ASEAN dan para mitra lainnya seperti ASEAN + three, ASEAN + six dan yang tergabung dalam ARF.
Indonesia dalam membangun kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan negara lain dilaksanakan secara kenyal sesuai prinsip pertahanan yang dianut yakni defensif aktif. Namun demikian, dalam pelaksanaannya kerja sama kegiatan di bidang pertahanan harus melalui suatu perjanjian kerja sama (agreement atau atau nota kesepahaman - MoU) untuk memayungi setiap bentuk kegiatan operasional seperti mil-to-mil talks, latihan bersama antar Angkatan Bersenjata atau antar Angkatan kedua negara.
Fenomena global yang terjadi dewasa ini menunjukkan kecenderungan bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga menghadapi tantangan berupa bencana alam yang diperkirakan akan terus dialami di waktu-waktu mendatang, seperti tsunami, gempa bumi tektonik, bahaya banjir. Untuk menghadapi tantangan tersebut semakin membutuhkan keterlibatan unsur militer sebagai kekuatan yang paling siap untuk dikerahkan.
Pengalaman Indonesia dalam penanganan bencana gempa bumi dan tsunami di Nias dan Aceh pada bulan Desember 2004, serta bencana-bencana lainnya seperti di Yogya, Pangandaran, dan Bengkulu telah membawa implikasi terhadap model kerja sama militer antar negara dalam menyelenggarakan operasi kemanusiaan dan penanggulangan bencana alam (humanitarian assistance and disaster relief). Bagi Indonesia keterlibatan negara-negara baik anggota ASEAN maupun di luar ASEAN melalui pengiriman pasukan maupun logistik sangat dihargai oleh pemerintah dan bangsa Indonesia.
Sebaliknya, pada saat terjadi bencana alam yang menimpa negara lain, Indonesia juga mengambil peran aktif dengan mengirimkan bantuan baik berupa pasukan TNI, tenaga relawan dan logistik, seperti yang pernah dilakukan di Iran, Pakistan dan Filipina. Untuk menghadapi tugas-tugas serupa di masa mendatang baik yang bersifat domestik maupun bantuan ke negara lain, kemampuan pasukan TNI dipersiapkan secara khusus antara lain dalam bentuk pelatihan personel, penyusunan standing operating procedure (SOP), pengadaan Alutsista dan peralatan khusus lainnya, organisasi dan manajemen. Ke depan, kerja sama dengan negara-negara lain dalam konteks ini menjadi salah satu substansi yang dikembangkan Indonesia tidak hanya terbatas di kalangan ASEAN tetapi juga dalam lingkup lintas kawasan.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan di Kawasan Asia Tenggara
Dalam rangka mewujudkan kepentingan bersama yakni menyangkut stabilitas dan keamanan kawasan Asia Tenggara, Indonesia bersama-sama dengan semua negara anggota ASEAN memberdayakan wadah kolektif seperti ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM), untuk membicarakan berbagai isu keamanan kawasan serta isu-isu keamanan global yang berdampak terhadap kawasan. Indonesia mendorong pemberdayaan forum-forum ADMM sebagai wadah pejabat tinggi yang memberi efek penanganan isu-isu keamanan di kawasan Asia Tenggara. Indonesia juga memperjuangkan kepentingan kawasan dalam forum-forum antar bangsa yang lebih luas.
Implementasi dari kesungguhan Indonesia dalam mendorong pemberdayaan kebersamaan komunitas pertahanan ASEAN melalui ADMM Retreat pertama di Bali pada bulan Maret 2007 mendapat respons positif dari para Menteri Pertahanan ASEAN dan memperkuat kesepakatan sebelumnya yakni sebagai salah satu agenda tahunan para Menteri Pertahanan ASEAN. Meskipun ADMM Retreat bukan merupakan forum formal untuk membuat suatu komunike bersama, dari pertemuan di Bali tersebut, para Menteri Pertahanan ASEAN sepakat untuk meningkatkan kerja sama pertahanan dalam dua level: bilateral dan dalam kerangka ASEAN.
Pada lingkup bilateral, kerja sama kegiatan di bidang pertahanan diwujudkan dalam peningkatan kerja sama antar angkatan bersenjata (mil-to-mil) serta pertukaran siswa dan para perwira muda. Selain itu negara-negara anggota ASEAN berkewajiban meningkatkan kerja sama di bidang penanggulangan dampak bencana alam, kerja sama keamanan maritim, tugas pemeliharaan perdamaian (peace keeping), counter terrorism (CT), dan penanganan isu-isu keamanan bersama lainnya. Indonesia dalam pertemuan tersebut mendorong agar perwujudan masyarakat keamanan ASEAN (ASEAN Security Community- ASC), seperti yang telah disepakati pada Bali Concorde-II pada Oktober 2003, harus diletakkan pada konsep keamanan yang komprehensif yang mencakup ekonomi, sosial, lingkungan, dan aspek-aspek lainnya. ASC mendorong lebih mengedepankan perwujudan komitmen untuk membangun kerja sama pertahanan yang lebih konkret, praktis, dan nyata yang menyentuh permasalahan yang benar-benar dihadapi (ASEAN should move and advance towards more concrete, pratical, and tangible cooperative activities).
Pengamanan Selat Malaka. Sebagaimana dalam Buku Putih Pertahanan 2003, dinyatakan pentingnya kerja sama antar negara di kawasan dan di luar kawasan Asia Tenggara dalam memerangi kejahatan di Selat Malaka, telah dapat diwujudkan melalui kerja sama negara-negara pantai (litoral states). Dalam rangka itu, kegiatan patroli bersama yang dilaksanakan oleh Indonesia, Malaysia dan Singapura Malsindo Coordinated Patrol dan didukung oleh penginderaan dasa Eye on the Ski telah dapat menekan tingkat kejahatan sampai level paling rendah. Keberhasilan yang dicapai oleh tiga negara tersebut merupakan hasil keseriusan yang ditopang oleh kemampuan dalam menangani isu-isu keamanan bersama. Sejauh ini ada beberapa negara yang telah menyampaikan keinginannya untuk mengambil bagian dalam kegiatan pengamanan di Selat Malaka. Indonesia menyambut baik keinginan tersebut sebagai bentuk kepedulian yang patut dihargai. Indonesia memandang bahwa pelaksanaan pengamanan oleh negara-negara pantai di wilayah perairan Selat Malaka masih efektif untuk dilanjutkan dan belum memerlukan keterlibatan secara langsung dari kekuatan lain di luar kekuatan negara-negara pantai yang ada. Dalam pandangan Indonesia, partisipasi negara-negara lain tersebut dapat disalurkan ke dalam wujud pembangunan kemampuan (capacity buiding) untuk menjamin keberlanjutan pelaksanaan kegiatan dalam penanganan keamanan di Selat Malaka.
Dalam lingkup bilateral, penanganan keamanan perbatasan menjadi salah satu kepentingan nasional Indonesia dalam bidang pertahanan terutama dengan negara-negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Kerja sama pertahanan tersebut mencakup antara lain kegiatan dalam rangka penegasan batas wilayah negara, penanganan pelintas batas, penanganan permasalahan sosial ekonomi masyarakat perbatasan, dan penanganan kejahatan lintas negara di wilayah perbatasan.
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Thailand.
Hubungan dan kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Thailand telah berlangsung lama dan terjalin dalam suasana yang harmonis dan konstruktif. Kondisi yang kondusif tersebut disokong oleh kinerja hubungan diplomatik kedua negara yang sehat dan tetap terpelihara. Selama ini hubungan dan kerja sama kegiatan di bidang pertahanan ke dua negara berada pada level terbaik.
Kedua negara telah mengembangkan kerja sama kegiatan di bidang pertahanan yang saling membangun dalam berbagai bentuk. TNI dan Angkatan Bersenjata Kerajaan Thailand sejak lama telah menjalin kerja sama antara lain melalui latihan bersama, pendidikan, pertukaran informasi dan pertukaran kunjungan di tingkat pejabat tinggi pertahanan dan Angkatan Bersenjata. Khusus dalam penanganan isu terorisme internasional, dan kejahatan lintas negara, kerja sama pertahanan dengan Thailand di masa-masa mendatang penting untuk dikembangkan dan diwujudkan dalam bentuk yang lebih operasional.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Malaysia.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Malaysia telah berlangsung cukup lama sejak ditandatanganinya security arrangement pada tahun 1972. Pada tanggal 7 Mei 2002, Menteri Luar Negeri Indonesia, Dr. Hasan Wirayuda dan Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Seri Set Hamid Akbar menandatangani suatu perjanjian kerja sama bilateral yakni Agreement on Information Exchange and Establishment of Communication Procedures. Agreement tersebut memayungi kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dalam seperti pertukaran informasi dan intelijen.
Dalam pengaturan di bidang keamanan di wilayah perbatasan kedua negara, agreement yang ditantangani kedua negara pada tanggal 3 Desember 1982 sudah ditangguhkan karena tidak sesuai lagi. Pengaturan yang baru sedang dalam proses pembuatan untuk merevisi agreement yang lama. Sedangkan dalam tataran operasional, penanganan kegiatan pengamanan perbatasan bersama diselenggarakan dalam Komite Perbatasan (General Border Committee – GBC) untuk membahas isu-isu perbatasan kedua negara. Komite Perbatasan tersebut cukup efektif untuk membahas berbagai isu dan kegiatan bersama di wilayah perbatasan. Model-model kegiatan yang sudah ada seperti latihan bersama militer dalam wadah MALINDO maupun dalam bentuk kegiatan operasional dalam mengatasi gangguan keamanan terutama kejahatan lintas negara di wilayah perbatasan serta kerja sama pendidikan akan tetap dilanjutkan.
Ke depan, kerja sama bilateral bidang pertahanan dengan Malaysia perlu ditingkatkan pada bentuk-bentuk yang lebih konkret untuk penanganan terorisme, serta mengatasi berbagai tindak kejahatan lintas negara.
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Singapura.
Hubungan kerjasama pertahanan Indonesia-Singapura telah dirintis sejak lama melalui kunjungan para pejabat, serta pertukaran siswa, pendidikan dan latihan bersama antar angkatan bersenjata. Namun kerjasama tersebut belum dipayungi dengan suatu perjanjian yang bersifat mengikat seperti MoU.
Pada tingkat kebijakan, kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Singapura difasilitasi melalui Departemen Pertahanan RI-Mindef Singapore Policy Talks. Meskipun belum ada perjanjian yang memayungi, kerja sama antar Angkatan Bersenjata dalam bentuk latihan bersama antar matra terus berlangsung. Angkatan Darat kedua negara secara reguler melaksanakan latihan bersama dengan sandi SAFKAR-INDOPURA. Sedangkan latihan bersama antar Angkatan Laut dan Angkatan Udara ke dua negara masih berlanjut masing-masing dengan sandi EAGLE-INDOPURA dan ELANG-INDOPURA. Upaya untuk meningkatkan kerja sama pertahanan melalui DCA yang ditandangani di Tampak Siring pada 27 April 2007 antara Menteri Pertahanan Indonesia Juwono Sudarsono dengan Menteri Pertahanan Singapura Teo Chee Hean belum dapat diimplementasikan diantaranya karena adanya substansi yang belum dapat disepakati dalam Implementation Arrangement.
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Filipina.
Kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara Indonesia dengan Filipina telah berlangsung lebih dari 23 tahun. Kerjasama tersebut semakin konkrit setelah ditandatanganinya MOU mengenai pembentukan Komisi Bersama Indonesia – Philipina tahun 1993, dengan menghasilkan berbagai kesepakatan kerjasama pertahanan termasuk di bidang pendidikan. Interaksi antar masyarakat di Sulawesi Utara dengan penduduk Philipina Selatan merupakan suatu realita yang memberi kontribusi penting dalam peningkatan kerjasama sosio-politik termasuk di bidang pertahanan keamanan yang melembaga dalam wadah kerjasama Philindo. Wadah kerjasama Philindo yang secara operasional dilaksanakan dalam Joint Border Comittee Indonesia-Philipina (JBC) telah berlangsung cukup efektif melalui kegiatan seperti patroli perbatasan, komunikasi, pengaturan lintas batas dan inteljen.
Dalam penanganan terorisme, pertahanan kedua Negara telah menjalin kerja sama termasuk dalam penanganan kejahatan lintas negara yang melalui wilayah perbatasan kedua negara. Karakteristik geografi dan demografi yang relatif sama menjadikan tantangan keamanan kedua negara mempunyai kemiripan, dan menjadi modalitas dalam membangun kerja sama pertahanan yang lebih konkret di waktu-waktu mendatang. Kerja sama kedua negara dalam penanganan bencana alam Tsunami dan gempa bumi di Aceh dan Nias serta di bencana alam di Filipina semakin membuka jalan untuk mendekatkan angkatan bersenjata kedua negara.
Hubungan Indonesia - Filipina semakin erat dengan keterlibatan Indonesia dalam beberapa kali pengiriman personel militer yang bertugas sebagai pengawas internasional dalam masalah Moro. Dalam menghadapi isu terorisme dan kejahatan lintas negara lainnya, kerja sama pertahanan dengan Filipina penting untuk dikembangkan dan diwujudkan dalam bentuk yang lebih konkret.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Brunei
Perjanjian kerja sama pertahanan yang ditandatangani Menhan RI dan Menhan Brunei pada tanggal 10 April 2003 di Jakarta tentang Kerja sama Pertahanan (MoU on Defence Cooperation) masih dalam proses untuk ratifikasi, namun kegiatan-kegiatan kerja sama pertahanan ke dua negara pada setiap tahun berada pada level yang cukup signifikan. Kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara Indonesia dan Brunei berlangsung antara lain melalui kunjungan antar Pimpinan Departemen Pertahanan dan Angkatan Bersenjata, serta Latihan Bersama TNI - Angkatan Bersenjata Brunei.
Keterlibatan Angkatan Bersenjata dengan peralatan dan bantuan logistik Brunei Darussalam pada saat bencana alam Tsunami dan gempa bumi di Aceh dan Nias semakin memperkuat kerja sama pertahanan kedua negara. Kunjungan antar pejabat tinggi pertahanan kedua negara serta kerja sama dalam bidang pendidikan dan pelatihan akan menjadi wahana untuk lebih mempererat hubungan pertahanan kedua negara. Dalam bidang pendidikan, selama pihak Angkatan Bersenjata Brunei selalu mengirimkan perwiranya untuk mengikuti pendidikan Sesko.
Keterlibatan personel Angkatan Bersenjata Brunei bersama-sama dengan kontingen dari Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura yang tergabung dalam misi perdamaian AMM sejak bulan September 2005 sampai berakhirnya misi AMM setelah berlangsungnya Pilkada di Aceh merupakan salah satu bentuk kerjasama kegiatan di bidang pertahanan yang memberi efek positif bagi kedua Negara.
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Anggota ASEAN Lainnya.
Seperti yang dikemukakan dalam Buku Putih Pertahanan 2003, selain negara-negara yang disebutkan di atas, kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan negara-negara anggota ASEAN yang lain tetap penting. Melalui ASEAN Defence Ministrial Meeting hal-hal mengenai pertahanan dan keamanan kawasan dibicarakan.
Di sela-sela kegiatan ADMM, para Menteri Pertahanan ASEAN secara bilateral dapat membangun komunikasi dalam mewujudkan kerja sama kegiatan di bidang pertahanan. Kerja sama tersebut akan terus dilaksanakan dan dikembangkan di masa-masa mendatang sebagai wadah untuk menangani isu-isu keamanan bersama dalam mewujudkan stabilitas keamanan kawasan Asia Tenggara.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan di luar ASEAN
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Amerika Serikat
Amerika Serikat sebagai kekuatan global dengan jangkauan kebijakan luar negeri (foreign policy outreach) yang sangat luas sekaligus jangkauan kekuatan militer (military power outreach), niscaya memiliki peran yang menentukan dalam mempengaruhi perdamaian dunia dan stabilitas kawasan. Dalam konteks dinamika di kawasan Asia Pasifik, kepentingan nasional kedua negara memiliki banyak kesamaan yang dapat menjembatani untuk mewujudkan hubungan kemitraan strategis (strategic partnership) Indonesia-Amerika Serikat di masa-masa mendatang.
Seperti halnya Amerika Serikat, Indonesia memiliki komitmen yang kuat dalam mencegah dan memerangi terorisme internasional. Dalam konteks memerangi terorisme, kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dapat dikembangkan yang secara konkret melalui wadah mil-to-mil. Selain itu, hubungan pertahanan Indonesia yang cukup konstruktif dengan sejumlah negara menjadikan defence diplomacy Indonesia dapat menjadi salah satu modalitas dalam peningkatan strategic partnership Indonesia-AS khususnya dalam memfasilitasi setiap usaha resolusi konflik pada tataran global maupun di kawasan.
Dalam konteks pembangunan kapabilitas dan peningkatan profesionalisme TNI, Amerika Serikat dengan keunggulan teknologi militer terkemuka di dunia memberi kontribusi yang besar antara lain melalui kerja sama pendidikan dalam wadah IMET (International Military Education and Training), Foreign Military Sales (FMS), maupun dalam bentuk latihan antar matra kedua negara. Kerja sama di bidang pertahanan dan militer seperti tersebut penting artinya bagi pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia yang kuat dan profesional tidak saja untuk kepentingan Indonesia, tetapi juga untuk kepentingan keamanan kawasan.
Dalam tahun-tahun terakhir hubungan kerja sama pertahanan Indonesia-AS meningkat cukup signifikan, baik di bidang pendidikan dan latihan bersama antar Angkatan Bersenjata terutama Angkatan Laut kedua negara, maupun dalam bidang pengadaan Alutsista. Indonesia-United States Security Dialogue (IUSSD) yang dilaksanakan kedua negara merupakan forum yang sejak dibentuk hingga kini memberi kontribusi penting dalam membangun kerja sama pertahanan. Forum dialog tersebut memiliki nilai yang sangat strategis tidak saja bagi kedua negara, tetapi dalam lingkup yang lebih luas bermanfaat dalam menghadapi isu-isu keamanan global dan regional. Salah satu hasil dari IUSSD adalah pembentukan forum bilateral antar angkatan bersenjata yakni United States-Indonesia Bilateral Defence Dialogue (USIBDD). USIBDD tersebut semakin menunjukkan kinerjanya dari tahun ke tahun yang ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan yang disepakati kedua angkatan bersenjata yang terus meningkat setiap tahun baik dari segi jumlah kegiatan maupun bobotnya.
Beberapa kerja sama ke dua negara telah dipayungi dengan perjanjian yang ditandatangani kedua negara. Diantaranya, pengaturan (arrangement) tentang kehadiran dan penggunaan pesawat C-12A milik Angkatan Udara AS, nomor ekor 76-0158 yang ditandatangani di Jakarta tanggal 19 Februari 1987 hingga kini masih tetap efektif. Juga, beberapa MoU seperti yang ditantangani tanggal 30 Oktober 1989 tentang pengaturan status dan hak serta kewajiban tenaga pengajar asing melalui IMET, serta MoU tentang penghapusan materiel ex US MAP yang ditandatangani di Jakarta tanggal 10 Juni 1979.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Australia
Posisi Indonesia dan Australia sebagai tetangga terdekat mempunyai implikasi yang besar di bidang pertahanan. Dalam beberapa tahun terakhir kerja sama kegiatan di bidang pertahanan ke dua negara meningkat cukup signifikan terutama sejak tragedi tsunami dan gempa bentuk-bentuk yang lebih konkret.
Antara Indonesia dan Australia hubungan kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dipayungi dalam sejumlah kesepakatan yang berbentuk MoU, diantaranya MoU Concerning Stage 2 of Sioux Helikopter Project yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 1982, MoU Concerning the Provision of Three Additional Attack Class Patrol Boats yang ditandatangani di Jakarta tanggal 14 Desember 1983, MoU on Depot Level Maintenance Pacility for Nomad Juanda Phase I, tanggal 9 Nopember 1983, MoU Cencerning the Army Communication and Electronics Project (COMLEC) tanggal 9 Nopember 1984, serta MoU Concerning Long Term Attachment of a Survey Technical Officer to the Australian Army School of Military Survey, Bonegilla tanggal 14 Oktober 1985.
Dalam menjalin hubungan yang lebih konkret, kedua negara telah menyepakati suatu Perjanjian Kerangka Kerja sama Keamanan yang ditandatangani di Lombok pada tanggal 13 November 2006. Pada saat ini Indonesia sedang menindaklanjutinya untuk meratifikasi perjanjian tersebut sebagai dasar untuk penjabaran bentuk-bentuk kerja sama di masa mendatang.
Dalam waktu-waktu mendatang, kerja sama di bidang pertahanan dengan Australia diarahkan untuk dapat mengakomodir kepentingan nasional kedua negara, terutama dalam penanganan isu-isu keamanan bersama sebagai negara yang secara teritorial berbatasan langsung. Forum dialog Indonesia-Australia Defence Strategic Dialogue (IADSD) merupakan wadah strategis yang memfasilitasi kedua negara dalam bidang pertahanan. Forum dialog tersebut telah menunjukkan kinerjanya sebagai wadah yang cukup produktif serta efektif dalam mengomunikasikan kepentingan pertahanan dan merancang kerja sama kegiatan di bidang pertahanan kedua negara.
Kunjungan antar pejabat tinggi pertahanan dan Angkatan Bersenjata kedua negara dalam beberapa waktu terakhir berjalan cukup tinggi, membuktikan semakin eratnya kerja sama pertahanan kedua negara. Hal ini juga ditandai dengan semakin bervariasinya kerja sama antar Departemen Pertahanan dan antar Angkatan Bersenjata yang mencakup bidang penanggulangan terorisme, keamanan maritim, pendidikan dan latihan, penanggulangan dampak bencana alam serta manajemen pertahanan.
Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk memanfaatkan kerja sama tersebut dalam menangkal dan mengatasi isu-isu pertahanan dan keamanan yang dihadapi ke dua negara seperti terorisme internasional, penyelundupan manusia (people smuggling) dan bentuk-bentuk kejahatan lintas negara yang lain. Dari sisi geografis, Australia memiliki posisi strategis khususnya dalam usaha Indonesia mencegah dan mengatasi anasir-anasir separatisme Papua. Melalui kerja sama kegiatan di bidang pertahanan kedua negara dapat mengembangkan langkah-langkah konkret secara mutualistis untuk penanganan isu-isu pertahanan dan keamanan dalam kerangka kepentingan nasional masing-masing.
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Cina.
Normalisasi hubungan diplomatik RI-Cina tahun 1990, telah membawa banyak kemajuan dalam peningkatan kerja sama di berbagai bidang, termasuk bidang pertahanan. Cina sebagai salah satu major power di kawasan Asia Pasifik memiliki peran untuk bersama-sama dengan kekuatan kawasan lainnya mempromosikan stabilitas keamanan regional dan perdamaian dunia. Bagi Indonesia, hubungan dengan Cina didudukkan dalam kerangka politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia tetap mendukung Kebijakan Satu-Cina (One China Policy) yang menjadi landasan kerja sama dengan Cina.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan Indonesia-Cina diselenggarakan dalam konteks kepentingan nasional Indonesia untuk membangun kemampuan pertahanan serta penanganan isu-isu keamanan bersama ke dua Negara. Cina dalam kapasitasnya sebagai anggota ASEAN plus Three dan ASEAN plus Six sudah barang tentu mempunyai pertautan kepentingan dengan Indonesia. Indonesia dan Cina merupakan dua negara besar yang mempengaruhi keamanan regional. Melalui kerja sama pertahanan tersebut akan menjadi wadah untuk mengomunikasikan kepentingan nasional kedua negara terutama dalam menyamakan pandangan tentang isu-isu keamanan global dan regional, serta bersama-sama mendorong penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik. Seperti halnya hubungan pertahanan Indonesia dengan Negara-negara lain, kerja sama pertahanan Indonesia-Cina bukan untuk membentuk pakta pertahanan.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan India
Hubungan dan kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara Indonesia dan India berkembang dalam kerangka kesamaan pandang dan hubungan diplomatik yang harmonis sejak zaman perjuangan kemerdekaan dan hingga kini terpelihara dalam suasana yang konstruktif. Dalam memperjuangkan kawasan Asia Pasifik dan dunia yang merdeka dan damai, kerjasama bilateral Indonesia-India mencakup berbagai bidang termasuk bidang pertahanan.
Secara formal, kerjasama kegiatan di bidang pertahanan ke dua negara diwadahi dalam agreement yang ditandatangani di Jakarta tanggal 11 Januari 2001 yang berisi kegiatan-kegiatan kerjasama di bidang pertahanan. Agreement tersebut oleh Indonesia telah diratifikasi pada tanggal 29 Desember 2007 dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2006. Diharapkan dengan adanya payung kerjasama di bidang pertahanan tersebut, di waktu-waktu mendatang akan dapat dikembangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang lebih konkrit.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Korea Selatan
Korea Selatan telah menjadi salah satu mitra Indonesia dalam pembangunan kapabilitas pertahanan dan peningkatan profesionalitas parjurit TNI. Dalam kaitan tersebut Indonesia dan Korea Selatan telah menyepakati kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara lain melalui MoU dan Agrement di bidang Logistik, kerjasama industri serta barang dan jasa untuk kepentingan pertahanan.
Indonesia dan Korea Selatan juga sejak lama telah mengembangkan kerjasama pendidikan antara lain pertukaran perwira untuk mengikuti pendidikan pengembangan. Dalam beberapa tahun terakhir, pertukaran kunjungan pejabat tinggi pertahanan dan militer ke dua negara berlangsung cukup baik mengindikasikan hubungan pertahanan kedua negara yang semakin penting.
Kerja sama Kegiatan di bidang Pertahanan dengan Jepang.
Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki peran penting di kawasan Asia Pasifik. Kesepahaman pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang untuk meningkatkan dialog dan konsultasi bilateral tidak hanya pada bidang kerjasama ekonomi tetapi juga politik merupakan modalitas dalam membangun hubungan kerjasama kegiatan di bidang pertahanan ke dua negara.
Peran Jepang dalam pembangunan kapabilitas negara-negara pantai termasuk Indonesia dalam pengamanan Selat Malaka perlu terus dikembangkan di waktu-waktu mendatang. Indonesia menghargai dukungan pemerintah Jepang melalui bantuan untuk korban tsunami dan gempa bumi Aceh dan Nias serta di Yogya.
Kondisi alam Indonesia dan Jepang banyak memiliki kesamaan terutama dalam menghadapi dampak bencana alam gempa bumi. Dalam konteks ini kerjasama kegiatan di bidang pertahanan yang melibatkan angkatan bersenjata kedua negara dapat dikembangkan di waktu-waktu mendatang. Bidang-bidang kegiatan lain yang relevan dalam kerjasama pertahanan kedua negara adalah kerjasama intelijen, pelatihan teknis dan bantuan lain yang diperlukan dalam penanggulangan kejahatan internasional dan upaya memerangi terrorisme.
Dalam bidang pendidikan, program beasiswa Pemerintah Jepang sejak tahun 1998 mempunyai efek yang cukup positif bagi peningkatan profesionalitas TNI. Indonesia telah mengirimkan calon-calon terpilih untuk mengikuti pendidikan Taruna NDA Jepang. Hingga saat ini telah menghasilkan lulusan pendidikan Taruna sebanyak 19 perwira muda. Untuk program pasca sarjana di Jepang juga telah dimulai yang diikuti oleh perwira TNI. Sedangkan Angkatan Bersenjata Jepang juga mengirimkan perwira siswa ke Indonesia untuk mengikuti pendidikan di Seskoad dan Seskoal. Dalam bidang pengadaan barang dan Jasa, jepang merupakan salah satu negara yang memberi dukungan dukungan dengan fasilitas Kredit Ekspor (KE) dengan nilai kontrak yang cukup berarti.
Kerja sama Kegiatan di Bidang Pertahanan dengan Rusia.
Hubungan Indonesia-Rusia berlangsung dalam kerangka kepentingan nasional kedua negara. Rusia sebagai salah satu negara yang teknologi militernya cukup terkemuka di dunia memiliki posisi penting dalam pembangunan kemampuan pertahanan Indonesia. Kerja sama pertahanan dengan Rusia dilaksanakan dalam bidang pengadaan Alutsista. Teknologi militer Rusia merupakan salah satu alternatif karena prajurit TNI sejak lama telah mengenalnya produk-produk militer buatan Rusia, sehingga dengan mudahnya beradaptasi dengan produk-produk tersebut sasaran peningkatan profesionalitas dapat dengan mudah dikembangkan.
Sejak tahun 1996 kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara Indonesia dan Rusia diselenggarakan dalam bidang Alutsista, logistik dan bantuan teknik. Dalam mewujudkan kemandirian sarana pertahanan Rusia menjadi salah satu negara yang telah bersedia untuk membantu Indonesia dalam hal alih teknologi. MoU dan agreement yang sudah ditandatangi di Moscow pada 1 Desember 2006 yang mencakup asistensi dalam penerapan kerja sama Indonesia-Rusia di bidang teknologi militer dan perlindungan hak dalam bidang kerja sama teknologi militer dapat menjadi wadah untuk mengembangkan kerja sama yang lebih operasional di waktu mendatang.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Uni Eropa
Uni Eropa (UE) dengan anggota-anggota terdiri atas negara-negara yang pada umumnya memiliki teknologi militer yang cukup maju memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi keamanan global. Negara-negara berkembang seperti juga Indonesia memiliki hubungan kerja sama yang terjalin lama dengan negara-negara anggota UE.
Hubungan kerja sama di bidang pertahanan antara Indonesia dengan negara-negara anggota UE meliputi bidang pendidikan dan pembelian peralatan militer dan alih teknologi. Indonesia tetap memelihara hubungan kerja sama bidang pertahanan dengan beberapa negara anggota UE dan di waktu-waktu mendatang akan lebih diarahkan untuk kepentingan alih teknologi dan industri pertahanan.
Dalam kaitan tersebut Indonesia telah menandatangani MoU dan agreement dengan negara-negara yang memiliki keunggulan di bidang teknologi pertahanan. Negara-negara tersebut di antaranya Jerman, Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Spanyol dan beberapa negara Eropa Timur. Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dalam tahun-tahun mendatang lebih dikembangkan dalam lingkup persenjataan, alih teknologi pertahanan, termasuk peningkatan SDM.
Kerjasama Kegiatan Pertahanan di bidang Penanganan Bencana Alam
Fenomena global yang terjadi dewasa ini menunjukkan kecenderungan bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga menghadapi tantangan berupa bencana alam yang diperkirakan akan terus dialami di waktu-waktu mendatang, seperti tsunami, gempa bumi tektonik, bahaya banjir. Untuk menghadapi tantangan tersebut semakin membutuhkan keterlibatan unsur militer sebagai kekuatan yang paling siap untuk dikerahkan.
Pengalaman Indonesia dalam penanganan bencana gempa bumi dan tsunami di Nias dan Aceh pada bulan Desember 2004, serta bencana-bencana lainnya seperti di Yogya, Pangandaran, dan Bengkulu telah membawa implikasi terhadap model kerja sama militer antar negara dalam menyelenggarakan operasi kemanusiaan dan penanggulangan bencana alam (humanitarian assistance and disaster relief). Bagi Indonesia keterlibatan negara-negara baik anggota ASEAN maupun di luar ASEAN melalui pengiriman pasukan maupun logistik sangat dihargai oleh pemerintah dan bangsa Indonesia.
Sebaliknya, pada saat terjadi bencana alam yang menimpa negara lain, Indonesia juga mengambil peran aktif dengan mengirimkan bantuan baik berupa pasukan TNI, tenaga relawan dan logistik, seperti yang pernah dilakukan di Iran, Pakistan dan Filipina. Untuk menghadapi tugas-tugas serupa di masa mendatang baik yang bersifat domestik maupun bantuan ke negara lain, kemampuan pasukan TNI dipersiapkan secara khusus antara lain dalam bentuk pelatihan personel, penyusunan standing operating procedure (SOP), pengadaan Alutsista dan peralatan khusus lainnya, organisasi dan manajemen. Ke depan, kerja sama dengan negara-negara lain dalam konteks ini menjadi salah satu substansi yang dikembangkan Indonesia tidak hanya terbatas di kalangan ASEAN tetapi juga dalam lingkup lintas kawasan.
Tugas Perdamaian Dunia
Peran serta Indonesia dalam operasi pemeliharaan perdamaian (OPP) merupakan amanat UUD 1945 kepada pemerintah dan rakyat Indonesia untuk ikut aktif mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Keterlibatan Indonesia dalam membangun stabilitas dan perdamaian dunia diwujudkan melalui pengiriman pasukan perdamaian di bawah bendera PBB ke sejumlah negara di berbagai kawasan yang dilanda konflik.
Sejak keikutsertaan Indonesia pertama kali dalam kontingen PBB yakni di dalam tugas perdamaian di Mesir tahun 1957 (UNEF 1957), Indonesia terus mengambil bagian dalam memperkuat kontingen PBB untuk tugas-tugas pengawasan perdamaian, gencatan senjata, perlindungan keamanan dan keselamatan serta bantuan kemanusiaan. Berbagai operasi yang dilaksanakan oleh kontingen Indonesia di antaranya melaksanakan operasi untuk memelihara perdamaian (peace support operation), operasi pencegahan konflik (conflict prevention), menciptakan perdamaian (peace making), memperkuat perdamaian (peace enforcement), membangun perdamaian (peace building), evakuasi, dan operasi kemanusiaan atau operasi penanggulangan dampak bencana alam. Sampai saat ini Indonesia telah mengirimkan 43 Kontingen Garuda dengan total kekuatan mencapai 18.381 personel, ke lebih dari 20 negara yang tersebar di tiga benua, yakni Asia, Afrika dan Eropa. Seperti halnya Kontingen Garuda, Indonesia juga hingga kini telah mengirimkan sebanyak 47 Tim Pengamat Militer (Milobs) dengan total kekuatan 957 perwira ke berbagai negara.
Pasukan Indonesia yang masih bertugas hingga saat ini berada di Kizi - Kongo (MONUC), Milobs di Sierra Leone (UNAMSIL), Liberia (UNMIL), Georgia (UNOMIG), dan 1 Yon Mekanis UNIFIL di Lebanon. Pengiriman OPP di bawah bendera PBB menunjukkan komitmen kuat bangsa Indonesia sebagai bangsa merdeka yang cinta damai. Dari penugasan tersebut, Indonesia mencatat berbagai prestasi yang membanggakan dan mengharumkan nama bangsa Indonesia, sekaligus menumbuhkan kepercayaan masyarakat internasional serta meningkatkan citra Indonesia di mata internasional. Partisipasi Indonesia dalam OPP telah mengangkat posisi Indonesia dalam lingkup hubungan antar bangsa terutama dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia serta pengalaman tugas selama terlibat dalam tugas-tugas perdamaian dunia menuntut untuk terus membenahi kemampuan dan mempersiapkan secara prima pasukan TNI yang akan dilibatkan dalam tugas-tugas perdamaian dunia. Sejalan dengan itu, Indonesia telah melakukan beberapa langkah maju dengan membentuk suatu Pusat Misi Perdamaian dan Pengungsian (PMPP) yang berada di bawah Deplu serta Pusat Pemeliharaan Perdamaian Dunia (peace keeping center) di Mabes TNI. PMPP merupakan struktur di tingkat nasional yang bersifat multidepartemental dengan Menlu sebagai penasihat, dan anggotanya terdiri atas Dirjen Strahan Dephan, Deputy IV Menkopolhukam, Deplu Dirjen Multilateral Deplu dan Dirjen Anggaran Depkeu. Struktur organisasi PKC TNI juga sudah terbentuk dan berada dalam struktur Mabes TNI yang dipimpinan oleh seorang Perwira Tinggi. Pada tahap ini organisasi PKC sedang dilengkapi dengan unit-unit yang diperlukan agar dapat berfungsi secara efektif.
Organisasi-organisasi tersebut dibentuk sebagai upaya untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam rangka membangun kesiapan Indonesia dalam mengemban tugas-tugas perdamaian dunia di masa mendatang. Beberapa hal yang menjadi lingkup penanganan organisasi-organisasi tersebut antara lain merumuskan kejelasan tujuan operasi yang akan diemban, memfasilitasi proses pengambilan keputusan secara cepat dan tepat, perekrutan dan penyiapan pasukan (preparedness and readiness), serta penyiapan dukungan sumber daya yang diperlukan, di dalamnya termasuk yang terkait dengan penganggaran, serta penyiapan peranti lunak yang diperlukan baik untuk latihan maupun untuk digunakan di lapangan.
Bagian Kelima
Pembangunan Industri Pertahanan
Industri pertahanan merupakan salah satu komponen vital dari kemampuan pertahanan. Industri pertahanan yang kuat mempunyai dua efek utama, yakni efek langsung terhadap pembangunan kemampuan pertahanan, dan efek terhadap pembangunan ekonomi dan teknologi nasional. Dalam bidang pembangunan kemampuan pertahanan, Industri pertahanan yang kuat menjamin pasokan kebutuhan Alutsista dan sarana pertahanan secara berkelanjutan. Ketersediaan pasokan Alutsista secara berkelanjutan menjadi prasyarat mutlak bagi keleluasaan dan kepastian untuk menyusun rencana pembangunan kemampuan pertahanan dalam jangka panjang, tanpa adanya kekhawatiran akan faktor-faktor politik dan ekonomi seperti embargo atau restriksi. Industri pertahanan dapat memberi efek pertumbuhan ekonomi dan industri nasional, yakni ikut menggairahkan pertumbuhan industri nasional yang berskala internasional, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifikan, transfer teknologi yang dapat menggairahkan sektor penelitian dan pengembangan (research and development) sekaligus memenuhi kebutuhan sektor pendidikan nasional di bidang sains dan teknologi.
Menuju Kemandirian Sarana Pertahanan Melalui Industri Pertahanan Dalam Negeri
Indonesia selama ini memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap luar negeri di bidang teknologi pertahanan, sehingga sangat sulit untuk dapat menyusun rencana pembangunan pertahanan jangka panjang yang memiliki kepastian, karena sangat rentan terhadap faktor-faktor politik seperti restriksi dan embargo. Permasalahan lain yang muncul dari ketidakmandirian pengadaan sarana pertahanan adalah melemahnya kemampuan dan kesiapan penangkal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Di samping itu, kondisi demikian secara politik akan mengakibatkan Indonesia rentan terhadap tekanan politik yang dapat berakibat pada kemungkinan terkena embargo atau pembatasan-pembatasan terhadap peralatan tertentu yang menghambat pembangunan dan pemeliharaan sarana pertahanan.
Kemandirian pengembangan dan pengadaan sarana pertahanan secara mutlak 100 persen disadari tidak mungkin dilaksanakan. Bahkan tidak ada negara di dunia yang secara mutlak bersandar pada kemampuannya sendiri, selalu ada ketergantungan dari negara lain. Namun demikian adanya industri pertahanan yang mandiri tetap diakui manfaatnya dalam penyelenggaraan pertahanan yang efektif. Pemberdayaan industri strategis untuk kepentingan pertahanan nasional tidak berarti Indonesia ambil bagian dalam kegiatan perlombaan persenjataan, namun untuk mencapai kemandirian dalam pengadaan sarana pertahanan nasional untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara dalam rangka menjaga keutuhan wilayah dan integritas Indonesia.
Pembangunan industri pertahanan nasional merupakan hal yang vital dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana pertahanan yang mampu dioperasionalkan secara maksimal dalam penyelenggaraan pertahanan. Kebutuhan sarana pertahanan yang tergantung dari produksi luar negeri akan menimbulkan permasalahan dan mempengaruhi kemampuan dan kesiapan TNI dalam menjalankan tugas-tugas operasi di masa mendatang.
Menyikapi keadaan ini, maka sangat diperlukan pemberdayaan industri nasional untuk pengembangan dan penyedia sarana pertahanan nasional. Namun demikian perwujudan suatu industri pertahanan yang sesungguhnya tidak dapat dilaksanakan oleh sektor pertahanan secara sepihak tanpa keterlibatan sektor-sektor yang lain. Pemberdayaan industri nasional untuk pembangunan pertahanan memerlukan kerja sama di antara tiga pilar industri pertahanan yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perguruan Tinggi, Industri dan pihak Dephan/TNI, dengan dibentengi oleh kebijakan nasional yang jelas untuk menggunakan produk-produk hasil dari putra-putri terbaik bangsa.
Keputusan Presiden Nomor 59 tahun 1983, merupakan langkah awal pembangunan industri strategis termasuk industri pertahanan. Keppres tersebut membidani lahirnya PT IPTN (yang saat ini menjadi PT DI) yang kemudian membidangi industri pertahanan bidang kedirgantaraan, PT PAL yang membidangi industri kemaritiman, PT PINDAD yang membidangi persenjataan dan amunisi, PT DAHANA yang membidangi bahan peledak, dan PT LEN yang membidangi alat-alat elektronika dan komunikasi pertahanan. Sejauh ini industri strategis tersebut telah menghasilkan berbagai produk Alutsista bagi pembangunan kemampuan pertahanan. PT Pindad telah memproduksi senjata ringan, senjata berat, amunisi kaliber kecil, amunisi kaliber besar, amunisi khusus bahkan mampu memproduksi kendaraan tempur. PT PAL telah mampu memproduksi kapal-kapal jenis korvet, kapal patroli, landing platform dockship, tanker, serta dok pemeliharaan kapal perang. PT DI telah memproduksi pesawat transpor sayap tetap, helikopter, pesawat patroli maritim, pesawat pengintai, simulator pesawat, serta pemeliharaan dan perbaikan pesawat. PT LEN telah memproduksi sistem kendali peralatan militer, sistem deteksi, radar dan sonar serta peralatan komunikasi militer. Demikian pula PT Dahana telah memproduksi berbagai jenis bahan peledak.
Kiprah industri-industri strategis dimaksud mengalami pasang surut sehingga perlu pembenahan secara komprehensif menyangkut kebijakan, kemampuan sumber daya manusia serta dukungan anggaran yang memadai. Sebagai contoh, PT Texmaco, salah satu industri nasional yang memiliki kemampuan di bidang otomotif yang didukung oleh tenaga-tenaga terampil berkualitas internasional, telah mampu memproduksi kendaraan taktis untuk pertahanan, namun akhirnya hancur berantakan akibat salah-urus (mismanagement). Maka dari itu, pembenahan di berbagai bidang diharapkan akan meningkatkan kemampuan daya saing kualitas produk yang dihasilkan serta mendorong pemenuhan kebutuhan sarana pertahanan dalam negeri sehingga menciptakan kemandirian dalam pengembangan industri pertahanan.
Salah satu ciri kemandirian industri pertahanan adalah adanya framework hubungan kerja sama industri yang kokoh dan kuat serta didukung jaringan kemitraan yang luas. Sistem pengelompokan industri yang saling berkaitan secara intensif dan seirama baik sebagai industri vertikal maupun horizontal sangat diperlukan untuk menumbuhkan dan tetap menjaga kemampuan berkompetisi dengan industri lainnya.
Mewujudkan Industri Pertahanan Dalam Negeri
Upaya pengembangan industri pertahanan merupakan bagian dari penyelenggaraan pertahanan secara utuh, serta juga bagian dari pembangunan nasional secara menyeluruh. Konsep pengembangan industri pertahanan melibatkan seluruh unsur sebagai stakeholder yaitu pengguna, pihak yang memproduksi, perancang, penguji, peneliti yang kompeten serta perencana yang tepat dalam kerangka konsep Tiga Pilar Pelaku Industri Pertahanan. Konsep Tiga Pilar Pelaku Industri Pertahanan memadukan pengembangan industri pertahanan yakni antara Perguruan Tinggi dan Komunitas Litbang yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengkajian dan pengembangan Iptek pertahanan, Industri Strategis yang mendayagunakan Iptek, dan Dephan/TNI sebagai pengguna. Pengguna tidak hanya menerima dan menggunakan hasil produksi dari industri strategis tetapi terlibat juga dalam pengembangan desain sampai menghasilkan prototipe sesuai kebutuhan. Keterlibatan pengguna dalam hal ini diemban oleh badan-badan Litbang yang ada untuk terus meneliti dan mengembangkan Alutsista dan Sarana-Prasarana yang tepat untuk kebutuhan pertahanan Indonesia. Peran litbang sebagai jembatan antara pengguna dan industri sangat penting dalam mewujudkan kemandirian industri bidang pertahanan.
Departemen Pertahanan bertekad untuk mengembangkan industri pertahanan di bidang daya gerak, daya tempur, Pendukung K4I (Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer dan Informasi), dan Bekal termasuk pula penahapannya. Hal ini tertuang dalam kebijakan pembangunan industri pertahanan sebagai dasar hukum bagi perwujudan kemandirian pertahanan. Pengembangan industri pertahanan ini tidak berarti upaya pengembangan kekuatan persenjataan dalam rangka perlombaan persenjataan tetapi untuk lebih memberdayakan dan menggiatkan industri pertahanan dalam pengadaan senjata secara mandiri.
Kerja sama Dalam Pengembangan Industri Pertahanan
Sebagai penjabaran dari upaya pengembangan dimaksud telah dijajaki beberapa kerja sama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun luar negeri. Dengan luar negeri, misalnya dengan Jerman sedangkan beberapa negara lain juga sudah menyampaikan keinginannya untuk membantu Indonesia. Kerja sama pertahanan dengan kementrian Pertahanan Jerman akan dilaksanakan dalam bidang riset dan pengembangan teknologi pengayaan sumber-sumber energi, bahan baja dan aktivitas semikonduktor guna pengembangan kemampuan bahan peledak dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pembahasan kerja sama ini diikuti juga oleh industri pertahanan dan beberapa universitas yang lebih banyak diisi oleh diskusi kerja sama di bidang riset dan teknologi serta kunjungan ke laboratorium dan fasilitas industri pertahanan, kemungkinan pemberian beasiswa pendidikan yang diprioritaskan pada pengembangan sumber energi seperti bahan peledak yang risetnya direncanakan mulai dilaksanakan pada 2008. Untuk pengembangan sumber daya manusia akan juga diadakan program magang. Mereka akan dikirim ke beberapa fasilitas Pemerintah Jerman dalam bidang pengayaan energi dan litbang semi konduktor.
Kerja sama dengan pihak-pihak di dalam negeri juga terus dikembangkan. Kerja sama dengan pihak dalam negeri selain untuk kepentingan pertahanan, juga sebagai bentuk kontribusi pertahanan dalam menggairahkan kemampuan dalam negeri yakni dari segi pengembangan sains dan teknologi dalam negeri, perekonomian, perdagangan dan ketenagakerjaan.
Dalam rangka pengembangan industri pertahanan, Departemen Pertahanan akan menyusun kebijakan pembinaan teknologi dan industri pertahanan untuk memenuhi kebutuhan pertahanan negara. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, Departemen Pertahanan akan melibatkan pihak-pihak di dalam negeri meliputi perguruan tinggi, sektor swasta, maupun dengan Badan Usaha Milik Negara, BPPT, TNI atau lembaga lain yang memiliki kemampuan dalam bidang sains dan teknologi.
P E N U T U P
Buku Putih Pertahanan Republik Indonesia memuat kebijakan Pertahanan Republik Indonesia menjadi dasar serta arahan pengembangan dan pengelolaan pertahanan negara. Buku Putih Pertahanan ini juga merupakan pernyataan kebijakan pertahanan kepada publik tentang arah dan konsep kebijakan pertahanan negara Indonesia. Dalam lingkup nasional Kebijakan Pertahanan ini menjadi masukan dari aspek pertahanan bagi penyusunan kebijakan sektor nonpertahanan. Dalam lingkup internasional, Kebijakan Pertahanan ini merupakan salah satu sarana peningkatan Confidence Building Measures baik di kawasan regional maupun global.
di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org
DAFTAR ISI
P E N D A H U L U A N 1
LATAR BELAKANG PEMUTAKHIRAN BUKU PUTIH 1
ESENSI PEMUTAKHIRAN BUKU PUTIH 3
LINGKUNGAN KEAMANAN STRATEGIS INDONESIA 5
TINJAUAN UMUM 5
KONDISI KEAMANAN GLOBAL 9
Terorisme dan Pola Penanganannya 9
Isu Senjata Pemusnah Massal 10
Peningkatan Kebutuhan Energi Dunia Serta Dampaknya terhadap Keamanan 10
Isu Kejahatan Lintas Negara 11
Dampak Pemanasan Global 12
Bencana Alam 12
KONDISI KEAMANAN REGIONAL 13
Konflik Eksternal dan Internal 14
Keamanan Maritim 14
KONDISI KEAMANAN DALAM NEGERI 15
Nasional 15
Provinsial 21
Lokal 22
HAKEKAT DAN PENGGOLONGAN ANCAMAN 24
ANCAMAN MILITER 24
ANCAMAN NIRMILITER 27
KEPENTINGAN DAN SASARAN STRATEGIS PERTAHANAN NEGARA 34
KEPENTINGAN NASIONAL 34
KEPENTINGAN STRATEGIS PERTAHANAN INDONESIA 37
Kepentingan strategis yang bersifat Permanen 37
Kepentingan Strategis yang bersifat mendesak 38
Kepentingan Strategis di bidang Kerja sama Pertahanan 42
SASARAN STRATEGIS PERTAHANAN NEGARA 43
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menangkal segala bentuk ancaman dan gangguan yang membahayakan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan seluruh bangsa Indonesia. 44
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menghadapi Perang dari Agresi militer oleh negara asing. 45
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menanggulangi ancaman militer yang mengganggu eksistensi dan kepentingan NKRI. 45
Terselenggaranya pertahanan negara dalam menangani ancaman nirmiliter yang berimplikasi terhadap kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa Indonesia. 45
Terselenggaranya pertahanan negara untuk mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas regional. 46
KONSEPSI PERTAHANAN NEGARA 47
HAKIKAT PERTAHANAN NEGARA 47
TUJUAN PERTAHANAN NEGARA. 47
SISTEM PERTAHANAN NEGARA. 49
FUNGSI PERTAHANAN NEGARA 49
SPEKTRUM KONFLIK. 51
PUSAT GRAVITASI PERTAHANAN NEGARA 53
KEBIJAKAN STRATEGIS 59
PENYELENGGARAAN PERTAHANAN NEGARA 59
MENGHADAPI ANCAMAN MILITER 60
Menghadapi Agresi Militer 61
Lapis Diplomasi 62
Lapis Perlawanan Rakyat Tidak Bersenjata 63
Lapis Pertahanan Militer 63
Menghadapi Ancaman Militer Berbentuk Bukan Agresi 64
Mengatasi Gerakan Separatisme dan Pemberontakan Bersenjata. 65
MENGHADAPI ANCAMAN NIRMILITER 69
Menghadapi Ancaman Ideologi 70
Menghadapi Ancaman Politik 71
Menghadapi Ancaman Ekonomi 74
Menghadapi Ancaman Sosial Budaya 76
Menghadapi ancaman berbasis teknologi dan informasi 77
Menghadapi ancaman keselamatan umum 78
Menghadapi ancaman Kamtibmas 80
Menghadapi Ancaman Hukum 80
PERTAHANAN MILITER DALAM MENGHADAPI ANCAMAN NIRMILITER BERSIFAT LINTAS NEGARA. 81
PEMBANGUNAN BIDANG PERTAHANAN NEGARA 83
BAGIAN KESATU 83
GARIS BESAR PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 83
BIDANG PERTAHANAN NEGARA 83
Kondisi Umum Pertahanan Negara 83
Tantangan yang Dihadapi 84
Arah Pembangunan Jangka Panjang Bidang Pertahanan Negara. 87
BAGIAN KEDUA 91
REFORMASI PERTAHANAN NEGARA 91
BAGIAN KETIGA 97
PEMBANGUNAN POSTUR PERTAHANAN NEGARA 97
Kerangka Pokok Postur Pertahanan Negara 97
Pengorganisasian Kekuatan Pertahanan 97
Strategi Perancangan Postur Pertahanan Negara. 99
Pertahanan Militer 100
Pertahanan Nirmiliter 106
Standar Kesejahteraan Prajurit 110
BAGIAN KEEMPAT 111
KERJA SAMA KEGIATAN DI BIDANG PERTAHANAN 111
Umum 111
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan di Kawasan Asia Tenggara 112
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Thailand. 114
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Malaysia. 114
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Singapura. 115
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Filipina. 116
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Brunei 116
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Anggota ASEAN Lainnya. 117
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Amerika Serikat 117
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Australia 119
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Cina. 120
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan India 121
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Korea Selatan 121
Kerja sama Kegiatan di bidang Pertahanan dengan Jepang. 122
Kerja sama Kegiatan di Bidang Pertahanan dengan Rusia. 123
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Uni Eropa 123
Kerjasama Kegiatan Pertahanan di bidang Penanganan Bencana Alam 124
Tugas Perdamaian Dunia 125
BAGIAN KELIMA 129
PEMBANGUNAN INDUSTRI PERTAHANAN 129
Menuju Kemandirian Sarana Pertahanan Melalui Industri Pertahanan Dalam Negeri 129
Mewujudkan Industri Pertahanan Dalam Negeri 131
Kerja sama Dalam Pengembangan Industri Pertahanan 132
P E N U T U P 134
BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA
TAHUN 2008
P E N D A H U L U A N
Latar Belakang Pemutakhiran Buku Putih
Pada tahun 2003, untuk pertama kalinya sejak era Reformasi, Departemen Pertahanan meluncurkan Buku Putih Pertahanan “Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21”. Buku Putih tersebut telah menjadi media untuk mengomunikasikan kebijakan pemerintah Indonesia di bidang pertahanan negara kepada masyarakat baik domestik maupun internasional. Masyarakat pada umumnya memberikan tanggapan yang cukup positif dan menjadi salah satu referensi yang digunakan oleh berbagai kalangan.
Buku Putih tersebut juga banyak memberi kontribusi dalam rumusan materi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam lingkup domestik, Buku Putih tersebut banyak memberi kontribusi dalam memberi pencerahan kepada masyarakat tentang penyelenggaraan pertahanan negara dalam konteks demokrasi. Dalam konteks hubungan antar bangsa, Buku Putih tersebut menjadi media yang cukup efektif dalam membangun CBM (confidence building measures) dengan negara-negara lain baik pada tataran regional maupun supra regional. Singkatnya, keberadaan Buku Putih cukup efektif dan bermanfaat dalam mengomunikasikan kepentingan nasional di bidang pertahanan.
Setelah lebih dari empat tahun Buku Putih edisi pertama tersebut diluncurkan telah terjadi banyak perubahan. Pada bulan Oktober 2004 pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapat legitimasi dari rakyat Indonesia dan dunia internasional untuk memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam periode pemerintahan lima tahun, dari tahun 2004 sampai 2009. Bersamaan dengan itu Presiden membentuk Kabinet Indonesia Bersatu dan sejak itu kepemimpinan beserta berbagai kebijakan yang terkait termasuk Departemen Pertahanan untuk menyempurnakan sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis baik di tingkat global regional maupun nasional. Perubahan yang terjadi tersebut telah menghadirkan banyak perubahan dalam kebijakan dan arah penyelenggaraan pertahanan Indonesia. Sejalan dengan itu, penetapan RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) Indonesia 2005-2024, telah menghadirkan suatu perubahan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. RPJP tersebut memuat antara lain pokok-pokok pembangunan pertahanan jangka panjang 20 tahunan sampai dengan 2024. Perubahan tersebut mendorong perlunya melakukan pemutakhiran Buku Putih.
Perkembangan penting lain adalah reformasi pertahanan negara. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, banyak langkah konkret telah dilakukan, terutama di lingkup Departemen Pertahanan dan TNI. Materi Undang-Undang Nomor 34 tentang TNI tersebut, selain merupakan produk Reformasi yang disusun dalam suasana yang sangat kondusif dan dibahas secara terbuka, juga nampak sinergi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang mengatur TNI dalam kerangka negara hukum dan nilai-nilai demokrasi.
Kerja sama pertahanan menjadi salah substansi penting yang berkembang dalam kurun waktu empat tahun ini. Bencana Alam tsunami di Aceh dan Nias pada tanggal 26 Desember 2004 telah membawa perubahan yang besar dalam desain kerja sama pertahanan Indonesia. Kalau di masa lalu lingkup kerja sama pertahanan lebih berorientasi pada aspek-aspek militer yang bersifat tradisional seperti latihan bersama atau pendidikan bidang militer, ke depan akan lebih fleksibel dengan cakupan aspek-aspek nirmiliter di mana kekuatan militer dapat dilibatkan. Aspek-aspek nirmiliter dimaksud di antaranya dalam penanggulangan dampak bencana alam atau bantuan kemanusiaan yang memerlukan penanganan segera.
Perkembangan penting lain dalam kerja sama pertahanan terjadi dalam peningkatan hubungan dengan beberapa negara, baik dalam lingkup regional maupun dengan kekuatan utama dunia (major power) di luar kawasan. Dalam lingkup regional, kerja sama dalam pengamanan Selat Malaka serta perwujudan forum Pertemuan para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defence Ministrial Meeting). Berdasarkan salah satu dari 3 pilar ASEAN Security Community (ASC), kerja sama pertahanan dengan beberapa negara di luar kawasan Asia Tenggara terjadi pada beberapa negara dalam kerangka kemitraan strategis (strategic partnership). Selama empat tahun terakhir juga terjadi peningkatan kerja sama pertahanan dengan beberapa negara yang diwujudkan dengan penandatanganan perjanjian kerja sama pertahanan secara bilateral dan dialog pertahanan.
Esensi Pemutakhiran Buku Putih
Substansi pemutakhiran yang tertuang dalam edisi kali ini adalah kebijakan pertahanan dalam konteks perubahan yang berimplikasi terhadap penyelenggaraan fungsi pertahanan negara. Konteks perubahan dimaksud seperti yang diuraikan di atas, mencakup dinamika lingkungan strategis baik global, regional, maupun dalam konteks nasional, provinsial dan lokal.
Dinamika konteks global dan regional telah mempengaruhi proses perubahan yang merambah tidak saja dalam kehidupan masyarakat dalam lingkup nasional, namun sampai pada lingkup provinsial dan lokal. Upaya bangsa-bangsa untuk mewujudkan perdamaian dunia masih diperhadapkan pada isu-isu keamanan di beberapa kawasan baik yang berdimensi keamanan tradisional, maupun konflik internal yang berskala besar. Sebagai bagian dari komunitas internasional, bangsa Indonesia menyelenggarakan pertahanan negara dalam nuansa keterbukaan (transparansi) sebagai perwujudan dari prinsip Indonesia yang cinta damai dan hidup berdampingan secara harmoni dengan negara-negara lain. Dalam rangka mewujudkan komitmennya Indonesia secara aktif mengambil peran dalam mengusahakan perdamaian dunia antara lain dengan mengirimkan pasukan/kontingen ke beberapa wilayah konflik, serta aktif bersama-sama dengan negara-negara lain untuk mencari solusi terbaik dalam mencegah dan menangani isu-isu keamanan global dan regional.
Ciri dari era globalisasi adalah frekuensi interaksi antar negara yang makin intensif. Dalam konteks tersebut pelibatan pertahanan negara dalam hubungan antar negara akan lebih meningkat dari waktu-waktu sebelumnya. Esensi Buku Putih pertahanan negara adalah Kebijakan Pertahanan Indonesia dalam mengelola pertahanan negara serta pandangan bangsa Indonesia di bidang pertahanan dalam memosisikan diri dalam konteks global dan regional. Atas dasar itu, maka Buku Putih ini akan menjadi media yang sangat penting dalam membangun saling percaya dengan negara-negara di dunia, sekaligus memberikan arah dan pedoman bagi penyelenggaraan pertahanan.
Seiring dengan perkembangan penataan manajemen kehidupan kebangsaan dewasa ini, semakin disadari bahwa pertahanan negara adalah tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia yang menjelma dalam keterpaduan antara unsur militer dan nirmiliter. Kedua unsur ini berkolaborasi sesuai tugas dan fungsinya masing-masing berperan aktif dalam pengelolaan pertahanan negara. Pembangunan pertahanan militer dan nirmiliter dilaksanakan secara sinergi sehingga menghasilkan suatu kekuatan dan kemampuan pertahanan negara yang memiliki efek penangkalan dalam menjaga keutuhan dan integritas NKRI.
LINGKUNGAN KEAMANAN STRATEGIS INDONESIA
Tinjauan Umum
Posisi silang Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia serta Samudra Hindia dan Samudera Pasifik menempatkan wilayah Indonesia menjadi strategis dalam geopolitik negara-negara besar terutama yang menjadi kekuatan utama dunia. Di sisi lain, Indonesia dikelilingi oleh sejumlah negara yang memiliki perbedaan latar belakang budaya dan filosofi, platform politik serta tingkat kemajuan. Beberapa di antaranya adalah negara maju yang besar pengaruhnya serta memiliki keunggulan kekuatan militer dan ekonomi yang jauh lebih kuat daripada kekuatan yang dimiliki Indonesia. Selain negara-negara maju, Indonesia juga dikelilingi oleh negara-negara yang tingkat ekonomi dan kemajuannya setara atau berada di bawah kemampuan Indonesia. Interaksi antar negara yakni antar negara besar, antar negara maju dengan negara-negara berkembang, serta antar negara berkembang merupakan fakta yang tidak dapat dimungkiri sering menimbulkan implikasi-implikasi yang berdimensi politik, ekonomi dan keamanan. Dalam skala tertentu implikasi tersebut dapat berkembang menjadi suatu potensi ancaman bagi suatu negara.
Stabilitas keamanan lingkungan strategis menjadi bagian dari kepentingan nasional Indonesia. Indonesia berkepentingan untuk mencermati setiap perkembangan situasi baik yang mengancam kepentingan nasional Indonesia maupun yang mengancam perdamaian dunia dan stabilitas regional sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat. Indonesia juga menyadari bahwa keamanan nasional Indonesia menjadi bagian dari kepentingan strategis negara-negara lain. Karena itu penyelenggaraan fungsi pertahanan negara Indonesia diarahkan untuk mewujudkan stabilitas keamanan nasional yang kondusif bagi stabilitas regional dan global.
Terdapat sejumlah Kekuatan utama dunia (major powers) yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap kawasan Asia Pasifik, di antaranya Amerika Serikat, Cina, India, Jepang, Korea Selatan, Australia dan ASEAN sebagai suatu entitas dan Rusia, termasuk Uni Eropa sebagai suatu kekuatan kolektif yang terdiri atas negara-negara di Eropa Barat yang umumnya merupakan negara yang maju di bidang ekonomi, teknologi dan militer.
Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia yang kekuatan pertahanannya jauh di bawah kekuatan dari major power serta tidak berada dalam suatu pakta pertahanan, maka ketidakseimbangan kekuatan global menghadirkan suatu pemahaman akan potensi ancaman.
Pada tataran regional, pertahanan Indonesia pada saat ini juga bukan yang terkuat seperti yang dimiliki pada empat dasa warsa sebelumnya. Dari perimbangan PDB, anggaran pertahanan Indonesia di bawah dari negara-negara anggota ASEAN dan lebih tinggi hanya dibandingkan dengan Laos.
Namun demikian, konstelasi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas dan terbentang pada jalur pelintasan internasional terpadat, mengisyaratkan tantangan yang besar dan kompleks bagi pertahanan negara dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah. Ancaman yang dihadapi pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa semakin berkembang menjadi multidimensional baik fisik dan nonfisik serta berasal dari luar maupun dari dalam negeri.
Implikasi dari kondisi di mana Indonesia dikelilingi oleh negara-negara maju, menjadi beralasan untuk menempatkan ancaman militer berupa kemungkinan agresi militer serta ancaman nirmiliter yang berdimensi politik, ekonomi, sosial dan teknologi sebagai ancaman pertahanan yang perlu diperhitungkan di masa-masa mendatang. Dalam hal ini sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh kekuatan nasional harus dapat dibangun, pertama dan terutama untuk tujuan pangkalan, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi kemungkinan terburuk berupa ancaman nyata.
Dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2003 dinyatakan bahwa ancaman invasi atau agresi militer negara lain terhadap Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Perkiraan tersebut didasarkan atas kinerja diplomasi Indonesia yang mampu membangun kerja sama yang baik dengan negara-negara lain serta peran PBB dan masyarakat internasional yang dapat mencegah suatu negara menggunakan kekuatan bersenjatanya untuk menyerang Indonesia.
Mencermati perkembangan keamanan strategis Indonesia pasca 2003, pada saat ini dan dalam beberapa tahun mendatang belum menunjukkan adanya indikasi suatu ancaman nyata yang mengarah ke wilayah Indonesia. Namun demikian kondisi yang kondusif ini tidak lalu membuat Indonesia mengabaikan kesiapsiagaannya dalam membangun kemampuan bangsa untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hubungan antar bangsa tidak ada yang abadi. Kepentingan nasional setiap negara dapat berubah setiap saat seiring dengan perkembangan kepentingan itu sendiri, sehingga sektor pertahanan negara harus dapat dipersiapkan dengan memadukan kemampuan pertahanan militer dan nirmiliter untuk menangkal setiap kemungkinan ancaman serta apabila kondisi memaksa, mampu menghadapi segala perubahan situasi.
Dinamika interaksi masyarakat secara global selain juga berimplikasi terhadap tantangan keamanan nasional dengan mengemukanya isu-isu keamanan baru yang berdimensi kejahatan lintas negara. Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas kejahatan lintas negara menunjukkan angka yang cukup signifikan dan telah mengancam ketenangan dan kenyamanan hidup manusia. Bagi Indonesia kejahatan lintas negara menjadi salah satu tantangan pemerintah untuk menanggulangi secara serius dan dengan pendekatan multi fungsi, baik secara militer maupun nirmiliter.
Indonesia juga menempatkan isu-isu yang berdimensi nirmiliter dalam konteks pertahanan negara. Isu-isu yang berdimensi nirmiliter seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan informasi-teknologi dalam skala tertentu dapat berkembang menjadi isu-isu yang berdimensi pertahanan. Atas dasar itu, konsepsi pertahanan Indonesia juga dikembangkan untuk memberdayakan fungsi-fungsi nirmiliter dalam mewujudkan kondisi dalam negeri yang stabil dan harmoni yang memberi efek tangkal bagi setiap kemungkinan ancaman.
Kondisi Keamanan Global
Kondisi lingkungan strategis global pada abad ke 21 sangat dipengaruhi oleh globalisasi yang merambah semua aspek kehidupan manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang komunikasi dan informasi ikut mendinamisasi interaksi antar masyarakat dengan segala latar belakang dan kepentingannya.
Isu-isu global seperti penguatan nilai-nilai demokrasi, penegakan hak asasi manusia, dan lingkungan hidup masih menjadi agenda yang mengisi forum-forum internasional. Penanganan terhadap isu-isu global tersebut masih menjadi indikator yang mempengaruhi pola hubungan internasional, terutama hubungan antar negara baik dalam skala bilateral maupun yang lebih luas. Isu-isu tersebut bahkan sering pula dijadikan ukuran dalam membangun kerja sama pertahanan antar negara.
Implikasi dari perkembangan lingkungan global tersebut menghadirkan keberagaman permasalahan yang kompleks dan berakumulasi dalam kondisi ketidakpastian dengan derajat yang cukup tinggi.
Di bidang pertahanan dan keamanan kecenderungan perkembangan global mempengaruhi karakteristik ancaman dengan munculnya isu-isu keamanan baru yang memerlukan penanganan dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan integratif.
Terorisme dan Pola Penanganannya
Serangan teroris 11 September 2001 telah mengubah paradigma tentang keamanan global. Terorisme menjadi ancaman global yang sangat mengemuka. Sejak itu konsep-konsep keamanan di setiap negara mengalami perubahan secara mendasar dari konsep-konsep lama yang lebih mengedepankan pendekatan konvensional.
Respons global terhadap isu terorisme melalui penerapan pola pengamanan yang ketat di tempat-tempat umum telah menghadirkan suasana kewaspadaan (alert) yang tinggi. Kondisi tersebut ikut mengubah pola hidup masyarakat global yang lebih mementingkan keamanan (sense of security). Nuansa penanganan isu terorisme telah mempengaruhi hubungan antar negara dengan semakin menguatnya kerja sama di bidang pertahanan yang menempatkan penanganan isu terorisme sebagai agenda utama.
Di bidang strategi pertahanan, isu terorisme membawa beberapa implikasi. Pertama, terorisme merupakan ancaman nyata yang mengancam jiwa manusia dan mengancam seluruh negara. Kedua, sebagai ancaman nyata, isu terorisme menghadirkan ketidakpastian tentang kapan dan di mana aksi terorisme akan terjadi; sehingga menuntut kesiapsiagaan yang prima. Ketiga, penanganan terorisme mengoreksi konsep-konsep kerja sama pertahanan menjadi lebih intensif dan progresif. Keempat, penanganan terorisme dengan menggunakan kekuatan militer menjadi salah satu pilihan strategi pertahanan, sehingga harus ada aturan yang jelas agar tidak berbenturan dengan norma-norma demokrasi dan hak azasi manusia.
Isu Senjata Pemusnah Massal
Bersamaan dengan isu terorisme yang menjadi isu keamanan global, pengembangan dan penyebaran senjata pemusnah massal juga menjadi salah satu isu keamanan global yang utama. Pengembangan dan penyalahgunaan senjata pembunuh massal seperti senjata nuklir, biologi dan kimia secara tidak tepat dapat mengancam keamanan dunia dan menjadi malapetaka yang dahsyat bagi umat manusia dan lingkungan hidup.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat dan mengglobal membawa efek semakin mudah pula bagi manusia untuk menemukan formula-formula atau cara-cara untuk melakukan proliferasi senjata pemusnah massal. Dampak serius yakni malapetaka yang ditimbulkan oleh senjata pemusnah massal tersebut dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku aksi teroris internasional.
Posisi Indonesia menentang setiap usaha proliferasi senjata pemusnah massal. Komitmen Indonesia tersebut sejalan dengan posisi ASEAN untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara untuk menjadikan kawasan bebas nuklir (South East Nuclear Weapon Free Zone - SEANWFZ). Indonesia tidak akan mengembangkan senjata nuklir, tetapi hanya mengembangkan nuklir untuk maksud damai seperti pembangkit tenga nuklir serta berbagai isotop untuk keperluan medis.
Peningkatan Kebutuhan Energi Dunia Serta Dampaknya terhadap Keamanan
Energy security dalam dekade terakhir ini semakin mengemuka dan diperkirakan akan berdampak terhadap keamanan global dalam tahun-tahun mendatang. Kebutuhan masyarakat dunia akan energi minyak dan gas bumi yang terus meningkat, sementara ketersediaannya semakin terbatas berimplikasi secara politik, ekonomi, dan keamanan.
Kebangkitan ekonomi terutama negara-negara yang menjadi major power ikut mendorong meningkatnya kebutuhan energi secara global. Sifat energi minyak dan gas bumi yang tidak dapat diperbaharui, lambat laun akan semakin langka, sementara kebutuhan dunia terus meningkat. Kondisi yang demikian ini menyebabkan krisis energi di masa-masa mendatang akan semakin serius dan dapat menjadi sumber konflik antar negara. Meningkatnya ketergantungan energi dan terbatasnya sumber daya minyak dan gas telah mengakibatkan kenaikan harga minyak dan gas berada jauh di atas harga yang wajar. Harga minyak yang terus naik telah mengakibatkan kenaikan semua kebutuhan pokok manusia dan berdampak signifikan terhadap stabilitas perekonomian secara global.
Bagi negara-negara berkembang, implikasi kenaikan harga minyak terhadap stabilitas ekonomi menjadi masalah yang sangat serius. Hal tersebut disebabkan daya beli masyarakat yang rendah sehingga kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dapat mendorong gejolak sosial yang sulit dibendung. Terbatasnya sumber daya energi minyak juga dikuatirkan akan mendorong munculnya persaingan baru di berbagai kawasan yang dipicu oleh kebutuhan untuk mengamankan penguasaan sumber energi. Oleh karena itu Indonesia perlu secara serius mengembangkan energi yang dapat diperbaharui seperti energi sinar matahari, angin, ombak, geotermal dan bioenergi. Kesemuanya dilakukan dengan terencana tanpa merusak atau menggangu kelestarian lingkungan hidup.
Isu Kejahatan Lintas Negara
Kondisi keamanan global diwarnai oleh meningkatnya intensitas ancaman keamanan asimetris dalam bentuk kejahatan lintas negara. Aksi perompakan, penyelundupan senjata dan bahan peledak, penyelundupan wanita dan anak-anak, imigran gelap, pembalakan liar, dan pencurian ikan merupakan bentuk-bentuk kejahatan lintas negara yang paling menonjol.
Meningkatnya aksi kejahatan lintas negara tersebut telah mempengaruhi kebijakan keamanan global dan pertahanan negara-negara besar yang menempatkan isu-isu tersebut sebagai isu keamanan bersama (common security issues). Bagi Indonesia kejahatan lintas negara telah sangat merugikan kepentingan nasionalnya sehingga merupakan suatu prioritas untuk ditangani termasuk bekerja sama dengan berbagai negara sahabat.
Dampak Pemanasan Global
Salah satu fenomena baru yang dihadapi umat manusia di dunia adalah pemanasan global (global warming) yang terjadi karena efek rumah kaca akibat perusakan lingkungan hidup yang terus berlanjut dan emisi gas buang industri yang sulit dikendalikan. Pemanasan global tersebut telah mengakibatkan perubahan iklim secara ekstrem yang melanda hampir semua negara.
Perubahan musim yang tidak menentu, serta perusakan lingkungan hidup yang terus berlanjut membawa dampak serius terhadap kehidupan manusia, antara lain terjadinya kelaparan, kemiskinan, kelangkaan sumber daya air, gangguan kesehatan, serta menimbulkan bencana alam. Fenomena global tersebut apabila tidak dapat ditangani secara baik berdampak makin luas sehingga dapat menjadi isu keamanan yang serius dan melanda bangsa-bangsa di dunia. Indonesia sebagai negara Kepulauan terbesar didunia dengan puluhan ribu pulau-pulau besar dan kecil berpotensi mengalami kerugian yang sangat besar dari dampak pemanasan global.
Oleh karena itu Indonesia sangat giat untuk mengampanyekan berbagai upaya dalam menghadapi dampak pemanasan global. Indonesia memiliki pandangan untuk mengambil langkah-langkah bersama oleh seluruh negara dengan cara menerapkan Protokol Kyoto, serta menggiatkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Bencana Alam
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat telah membawa implikasi terhadap degradasi lingkungan hidup. Salah satu dampaknya berupa bencana alam yang melanda sejumlah negara yang menimbulkan kerusakan dahsyat terhadap infrastruktur dan harta benda serta menelan korban jiwa yang cukup besar. Posisi geografi dan geologi Indonesia yang terletak di cincin gunung api pertemuan sejumlah lapisan kerak bumi serta beriklim tropis, sangat rawan terhadap bencana alam berupa gempa vulkanik dan tektonik, banjir serta tanah longsor.
Negara-negara di dunia makin menyadari pentingnya kerja sama untuk mengatasi dampak bencana alam, dan menjadi agenda forum-forum internasional untuk dipecahkan bersama. Salah satu pendekatan yang dikembangkan secara internasional adalah pelibatan kekuatan militer untuk Operasi Militer Selain Perang dalam penanggulangan bencana alam (disaster relief operation).
Konsekuensi dari pelibatan kekuatan militer dalam bencana alam adalah mengemukanya kebutuhan tentang penerapan Standing Operating Procedure yang mengintegrasikan pertahanan militer dan nirmiliter baik dalam skala nasional maupun internasional. Dalam hal ini kolaborasi antara unsur militer dan nirmiliter tersebut (Civil-Military Cooperation) perlu dibangun. Bagi Indonesia konsep kolaborasi antara unsur militer dan nirmiliter tersebut telah lama diterapkan di Indonesia dalam penanganan bencana alam. TNI dalam melaksanakan tugas kemanusiaan dan penanganan dampak bencana alam menerapkan konsep kemanunggalan TNI-Rakyat untuk mampu melakukan tindakan tanggap darurat yang cepat dan efektif untuk mencegah dan mengurangi korban jiwa dan harta benda, serta secara bersamaan meningkatkan kemampuan aparat lainnya maupun kesadaran publik terhadap ancaman bencana alam.
Kondisi Keamanan Regional
Konflik atau krisis yang terjadi di beberapa negara dalam kawasan yang mengitari Indonesia telah membawa dampak terhadap stabilitas keamanan nasional Indonesia dan stabilitas regional. Meskipun secara geografi beberapa di antaranya terjadi jauh dari wilayah Indonesia, namun membawa dampak terhadap Indonesia baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kawasan Asia Tenggara juga masih terdapat beberapa negara tertentu yang situasi keamanannya pasang surut, bahkan secara geografi berbatasan dengan Indonesia sehingga berdampak signifikan terhadap Indonesia.
Perkembangan regional mempunyai interelasi dengan perkembangan lingkungan strategis global. Isu-isu global seperti digambarkan sebelumnya juga terjadi pada tataran regional. Selain isu-isu global, kondisi regional juga diwarnai oleh isu-isu keamanan sebagai implikasi dari persaingan yang berdimensi politik-militer.
Secara umum, isu kawasan yang menonjol adalah konflik antar negara yang disebabkan oleh benturan kepentingan nasional. Isu kawasan yang gradasinya cukup tinggi adalah isu keamanan dalam negeri yang berbasis etno-religius, serta konflik vertikal yang berbasis separatisme.
Konflik Eksternal dan Internal
Salah satu isu keamanan regional yang masih mengemuka adalah konflik antar negara yang berkaitan dengan klaim teritorial. Isu yang menonjol antara lain perselisihan wilayah Kashmir antara India-Pakistan, kasus Cina-Taiwan, klaim tumpang tindih perbatasan di kawasan Laut Cina Selatan antara Cina dengan beberapa negara di Kawasan Asia Tenggara serta masalah di Semenanjung Korea.
Selain potensi konflik antar negara, isu menonjol lain adalah konflik dalam negeri yang berdimensi vertikal dan horizontal yang masih terjadi di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Di antaranya separatisme, konflik ethno-religius, serta radikalisme yang anarkis. Indonesia berada dalam kawasan yang sama dengan negara-negara yang terlibat konflik tersebut dapat terkena limbah konflik (spill-over) seperti gelombang pengungsian, peredaran senjata gelap, dan sebagainya.
Keamanan Maritim
Keamanan maritim adalah salah satu isu keamanan kawasan yang menonjol yang mendapat perhatian di abad 21. Fungsi wilayah maritim yang makin strategis dalam kepentingan negara-negara di dunia mendorong upaya untuk meningkatkan pengamanannya.
Di Kawasan Asia Tenggara, wilayah Selat Malaka menjadi fokus masyarakat internasional, karena lalu lintas transportasi perdagangan dunia, paling padat melalui Selat Malaka. Posisi strategis Selat Malaka telah mendorong keinginan negara-negara major power untuk ikut berperan langsung dalam pengamanan Selat Malaka. Bagi Indonesia pengamanan langsung Selat Malaka hak kedaulatan negara pesisir (littoral sate) yaitu Malaysia, Singapura, dan Indonesia). Namun demikian, kepentingan dan partisipasi negara lain yang berkepentingan (stake holder) dipahami dan dapat diakomodasikan dalam alat peralatan, pendidikan dan latihan.
Bagi Indonesia yang secara geografi terdiri atas kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.504 buah yang berada di antara Benua Asia dan Australia serta Samudera Hindia dan Pasifik di satu sisi mempunyai posisi strategis sekaligus tantangan besar dalam mengamankannya. Sesuai UNCLOS 1982 (United Nations Convention On The Law Of The Sea), Indonesia memiliki tiga ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) atau SLOC (Sea Lane of Communication) dan beberapa choke points yang strategis bagi kepentingan global seperti di Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makasar. Peran kawasan Pasifik di abad 21 semakin meningkat sebagaimana sering disebut sebagai abad Pasifik, maka keberadaan SLOC dan choke points tersebut akan semakin penting pula bagi kepentingan global. Menyikapi peran kawasan Pasifik tersebut, dengan posisi Indonesia di pelintasan utama ke kawasan Pasifik, maka pengamanan ALKI serta seluruh chokepoints tersebut merupakan agenda strategis bagi kepentingan nasional Indonesia serta masyarakat internasional. Pengamanan ALKI dan seluruh chokepoints dimungkinkan melalui pembangunan kekuatan pertahanan termasuk kekuatan TNI yang kuat dan diperlengkapi dengan Alutsista yang modern.
Kondisi Keamanan Dalam Negeri
Wilayah Indonesia dengan karakteristik sebagai kepulauan terbesar di dunia yang didiami oleh lebih dari 300 suku bangsa membentuk kondisi yang sangat majemuk. Kondisi yang heterogen tersebut berimplikasi pula terhadap kategorisasi isu-isu keamanan sesuai besarannya (magnitude) untuk dikelompokkan dalam isu keamanan yang berskala nasional, provinsial atau lokal.
Nasional
Indonesia dengan wilayah yang sangat luas serta terdiri atas pulau-pulau menuntut adanya strategi pertahanan negara yang tepat untuk mengamankan wilayah tersebut. Karakteristik geografi yang tersusun dari gugusan kepulauan yang terletak di posisi silang, dengan sumber daya alam yang beraneka ragam, serta demografi yang majemuk mengandung tantangan yang multi dimensi. Tugas untuk melindungi dan mengamankan Indonesia dengan karakteristik yang demikian mengisyaratkan tantangan yang kompleks dan berimplikasi pada tuntutan pembangunan dan pengelolaan sistem pertahanan negara untuk menghasilkan daya tangkal yang handal.
Dalam bidang pertahanan, terdapat sejumlah isu yang menonjol, di antaranya:
Isu Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terdepan.
Indonesia masih mempunyai sejumlah persoalan batas wilayah baik perbatasan darat maupun maritim yang hingga kini belum selesai. Permasalahan-permasalahan tersebut berhubungan langsung dengan kedaulatan negara yang harus ditangani secara serius oleh pemerintah antara lain melalui pendayagunaan fungsi pertahanan baik fungsi pertahanan militer maupun air militer secara terintegrasi guna mencapai hasil yang maksimal.
Isu-isu pulau-pulau kecil terdepan cukup beragam dan kompleks, di antaranya menyangkut eksistensi, status kepemilikan, konversi lingkungan, pengamanan dan pengawasannya. Eksistensi pulau-pulau kecil terdepan sangat vital dalam penentuan batas wilayah Indonesia. Pulau-pulau kecil terdepan berfungsi sebagai titik pangkal penarikan batas wilayah NKRI yang harus dijaga dan dilindungi. Dalam hal klaim kepemilikan atas pulau-pulau tersebut ada dua hal mendasar yang harus dilaksanakan, yakni kehadiran secara fisik serta pengelolaan pulau-pulau tersebut. Dua hal tersebut harus terus diselenggarakan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Konservasi lingkungan penting untuk dikembangkan pemerintah. Kegiatan konservasi akan memelihara keberadaan dan kesinambungan hayati di pulau-pulau kecil terdepan. Kegiatan konservasi lingkungan di pulau-pulau kecil terdepan merupakan domain departemen atau lembaga nondepartemen yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan pengelolaan lainnya. Dalam bidang pengamanan harus dapat menjamin agar pulau-pulau kecil terdepan tidak diperjualbelikan atau di status guna kelola secara tidak sah kepada pihak atau warga negara asing. Dari beberapa kasus ditemukan beberapa pulau kecil yang dikelola oleh perorangan bahkan ada yang dikelola oleh pihak asing. Praktek-praktek pulau-pulau kecil harus ditangani secara sungguh-sungguh sehingga tidak jatuh ke tangan asing yang dapat menyulitkan posisi Indonesia di kemudian hari. Pengawasan pulau-pulau kecil terdepan sangat penting untuk menjamin keberadaan dan status pengelolaan pulau-pulau kecil terdepan tersebut. Kegiatan pengawasan juga memberi manfaat untuk mencegah pulau-pulau tersebut tidak dijadikan sebagai tempat kegiatan ilegal seperti kejahatan lintas negara.
Separatisme.
Gerakan separatis masih menjadi isu keamanan dalam negeri, baik dalam bentuk gerakan separatis politik maupun gerakan separatis bersenjata. Masih terdapat pihak-pihak yang berkeinginan untuk memisahkan diri dari NKRI dengan mengeksploitasi kelemahan penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Separatisme merupakan salah satu bentuk ancaman sekaligus yang menghambat Indonesia untuk menjadi salah satu tantangan keamanan nasional Indonesia. Di Indonesia, bibit-bibit separatisme cukup banyak dan terdapat di beberapa daerah. Akar masalah timbulnya separatisme di Indonesia terletak pada hak-hak politik, hak ekonomi dan distribusi keadilan yang tidak merata. Gerakan separatis masih menjadi isu keamanan dalam negeri, baik dalam bentuk gerakan separatis politik maupun gerakan separatis bersenjata. Masih terdapat pihak-pihak yang berkeinginan untuk memisahkan diri dari NKRI dengan mengeksploitasi kelemahan penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
Bangsa Indonesia menyadari dan memiliki komitmen bahwa berada dalam wadah NKRI merupakan keputusan politik yang tepat dan final. Sesuai amanat Undang-Undang, pertahanan negara berfungsi untuk menjamin keutuhan wilayah NKRI. Dengan demikian penanganan isu separatis menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam menjamin keutuhan wilayah NKRI. Upaya untuk mencegah dan mengatasi ancaman separatisme bukan tugas Departemen Pertahanan dan TNI semata, tetapi tugas semua Departemen dan Lembaga termasuk segenap lapisan masyarakat.
Ancaman separatisme seperti diuraikan di atas berakar pada faktor-faktor nirmiliter, sehingga pula harus dihadapi dengan pendekatan nirmiliter. Muara dari pendekatan nirmiliter adalah bagaimana membawa seluruh warga negara Indonesia merasa nyaman tinggal di negaranya sendiri, sehingga bibit-bibit separatisme tidak berkembang. Rasa kebanggaan rakyat Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dalam wadah NKRI dan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika harus terus ditanamkan dan dikembangkan. Untuk itu, unsur nirmiliter memiliki peran vital dalam mendinamisasi pembangunan di seluruh daerah agar hak politik, hak ekonomi dan distribusi keadilan dapat diwujudkan secara merata dan meningkat.
Penyelesaian damai di Aceh. Dalam Buku Putih Pertahanan 2003, langkah-langkah untuk menyelesaikan persoalan di Aceh digambarkan secara komprehensif. Langkah-langkah tersebut seluruhnya telah dilaksanakan dan membuahkan hasil yang sangat fenomenal untuk membuka lembaran baru bagi Aceh yang lebih cerah. Pemerintah dan masyarakat di Nangroe Aceh Darussalam secara bermartabat telah mampu menyelesaikan permasalahan di Aceh secara damai dengan pendekatan dialogis yang melibatkan semua pihak dan dalam wadah NKRI. Proses pembauran antara eks GAM dan warga lainnya di bumi Aceh sudah mulai berjalan. Pemerintah bersungguh-sungguh untuk mewujudkan kondisi Aceh yang stabil, aman dan demokratis dalam wadah NKRI. Kesungguhan pemerintah tersebut telah ditunjukkan dalam hak-hak politik yang diberikan seluas-luasnya kepada seluruh warga Aceh tanpa ada perbedaan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Khusus di Aceh tahun 2006, nuansa pemerintahan yang demokratis telah dapat diwujudkan di provinsi NAD melalui pemilihan umum Gubernur, Kepala Daerah dan Walikota yang sangat demokratis dan menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di seluruh Indonesia. Keberhasilan menyelesaikan persoalan di Aceh merupakan prestasi Indonesia secara menyeluruh dan menjadi modalitas dalam menyelesaikan persoalan-persoalan serupa di wilayah Indonesia lainnya. Kondisi yang sudah membaik ini akan terus dikawal bersama dan menjadi modalitas dalam membangun masyarakat Aceh yang sejahtera, aman dan berkeadilan. Bangsa Indonesia juga menghargai upaya masyarakat internasional yang secara tulus membantu proses penyelesaian damai di Aceh.
Terorisme.
Bagi Indonesia, ancaman terorisme telah menjadi ancaman nyata. Sejak peristiwa pembajakan pesawat Garuda Indonesia Woyla dalam penerbangan dari Jakarta ke Bangkok pada tahun 1980, Indonesia mengalami beberapa kali aksi terorisme. Setelah itu sejak tahun 2000 telah terjadi sejumlah peristiwa aksi terorisme, bahkan Indonesia menjadi salah satu negara yang menderita korban aksi terorisme secara berturut-turut dalam skala besar yaitu Bom Bali I (2002), Bom Hotel Marriott (2003), Bom Kedutaan Australia di Jakarta (2004) dan Bom Bali II (2005). Didasari bahwa upaya untuk dapat menumpas terorisme harus pula dilihat dari akar permasalahannya, yang menurut pengalaman Indonesia berupa kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Disadari pula adanya masalah lain seperti ideologi kekerasan dari kelompok teroris.
Dari hal-hal tersebut, maka penanggulangan terorisme juga merupakan bagian dari upaya menyeluruh dalam perang melawan ketidakamanan (War on Insecurity) yang multidimensi dengan cakupan mengatasi kemiskinan, kerusakan lingkungan, penyakit pandemi, kebodohan, keterasingan dan lain-lain. Bagi Indonesia aksi terorisme selain merupakan kejahatan kriminal luar biasa dan kejahatan terhadap kemanusiaan, juga merupakan ancaman terhadap Keamanan Nasional. Dalam hal ini terorisme merupakan ancaman yang harus dihadapi oleh seluruh elemen bangsa tidak saja oleh Polisi dan Militer, tetapi juga oleh Tenaga Pendidik bahkan Ulama dan tokoh-tokoh agama dengan mengambil peran seperti memberikan pencerahan akan arti yang benar dari ayat-ayat kitab suci.
Dari berbagai kasus terorisme juga terlihat karakter bahwa subyek maupun obyek terorisme bersifat internasional sekaligus domestik (Intermestik) maka Indonesia menjalin kerja sama secara bilateral maupun multilateral untuk menangani masalah terorisme. Untuk memberi payung hukum dalam penanggulangan ancaman terorisme, Indonesia telah menetapkan undang-undang mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Penerapan undang-Undang tersebut cukup efektif dan memberi efek tangkal yang besar. Sejalan dengan itu, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat juga telah meratifikasi dua konvensi internasional mengenai pemberantasan terorisme. Kedua konvensi yang diratifikasi tersebut adalah Konvensi Internasional Pemberantasan Pemboman oleh Terorisme Tahun 1997 (International Convention for the Suppression of Terrorist Bombings 1997) dan Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme Tahun 1999 (International Convention of the Suppression of the Financing of Terrorism 1999).
Konflik Komunal.
Dalam Buku Putih Pertahanan tahun 2003, dinyatakan bahwa heterogenitas bangsa Indonesia dalam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) mengandung kerawanan dan berpeluang menimbulkan konflik komunal. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami beberapa konflik komunal yang menimbulkan korban. Konflik komunal merupakan tantangan yang harus dicegah dan dipecahkan melalui pendekatan-pendekatan yang rasional dalam usaha membangun nasionalisme serta persatuan dan kesatuan bangsa.
Pemerintah telah berupaya mengatasi konflik-konflik tersebut dengan memadukan segala kemampuan sumber daya yang ada. Saat ini konflik tersebut telah dapat teratasi dengan baik terbukti dengan terciptanya keharmonisan dan stabilitas di masyarakat. Langkah-langkah rehabilitasi sosial dan pembangunan kembali infra struktur terus dilaksanakan oleh Pemerintah. Kondisi yang harmonis dan kondusif ini diupayakan untuk terus dipelihara dan dipertahankan dengan pembinaan terus menerus unsur-unsur di masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam penciptaan kondisi yang menunjang stabilitas keamanan di daerah.
Radikalisme yang anarkis.
Penanganan isu-isu global secara unilateral atau tidak seimbang sering menjadi pendorong bangkitnya gerakan radikalisme. Gerakan radikalisme selalu mengganggu stabilitas keamanan sehingga perlu penanganan secara serius sesuai hukum tanpa diskriminasi. Gerakan radikal berpotensi mengganggu kepentingan publik baik masyarakat domestik maupun internasional, oleh karena itu penanganannya sangat mendesak. Apabila penanganannya tidak serius maka hal tersebut tidak saja merugikan citra bangsa Indonesia tetapi juga dapat menjadi pintu masuk kekuatan asing dengan dalih intervensi kemanusiaan.
Dinamika politik.
Berbagai dinamika dan perubahan politik yang berkembang pada era Reformasi banyak mengalami perubahan dan cenderung mengarah kepada kondisi ketidakpastian yang semakin tinggi. Demokrasi yang berkembang seluas-luasnya belum diikuti dengan pengetahuan, kesiapan dan kedewasaan masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi tersebut. Nuansa kebebasan yang ditandai dengan kran-kran politik yang semakin terbuka lebar cenderung berkembang ke arah kebebasan tanpa batas.
Disadari bahwa sistem pemerintahan demokrasi merupakan sistem yang terbaik, namun demikian demokrasi tidak senantiasa identik dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu sistem demokrasi yang dipilih rakyat Indonesia harus diisi dengan pemerintahan yang baik (good governance) berdasarkan sejumlah prinsip diantaranya transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Belajar dari berbagai negara yang berhasil pada era globalisasi, maka merupakan keniscayaan bagi Indonesia untuk tetap memegang teguh penegakan hak azasi manusia, lingkungan hidup, kesetaraan jender, kebijakan nondiskriminatif, kebebasan beragama dan pengusaan teknologi berdasarkan ilmu pengetahuan. Penggunaan prinsip-prinsip di atas diharapkan mampu digunakan untuk mengelola secara baik dinamika politik termasuk isu-isu yang berdimensi pertahanan negara.
Provinsial
Otonomi daerah merupakan kebijakan Pemerintah yang diarahkan untuk percepatan dan pembangunan di daerah. Penerapan secara serentak dan menyeluruh tidak diikuti dengan kesiapan daerah sehingga menimbulkan sejumlah isu antara lain terkait isu otonomi khusus, ketimpangan pembangunan di luar Pulau Jawa dan tata ruang wilayah.
Sejak pemberlakuan otonomi daerah, sejumlah daerah berusaha menuntut Pemerintah Pusat untuk memberikan status otonomi khusus. Status tersebut cenderung diinterpretasikan sebagai hak untuk mengurus wilayah sendiri yang menyentuh bidang-bidang pemerintahan, hukum, agama bahkan termasuk keamanan. Tuntutan tersebut apabila tidak dapat dikelola secara tepat dapat berkembang menjadi potensi konflik vertikal yang berdampak pada persatuan dan kesatuan bangsa.
Pembangunan Nasional masih terkonsentrasi di Pulau Jawa sementara daerah-daerah di luar Jawa mengalami ketimpangan yang cukup jauh. Akibatnya Pulau Jawa menjadi sasaran urbanisasi dalam jumlah besar yang tidak diimbangi dengan daya tampung dan tata ruang Pulau Jawa. Kondisi tersebut ikut menambah ketimpangan pembangunan di daerah-daerah dan pada skala tertentu dapat menjadi isu stabilitas nasional.
Isu lain yang juga cukup menonjol adalah mengenai tata ruang wilayah. Penataan ruang wilayah yang diterapkan dalam pembagian kawasan-kawasan pembangunan mengandung potensi permasalahan yang kompleks. Mengingat isu tata ruang terkait dengan ruang hidup dan kegiatan masyarakat serta bersifat lintas instansi niscaya memerlukan penanganan yang seksama untuk dapat mempertemukan semua kepentingan tanpa menimbulkan implikasi terhadap stabilitas nasional.
Lokal
Pada tingkat lokal, gejala globalisasi semakin terasa dan telah menjangkau masyarakat yang berdomisili di pelosok. Kondisi tersebut telah mendorong terjadinya mobilitas penduduk baik secara fisik yakni melalui migrasi penduduk dari suatu daerah ke daerah lain, maupun dalam wujud komunikasi antar masyarakat yang makin mudah dengan memanfaatkan sarana komunikasi dan informasi yang makin menjangkau rakyat biasa dan bersifat ramah bagi pengguna. Perkembangan ini mendorong berlangsungnya pertukaran nilai secara serta-merta yang sulit dibendung dan cenderung mempercepat berkembangnya pola hidup modern dengan ciri kehidupan yang bebas dan praktis yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai lokal.
Hal lain yang juga menonjol adalah timbulnya penguatan identitas lokal sebagai respons masyarakat dalam menyikapi pemberlakuan Otonomi Daerah. Penguatan identitas lokal banyak dimunculkan dalam kemasan isu putra daerah, hak adat dan hak ulayat. Kondisi yang berkembang seperti ini sangat kontraproduktif dengan prinsip bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Penguatan identitas lokal yang tidak terkelola dengan baik berpotensi menyulut konflik-konflik horizontal yang berdimensi SARA (suku, agama, ras dan antar golongan dan antar kepentingan).
Tantangan yang tidak kalah signifikan adalah permasalahan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan ketidakadilan. Dalam konteks pertahanan, aspek ini berdimensi pertahanan nirmiliter yang memerlukan penanganan dengan pendekatan multi sektoral dan integratif.
Bencana alam selain menjadi tantangan yang berskala nasional, juga memiliki dimensi lokal. Departemen dan lembaga teknis pemerintah, lembaga-lembaga riset maupun perguruan tinggi termasuk sumber dari luar negeri memetakan bahwa hampir semua daerah di Indonesia rawan terhadap bencana alam dengan bentuk yang bervariasi, seperti tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, kelangkaan sumber daya air, dan kebakaran hutan.
HAKEKAT DAN PENGGOLONGAN ANCAMAN
Persepsi Indonesia tentang ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan baik dari luar maupun dari dalam negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan bangsa. Berdasarkan sifat ancaman, maka hakikat ancaman digolongkan ke dalam ancaman militer dan ancaman nirmiliter.
Ancaman Militer
Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berupa agresi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal.
Agresi suatu negara yang dikategorikan mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa Indonesia mempunyai bentuk-bentuk mulai dari yang berskala paling besar sampai yang terendah. Invasi, merupakan bentuk agresi yang berskala paling besar dengan menggunakan kekuatan militer bersenjata yang dikerahkan untuk menyerang dan menduduki wilayah Indonesia. Invasi berlangsung secara eskalatif, mulai dari kondisi politik yang terus memburuk, diikuti dengan persiapan-persiapan kekuatan militer dari negara yang akan melakukan invasi. Untuk menghindari ancaman invasi memerlukan langkah-langkah diplomatik yang efektif agar dapat mencegah terjadinya perang.
Agresi juga dapat berupa bombardemen yakni penggunaan senjata dalam bentuk lain, blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara atau seluruh wilayah negara, dan dapat pula berbentuk serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut dan udara. Di samping bentuk-bentuk agresi seperti diuraikan di atas, terdapat pula beberapa bentuk lain agresi. Keberadaan atau tindakan unsur kekuatan bersenjata asing dalam wilayah NKRI yang bertentangan dengan ketentuan atau perjanjian yang telah disepakati merupakan salah satu bentuk agresi yang mengancam kedaulatan negara dan keselamatan bangsa. Tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh negara lain untuk melakukan agresi atau invasi terhadap NKRI digolongkan ke dalam ancaman agresi. Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah NKRI adalah pelanggaran kedaulatan negara yang dikategorikan sebagai bentuk agresi suatu negara.
Bentuk lain dari ancaman militer yang peluang terjadinya cukup tinggi adalah tindakan pelanggaran wilayah Indonesia oleh negara lain. Konsekuensi Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas dan terbuka berpotensi terjadinya pelanggaran wilayah.
Ancaman militer dapat pula terjadi dalam bentuk pemberontakan bersenjata. Pemberontakan tersebut pada dasarnya merupakan ancaman yang timbul dan dilakukan oleh pihak-pihak tertentu di dalam negeri. Tetapi pemberontakan bersenjata tidak jarang disokong oleh kekuatan asing baik secara terbuka maupun secara tertutup atau tersamar.
Pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Indonesia yang sah merupakan bentuk ancaman militer yang dapat merongrong kewibawaan negara dan jalannya roda pemerintahan. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia pernah mengalami sejumlah aksi pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh gerakan radikal seperti DI/TII, PRRI, Permesta, Kahar Muzakar serta G30S/PKI. Dari sejumlah aksi pemberontakan bersenjata tersebut tidak hanya mengancam pemerintahan yang sah tetapi juga mengancam tegaknya NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pemberontakan bersenjata sebagai bentuk ancaman terhadap NKRI dalam beberapa dekade terakhir telah berkembang dalam bentuk gerakan separatisme yang pola perkembangannya seperti api dalam sekam. Gerakan radikal di masa lalu, serta sisa-sisa G30S/PKI berhasil melakukan regenerasi dan telah bermetamorfosa ke dalam berbagai bentuk organisasi kemasyarakatan dengan memanfaatkan euforia Reformasi untuk masuk ke segala lini dan elemen nasional. Kecenderungan tersebut memerlukan kecermatan dengan membangun suatu kewaspadaan nasional dari seluruh komponen bangsa Indonesia untuk mengikuti perkembangan regenerasi dan metamorfosa kelompok-kelompok yang diuraikan di atas.
Indonesia memiliki sejumlah obyek vital nasional dan instalasi strategis yang rawan terhadap aksi sabotase, sehingga harus dilindungi. Aksi-aksi sabotase tersebut didukung dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak lawan untuk merancang ancaman, sehingga memiliki intensitas yang lebih tinggi dan kompleks. Fungsi pertahanan negara ditujukan untuk memberi perlindungan terhadap obyek-obyek vital nasional dan instalasi strategis dari setiap kemungkinan aksi sabotase dengan mempertinggi kewaspadaan yang didukung oleh teknologi yang mampu mendeteksi dan mencegah secara dini.
Pada abad modern kegiatan spionase dilakukan oleh agen-agen rahasia dalam mencari dan mendapatkan rahasia pertahanan negara dari negara lain. Kegiatan spionase dilakukan secara tertutup dengan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tidak mudah untuk dideteksi. Kegiatan tersebut merupakan bentuk ancaman militer yang memerlukan penanganan secara khusus dengan pendekatan kontra spionase untuk melindungi kepentingan pertahanan dari kebocoran yang akan dimanfaatkan oleh pihak lawan.
Aksi teror bersenjata merupakan bentuk kegiatan terorisme yang mengancam keselamatan bangsa dengan menebarkan rasa ketakutan yang mendalam serta menimbulkan korban tanpa mengenal rasa perikemanusiaan. Sasaran aksi teror bersenjata dapat menimpa siapa saja, sehingga sulit diprediksi dan ditangani dengan cara-cara biasa. Perkembangan aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris pada dekade terakhir meningkat cukup pesat dengan mengikuti perkembangan politik, lingkungan strategis dan Iptek.
Sejak terorisme internasional berkembang menjadi ancaman global, aksi teror bersenjata yang berskala lokal ikut pula mengadopsi pola dan metode terorisme internasional, atau bahkan berkolaborasi dengan jaringan-jaringan teroris internasional yang ada. Dari sejumlah aksi teror yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan adanya hubungan dengan jaringan teroris internasional terutama jaringan teroris yang beroperasi di wilayah Asia Tenggara. Kondisi masyarakat dengan latar belakang pendidikan dan kemampuan ekonomi rendah menjadi incaran para tokoh terorisme untuk memperluas jaringan dengan membangun kader-kader baru.
Gangguan keamanan di laut dan udara merupakan bentuk ancaman militer yang mengganggu stabilitas keamanan wilayah yurisdiksi nasional Indonesia. Kondisi geografi Indonesia dengan wilayah perairan serta wilayah udara Indonesia yang terbentang pada pelintasan transportasi dunia yang padat baik transportasi maritim maupun dirgantara, berimplikasi terhadap tingginya potensi gangguan ancaman keamanan laut dan udara.
Bentuk-bentuk gangguan keamanan di laut dan udara yang mendapat prioritas perhatian dalam penyelenggaraan pertahanan negara meliputi pembajakan atau perompakan, penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak atau bahan lain yang dapat membahayakan keselamatan bangsa, penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian kekayaan di laut termasuk pencemaran lingkungan.
Konflik komunal pada dasarnya merupakan gangguan keamanan dalam negeri yang terjadi antar kelompok masyarakat. Dalam skala yang besar konflik komunal dapat membahayakan keselamatan bangsa, sehingga tidak dapat ditangani dengan cara-cara biasa dengan mengedepankan pendekatan penegakan hukum belaka dan ditujukan untuk mencegah merebaknya konflik yang dapat mengakibatkan risiko yang lebih besar.
Ancaman nirmiliter
Ancaman nirmiliter pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor nirmiliter yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman nirmiliter dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi, dan sosial serta informasi dan teknologi.
Ancaman berdimensi Ideologi. Meskipun sistem politik internasional telah mengalami perubahan terutama dengan keruntuhan Uni Soviet sehingga paham komunis semakin tidak populer lagi, namun bagi negara seperti Indonesia yang pernah menjadi basis perjuangan kekuatan komunis, ancaman ideologi komunis masih tetap merupakan bahaya laten yang harus diperhitungkan. Di masa lalu, Indonesia menjadi salah satu basis komunis dan beberapa kali melakukan kudeta untuk menumbangkan pemerintahan dan berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Komunis. Berkat kesigapan kekuatan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang dipimpin oleh Tentara Nasional Indonesia dan didukung oleh rakyat, kudeta yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia dapat ditumpas dan ideologi Pancasila dapat ditegakkan. Walaupun ideologi Komunis secara global tidak populer lagi, tidak berarti bahwa Indonesia sudah terbebas dari ancaman yang berbasis ideologi. Indonesia tetap memperhitungkan bentuk-bentuk baru dari ancaman ideologi yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri yakni metamorfosa dari Komunis terutama yang dilakukan oleh sisa-sisa G30S/PKI yang telah melebur ke dalam elemen-elemen masyarakat. Usaha pihak-pihak tertentu melalui penulisan buku-buku sejarah dengan tidak mencantumkan peristiwa G30S/PKI dengan Dewan Revolusi, atau gerakan radikalisme yang brutal dan anarkis memberi indikasi bahwa ancaman ideologi masih potensial. Buku Putih 2003 mengangkat gerakan kelompok radikal sebagai salah satu ancaman nyata. Motif yang melatarbelakangi gerakan-gerakan tersebut dapat berupa dalih agama, etnik atau kepentingan rakyat. Pada saat ini masih terdapat anasir-anasir radikalisme yang menggunakan atribut keagamaan berusaha mendirikan negara dengan ideologi lain seperti yang dilakukan oleh kelompok NII (Negara Islam Indonesia). Bagi Indonesia keberadaan kelompok tersebut merupakan ancaman terhadap eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengancam kewibawaan pemerintah sehingga harus ditumpas.
Ancaman berdimensi Politik. Ancaman berdimensi politik dapat bersumber dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Dari luar negeri, ancaman berdimensi politik dilakukan oleh suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap Indonesia. Bentuk-bentuk intimidasi, provokasi, atau blokade politik merupakan bentuk-bentuk ancaman nirmiliter berdimensi politik yang sering kali digunakan oleh pihak-pihak lain untuk menekan negara lain. Ke depan, bentuk-bentuk ancaman yang berasal dari luar negeri diperkirakan masih berpotensi terhadap Indonesia, yang memerlukan peran dari fungsi pertahanan nirmiliter untuk menghadapinya. Dari dalam negeri, perkembangan politik yang semakin bebas tidak jarang membawa implikasi tumbuhnya aliran-aliran garis keras yang secara sistematis menghalalkan segala cara, antara lain dengan penggunaan kekerasan untuk memberikan tekanan politik kepada kelompok lain. Bentuk-bentuk penggunaan alat-alat politik seperti pengerahan massa, pembentukan Satgas-Satgas Partai menjadi preseden buruk bagi iklim politik dan perkembangan demokrasi. Penggunaan alat-alat politik tersebut sering kali mengakibatkan situasi keamanan yang tidak kondusif, bahkan cenderung melahirkan praktek-praktek intimidasi dan provokasi. Pada skala tertentu dapat pula mengganggu stabilitas pemerintahan. Pada kenyataannya, masih banyak pihak yang cenderung memaksakan kehendak untuk kepentingan pribadi atau golongan dengan mengabaikan kepentingan bangsa dan negara. Yang diharapkan dari para politisi adalah menjadi negarawan yang menjunjung tinggi etika politik, mengutamakan kepentingan negara serta memberi tauladan dalam pendidikan politik bagi masyarakat.
Salah satu bentuk ancaman politik yang timbul di dalam negeri bersumber dari gerakan separatisme. Perjuangan tidak bersenjata sering digunakan kelompok separatis untuk menarik simpati masyarakat internasional. Pola perjuangan tidak bersenjata akan sulit dihadapi pemerintah dengan menggunakan instrumen militer. Dalam menghadapi ancaman separatis tidak bersenjata, instrumen yang paling efektif adalah memberdayakan unsur pertahanan nirmiliter yakni civil defence secara efektif.
Ancaman berdimensi Ekonomi. Ekonomi tidak saja menjadi alat stabilitas dalam negeri, tetapi juga merupakan salah satu alat penentu posisi tawar setiap negara dalam hubungan antar negara atau pergaulan internasional. Bagi negara-negara dengan kondisi perekonomian yang lemah, sering menghadapi kesulitan dalam berhubungan dengan negara lain yang posisi ekonominya lebih kuat. Ekonomi yang kuat biasanya diikuti pula dengan politik dan militer yang kuat.
Dalam konteks ancaman, ekonomi sering digunakan untuk menekan negara lain. Bentuk ancaman yang berasal dari sektor ekonomi mulai dari yang paling halus hingga paling keras antara lain pembatasan kuota, pembatasan atau restriksi, embargo sebagian atau seluruhnya, hingga blokade ekonomi. Bentuk lain dari ancaman ekonomi dapat pula berbentuk penguasaan sumber ekonomi yang bernilai strategis atau menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti sumber energi, tambang, penguasaan terhadap badan usaha milik negara oleh pihak asing, atau tekanan terhadap mata uang dan fiskal.
Ancaman berdimensi Sosial Budaya. Dalam era globalisasi, aspek sosial budaya merupakan salah satu aspek yang terkena pengaruh secara signifikan. Penetrasi nilai-nilai budaya dari luar negeri yang sulit dibendung mempengaruhi nilai-nilai di Indonesia bahkan sampai pada tingkat lokal. Kemajuan teknologi informasi mengakibatkan dunia menjadi kampung global di mana interaksi antar masyarakat berlangsung dalam waktu aktual. Yang terjadi tidak hanya transfer informasi, tetapi juga transformasi dan sublimasi nilai-nilai luar secara serta merta dan sulit untuk dikontrol. Akibatnya, terjadi benturan peradaban, lambat laun nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa semakin terdesak oleh nilai-nilai individualisme. Fenomena lain yang juga terjadi adalah konflik berdimensi vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, di samping itu konflik horizontal yang berdimensi ethnoreligious masih menunjukkan potensi yang patut diperhitungkan. Bentuk-bentuk ancaman sosial budaya tersebut di atas apabila tidak dapat ditangani secara tepat dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Tantangan lain yang juga dihadapi di bidang sosial budaya dan dapat berkembang menjadi ancaman serta isu keamanan di berbagai daerah adalah kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan ketidakadilan. Faktor-faktor tersebut berproses secara meluas serta menghasilkan efek domino sehingga dapat melemahkan kualitas bangsa Indonesia.
Pertumbuhan penduduk yang terus berlangsung telah mengakibatkan daya dukung dan kondisi lingkungan hidup yang terus menurun. Bersamaan dengan itu merebaknya wabah penyakit pandemi seperti flu burung, demam berdarah, HIV/AIDS, dan malaria merupakan tantangan serius yang dihadapi di masa mendatang.
Ancaman berdimensi teknologi dan informasi. Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) pada dasarnya membawa manfaat yang besar bagi umat manusia. Seiring dengan kemajuan Iptek tersebut berkembang pula kejahatan yang memanfaatkan kemajuan Iptek tersebut, antara lain cyber crime, kejahatan perbankan, dan kejahatan-kejahatan lainnya.
Kondisi lain yang berimplikasi menjadi ancaman adalah lambatnya perkembangan kemajuan iptek di Indonesia sehingga menyebabkan ketergantungan teknologi terhadap negara-negara maju semakin tinggi. Kondisi ketergantungan terhadap negara lain tidak saja Indonesia menjadi pasar produk-produk negara lain tetapi lebih dari itu, sulit bagi Indonesia untuk mengendalikan ancaman berpotensi teknologi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk melemahkan Indonesia.
Tantangan yang dihadapi tidak saja menghadapi ancaman teknologi dari luar negeri, tetapi juga pola sikap masyarakat dalam negeri dalam menghargai karya-karya teknologi anak bangsa. Pada dasarnya Indonesia memiliki SDM yang kualitasnya berdaya saing tinggi dengan SDM negara-negara maju. Setiap tahun Indonesia mencetak juara-juara olimpiade sains (Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi), Indonesia juga memiliki tenaga-tenaga terampil di bidang teknologi tinggi seperti eks PT DI (Dirgantara Indonesia), PT LEN, dan sebagainya, namun belum ada wadah yang menjamin kegairahan untuk membangun kemampuan bangsa di bidang teknologi, yang berakibat terjadinya arus “eksodus” tenaga-tenaga ahli Indonesia ke luar yang menawarkan kehidupan yang lebih baik.
Ancaman berdimensi Ketertiban Masyarakat. Pertahanan nirmiliter memiliki lingkup yang berdimensi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat). Di Indonesia gangguan Kamtibmas dapat terjadi akibat berbagai masalah yang saling terkait satu sama lain atau akibat dari terakumulasinya masalah-masalah yang tidak segera diselesaikan secara tuntas. Permasalahan Kamtibmas timbul karena dampak permasalahan yang terjadi dari aspek-aspek seperti latar belakang pendidikan yang rendah, terbatasnya lapangan kerja sehingga mengakibatkan naiknya angka pengangguran dan kemiskinan, serta kebutuhan hidup yang tidak diimbangi oleh penghasilan yang cukup.
Konflik horizontal yang berdimensi suku, agama, ras dan antar golongan diperkirakan masih merupakan salah satu bentuk ancaman Kamtibmas yang paling mungkin akan timbul di masa mendatang. Menguatnya isu-isu agama, etnisitas termasuk sejumlah konflik yang didasari oleh adanya kesenjangan sosial ekonomi, merupakan fenomena konflik yang lazim terjadi di negara-negara berkembang dengan karakteristik yang beragam seperti Indonesia. Mobilisasi penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain, misalnya urbanisasi atau melalui transmigrasi terbukti berpotensi menjadi sumber konflik.
Kerugian dari konflik komunal sangat besar bagi masyarakat dan pemerintah, seperti jatuhnya korban jiwa, timbulnya gelombang pengungsian, penderitaan luar biasa bagi masyarakat, serta kerugian harta benda yang cukup besar. Dampak terbesar dari konflik komunal adalah rusaknya solidaritas berbangsa serta rusaknya ikatan persatuan dan kesatuan bangsa. Dari sisi pemerintahan, konflik komunal yang menyebabkan kerusakan berbagai infrastruktur, fasilitas sosial dan fasilitas umum dalam skala besar, dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pemerintahan, yang kemudian berdampak pada terhambatnya kegiatan pelayan masyarakat dan terbengkalainya penyelenggaraan pendidikan. Dengan lain kata, konflik komunal menyentuh berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ancaman berdimensi keselamatan umum. Secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana, baik bencana alam, keselamatan transportasi maupun bencana kelaparan. Bencana yang dapat terjadi di Indonesia dan merupakan ancaman bagi keselamatan umum, bisa terjadi murni bencana alam, misalnya gempa bumi, meletusnya gunung berapi dan tsunami. Bencana yang disebabkan ulah manusia antara lain tidak terkontrolnya penggunaan obat-obatan dan bahan kimia lain yang dapat meracuni masyarakat baik secara langsung maupun kronis (menahun), misalnya pembuangan limbah industri maupun limbah pertambangan lainnya. Sedangkan bencana alam yang disebabkan karena faktor alam yang dipicu oleh ulah manusia antara lain bencana banjir, bencana tanah longsor, bencana kekeringan, bencana kebakaran hutan dan bencana lainnya.
Akibat bencana tersebut di atas akan mengakibatkan baik langsung maupun tidak langsung akan mengancam keselamatan umum khususnya masyarakat di sekitarnya.
Kecelakaan yang terjadi disebabkan masih rendahnya pemahaman masyarakat untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta masih lemahnya kepatuhan aparat dalam penegakan hukum dan aturan, sehingga masih adanya anggapan bahwa pelanggaran peraturan yang terjadi bisa diselesaikan dengan suatu kebijaksanaan pribadi aparat. Masih terbatasnya fasilitas/peralatan penyelamatan baik kuantitas maupun kualitas yang dimiliki badan atau instansi terkait dengan penyelamatan.
Ancaman berdimensi Hukum. Hukum sebagai instrumen yang mengatur tentang hak dan kewajiban serta hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan (the do’s and the dont’s) pada hakikatnya bersifat positif, namun unsur “pemaksaan” membuatnya menjadi sensitif bahkan pada konteks atau kalangan tertentu dapat menjadi ancaman. Sifat produk hukum seperti itu membangun kondisi psikologis di kalangan masyarakat yang sensitif dalam menyoroti setiap produk hukum.
Dari lingkup internasional, kesepakatan atau kebiasaan internasional seperti perjanjian, konvensi, resolusi, pakta, atau traktat merupakan produk hukum yang bersifat mengikat yang harus dipatuhi. Jika dipandang dari kepentingan dan nilai-nilai domestik, produk-produk hukum tersebut tidak selalu sejalan bahkan tidak jarang berbenturan dengan nilai dan kepentingan nasional. Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia diperhadapkan dengan pilihan antara menerima atau menolak produk-produk hukum tersebut. Kedua pilihan tersebut masing-masing mengandung konsekuensi. Dari lingkup dalam negeri juga terjadi hal yang sama. Masyarakat Indonesia semakin sensitif terhadap setiap produk hukum yang dihasilkan pemerintah. Banyak produk hukum yang mendapat penolakan karena kalangan tertentu menilai kepentingannya terancam oleh keberadaan produk hukum tersebut.
Ke depan, tuntutan penegakan hukum akan semakin mengemuka. Masyarakat akan semakin mengerti hukum, kritis dan berani untuk memperjuangkan hak-haknya. Ketidakadilan dalam penegakan hukum dapat menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas keamanan nasional. Dalam hal ini dituntut kepekaan aparat penegak hukum dalam bertindak adil, menjadi panutan, mengayomi serta membangun kesadaran hukum bagi masyarakat.
KEPENTINGAN DAN SASARAN STRATEGIS PERTAHANAN NEGARA
Kepentingan Nasional
Pada hakikatnya kepentingan nasional Indonesia adalah tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Kepentingan Nasional tersebut diwujudkan dengan memperhatikan tiga kaidah pokok yakni kaidah tentang tata kehidupan, upaya pencapaian tujuan serta sarana yang digunakan. Tata Kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia mencerminkan kesatuan tata nilai yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berketuhanan yang Maha Esa yang menjunjung tinggi kebhinnekaan yang ditunjukkan dalam interaksi sosial yang harmonis. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk pencapaian tujuan nasional yang pelaksanaannya secara berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan berketahanan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara. Sedangkan sarana yang digunakan dalam mewujudkan Tujuan Nasional adalah seluruh potensi dan kekuatan nasional yang didayagunakan secara menyeluruh dan terpadu.
Lingkungan strategis baik global dan regional maupun nasional yang terus berkembang dalam suatu dinamika yang sangat tinggi menuntut penyesuaian diri dengan hakikat perubahan yang terjadi. Atas dasar itu, maka kepentingan nasional Indonesia disusun dalam tiga kategori: kepentingan nasional yang bersifat mutlak, kepentingan nasional yang bersifat vital, dan kepentingan nasional yang bersifat penting.
Kepentingan nasional yang bersifat mutlak (the ultimate national interest) adalah tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fungsi pertahanan negara wajib menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan wilayah terdiri atas 17.504 buah pulau dengan perairan dan udara sebagai satu kesatuan teritorial Nusantara yang harus tetap dijaga keberadaan dan keutuhannya. Posisi Indonesia yang strategis memiliki implikasi pertahanan yang besar. Keutuhan wilayah NKRI tidak saja menjadi kepentingan nasional Indonesia, tetapi juga menjadi bagian strategis yang mempengaruhi kepentingan nasional sejumlah negara di dunia. Wilayah Indonesia yang utuh dan stabil akan menjadi conditio sine qua non terselenggaranya pembangunan nasional untuk menyejahterakan rakyat, sekaligus bagi terwujudnya stabilitas kawasan yang mengitari Indonesia. Indonesia tidak akan membiarkan setiap usaha yang akan mengganggu eksistensi dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang wilayahnya dari Sabang sampai Merauke merupakan keputusan final yang harus dijaga dan dipertahankan sampai titik darah yang terakhir.
Kepentingan nasional yang bersifat vital adalah menyangkut keberlanjutan pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika, sejahtera, adil dan makmur serta demokratis. Kondisi obyektif Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ke-empat di dunia akan terus dijaga keberadaannya. Dengan penduduk yang sudah mencapai lebih dari 230 juta jiwa, serta karakteristik yang sangat pluralistik dalam SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), memerlukan upaya sungguh-sungguh untuk membangun kohesi nasional dalam ikatan persatuan dan kesatuan bangsa. Indikator terwujudnya kohesi nasional serta rasa persatuan dan kesatuan bangsa ditunjukkan dalam kehidupan sosial dan interaksi antar warga masyarakat yang harmonis.
Dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia, konflik yang bersumber SARA berpotensi cukup besar dan menjadi tantangan bagi perwujudan persatuan dan kesatuan bangsa. Akar masalah yang menjadi penyulut konflik yang bernuansa SARA adalah kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan. Persatuan dan kesatuan bangsa tidak terwujud dengan sendirinya. Kehidupan masyarakat yang harmonis hanya dapat terwujud melalui usaha yang bersifat menyeluruh dan menyentuh aspek kesejahteraan, yakni pendidikan, peningkatan taraf hidup, serta aspek penegakan hukum yang diberdayakan secara maksimal untuk mengatasi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Karena itu pluralistik bangsa Indonesia harus dapat dikelola secara sungguh-sungguh dalam suatu pendekatan pembangunan nasional yang berorientasi pada pembangunan manusia Indonesia yang sejahtera, adil, dan berdaya saing.
Kepentingan nasional Indonesia yang bersifat penting adalah kepentingan yang terkait dengan perdamaian dunia dan stabilitas regional. Lingkungan strategis Indonesia adalah regional dan global dengan segala dinamikanya. Indonesia juga tidak terlepas dari limbah (spill over) sejumlah konflik di dunia. Oleh karena itu Indonesia akan tetap mengambil peran aktif bersama-sama dengan bangsa lain melalui usaha-usaha yang bermartabat untuk mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam lingkup global, posisi Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB mulai tahun 2007 selama 2 tahun merupakan posisi yang sangat strategis untuk memperjuangkan perdamaian dunia. Pada saat ini masih terdapat beberapa kawasan yang masih dilanda konflik baik konflik antar negara maupun konflik internal. Penggunaan kekuatan militer untuk memaksakan perdamaian hanya dapat menyelesaikan permasalahan di atas permukaan dan sesaat, tetapi menimbulkan efek penderitaan jangka panjang yang bersifat multidimensi terhadap suatu bangsa. Indonesia melalui Dewan Keamanan PBB akan mendorong usaha-usaha penyelesaian damai terhadap setiap konflik dan mencegah penggunaan kekuatan untuk memaksakan perdamaian. Selain itu sebagai anggota Gerakan Non Blok sekaligus anggota OKI, Indonesia akan memainkan peran untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara anggota lainnya yang berpengaruh untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat masing-masing, maupun pencegahan dan resolusi konflik secara damai dan bermartabat.
Dalam lingkup regional, peran Indonesia dalam keanggotaan ASEAN, upaya untuk mewujudkan Asia Tenggara sebagai kawasan yang aman, stabil dan sejahtera menjadi modalitas dalam memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia. Dalam rangka itu kerja sama bilateral dengan sesama anggota ASEAN sangat penting untuk dikembangkan secara lebih konkret dan menyentuh permasalahan-permasalahan yang nyata-nyata dihadapi. Dalam kerangka itu perwujudan tiga pilar ASEAN yakni masyarakat ekonomi ASEAN, masyarakat budaya ASEAN dan masyarakat keamanan ASEAN menjadi komitmen bangsa Indonesia untuk diwujudkan secara bersama oleh seluruh anggota ASEAN bagi masa depan ASEAN yang lebih baik dan berdaya saing. Dengan mewujudkan tiga pilar ASEAN tersebut akan mempromosikan stabilitas dan kemakmuran kawasan Asia Tenggara yang memberi efek positif bagi kawasan lain dan dunia.
Bersamaan dengan usaha untuk mewujudkan tiga pilar ASEAN, penguatan hubungan dengan negara lain dalam kerangka ASEAN Plus Six dan ARF (ASEAN Regional Forum) sangatlah penting. Bersama dengan negara-negara mitra ASEAN yang umumnya mempunyai pengaruh besar pada kawasan dan dunia, akan dapat mewujudkan suatu sinergi yang memberi efek bagi percepatan perwujudan stabilitas dan keamanan Asia Tenggara sekaligus mempromosikan stabilitas dan keamanan Asia Pasifik.
Kepentingan Strategis Pertahanan Indonesia
Pertahanan negara diselenggarakan untuk mewujudkan kepentingan nasional. Kepentingan strategis pertahanan Indonesia merupakan bagian dari kepentingan nasional dalam menjamin tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan segala kepentingannya. Pertahanan negara memiliki peran dan fungsi untuk mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia dari setiap ancaman dan gangguan, baik dari luar negeri maupun yang timbul di dalam negeri.
Berdasarkan perkiraan ancaman serta kepentingan nasional Indonesia, maka kepentingan strategis pertahanan negara meliputi kepentingan strategis yang bersifat permanen, kepentingan strategis yang bersifat mendesak, dan kerja sama pertahanan.
Kepentingan strategis yang bersifat Permanen
Kepentingan strategis pertahanan negara yang bersifat permanen adalah perwujudan satu kesatuan pertahanan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman, baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Kepentingan strategis pertahanan tersebut dicapai melalui usaha membangun dan membina daya tangkal negara dan bangsa serta kemampuan untuk menanggulangi setiap ancaman baik yang datang dari luar maupun yang timbul di dalam negeri, langsung atau tidak langsung. Pembangunan pertahanan yang berdaya tangkal merupakan kehormatan bangsa Indonesia sebagai negara merdeka, dan berdaulat untuk menyejajarkan diri dengan bangsa lain. Pertahanan Indonesia dipersiapkan sejak dini dengan sistem pertahanan tanpa mempermasalahkan ada atau tidak adanya ancaman nyata.
Dalam melaksanakan kepentingan pertahanan yang bersifat tetap, bangsa Indonesia senantiasa memegang prinsip sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta akan kemerdekaan dan kedaulatannya. Prinsip cinta damai tersebut diwujudkan dalam pergaulan internasional yang bebas aktif serta hidup berdampingan secara damai dengan negara-negara lain.
Penggunaan kekuatan pertahanan untuk tujuan perang hanya sebagai jalan terakhir setelah usaha-usaha diplomatik sudah ditempuh dan mengalami jalan buntu. Dalam menyelesaikan setiap bentuk pertikaian dan persengketaan, bangsa Indonesia akan mengedepankan penggunaan cara-cara damai. Sejalan dengan prinsip tersebut, bangsa Indonesia menentang segala penjajahan dan intervensi bangsa lain terhadap suatu negara.
Dalam menjamin kepentingan yang bersifat permanen, penyelenggaraan pertahanan dilaksanakan dengan sistem pertahanan semesta, yang melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya, serta sarana dan prasarana nasional sebagai satu kesatuan pertahanan. Keikutsertaan seluruh rakyat dalam pertahanan negara didudukkan dalam konteks hak dan kewajiban setiap warga negara, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mencerminkan kehormatan bangsa merdeka dan berdaulat serta percaya akan kemampuan sendiri.
Kepentingan Strategis yang bersifat mendesak
Kepentingan strategis pertahanan yang bersifat mendesak pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari kepentingan strategis pertahanan yang bersifat permanen, yakni terselenggaranya pertahanan negara untuk merespons setiap bentuk ancaman baik yang bersifat nyata maupun potensial. Kepentingan strategis yang bersifat mendesak juga mencakup kewajiban dan komitmen Indonesia untuk ikut aktif dalam usaha-usaha perdamaian dunia dan regional.
Dari dinamika interaksi dengan bangsa-bangsa lain, serta implikasi dari perkembangan lingkungan strategis membentuk kondisi keamanan global, regional, dan dalam negeri yang penuh ketidakpastian. Bersamaan dengan itu terdapat beberapa isu keamanan nyata yang memerlukan respons melalui fungsi pertahanan. Fungsi pertahanan negara menyadari bahwa setiap isu keamanan harus segera diatasi agar tidak berkembang menjadi ancaman yang besar yang mengganggu eksistensi dan kepentingan NKRI.
Wilayah Indonesia yang sangat luas menuntut pertahanan negara yang cukup kuat yang mampu menjangkau secara maksimal seluruh wilayah. Wilayah Indonesia yang luas dan dapat dimasuki dari segala penjuru berimplikasi terhadap potensi ancaman yang cukup tinggi. Wilayah perairan dan dirgantara Indonesia menjadi salah satu fokus kepentingan pertahanan Indonesia yang mendesak.
Potensi pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain cukup tinggi sehingga memerlukan kesiapsiagaan kekuatan pertahanan untuk dapat mencegah dan menanganinya secara cepat dan tepat. Ancaman sabotase, pembajakan atau perompakan terhadap instalasi penting dan obyek vital di laut semakin mendapat perhatian serius. Untuk itu keunggulan kekuatan pertahanan yang berintikkan kekuatan TNI diselenggarakan untuk memberi efek penolakan (denial) yang maksimal terhadap setiap usaha yang mengganggu stabilitas keamanan di laut. Gelar kekuatan TNI juga diselenggarakan untuk memancarkan keunggulan kekuatan yang maksimal untuk memberi efek denial terhadap aktivitas kejahatan lintas negara berupa penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak serta barang-barang berbahaya dan terlarang lainnya. Penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian kekayaan laut, pembuangan limbah berbahaya masih terus berlangsung. Tindak kejahatan tersebut telah menguras kekayaan Indonesia dalam jumlah besar. Fungsi pertahanan berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang lebih intensif untuk mencegah dan menanganinya. Dalam hal ini kerja sama dengan fungsi-fungsi lain di luar pertahanan agar dikembangkan secara terpadu dan sinergi.
Kepentingan strategis pertahanan yang bersifat mendesak juga diarahkan mencegah dan menangani isu-isu ancaman dan gangguan berdimensi pertahanan yang mencakup ancaman separatis, terorisme, aksi radikalisme yang membahayakan keselamatan dan kehormatan bangsa. Terhadap isu-isu keamanan tersebut penyelenggaraan pertahanan lebih mengedepankan fungsi pencegahan, namun kesiapsiagaan tetap dibangun sehingga pada waktunya dapat digerakkan pada tempat dan sasaran secara cepat.
Dalam lingkup kepentingan yang bersifat mendesak, pengamanan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar menjadi salah satu prioritas fungsi pertahanan negara. Pengamanan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar merupakan pelaksanaan fungsi pertahanan negara dalam menegakkan kedaulatan negara. Pada saat ini masih terdapat sejumlah segmen perbatasan baik perbatasan darat maupun maritim yang permasalahannya belum tuntas. Menegakkan kedaulatan NKRI adalah amanat segenap rakyat Indonesia untuk dilaksanakan melalui tindakan konkret antara lain melalui kehadiran kekuatan pertahanan pada wilayah-wilayah NKRI yang memerlukan pengamanan khusus seperti wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar. Oleh karena itu pemerintah masih menempatkan penanganan keamanan oleh TNI di wilayah-wilayah perbatasan dan penempatan pasukan TNI di pulau-pulau kecil terluar masih menjadi salah satu prioritas.
Wilayah perbatasan Indonesia baik darat maupun maritim membentang sangat panjang dan luas. Wilayah perbatasan maritim berbatasan dengan 10 negara. Wilayah perbatasan darat membentang sampai ribuan kilometer dan terbagi dalam empat segmen yakni di Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia, di Papua yang berbatasan dengan PNG, serta di Timor Barat yang berbatasan dengan Timor Leste. Seperti halnya pengamanan wilayah perbatasan, tugas untuk mengamankan pulau-pulau kecil terluar merupakan bagian dari kepentingan pertahanan yang mendesak. Indonesia memiliki 92 pulau kecil dan terluar, dan dari pulau-pulau kecil terluar tersebut, 12 pulau menjadi prioritas. Keduabelas pulau kecil terluar tersebut adalah pulau Batek di Laut Sawu (Provinsi Nusa Tenggara Timur), pulau Bras di Samudera Pasifik (provinsi Papua), pulau Dana di Samudera Hindia (Nusa Tenggara Timur), pulau Fani di Samudera Pasifik (Irian Jaya Barat), pulau Fanildo di Samudera Pasifik (Papua), pulau Marampit, pulau Marore dan pulau Miangas di Laut Sulawesi (Sulawesi Utara), pulau Nipa di Selat Singapura (Kepulauan Riau), pulau Rondo di Samudera Hindia (Nangroe Aceh Darussalam), pulau Sebatik di Selat Makasar (Kalimantan Timur), dan pulau Sekatung di Laut Cina Selatan (Kepulauan Riau),
Gelar kekuatan TNI di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar merupakan langkah untuk mendinamisasi dan mengefektifkan pengamanan wilayah perbatasan. Kehadiran kekuatan di wilayah perbatasan sekaligus untuk melaksanakan fungsi pembinaan teritorial dalam mendinamisasikan pelaksanaan bela negara untuk mewujudkan ketahanan masyarakat di wilayah perbatasan.
Tugas yang diemban oleh satuan-satuan TNI yang digelar untuk mengamankan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar adalah tugas yang penuh tantangan. Tugas tersebut membutuhkan kesungguhan dan dedikasi yang tinggi serta dukungan dari semua pihak.
Khusus untuk perbatasan darat dan pulau-pulau kecil terluar, karakteristik geografinya sangat sulit untuk dijangkau dengan sarana transportasi biasa serta belum dijangkau oleh sarana komunikasi. Wilayah tersebut pada umumnya merupakan daerah yang tertinggal dari segi pembangunan sehingga infrastruktur di wilayah tersebut sangat minim. Bahkan pulau-pulau kecil terluar banyak yang tidak dihuni penduduk sehingga pasukan yang digelar di pulau-pulau tersebut sangat terisolir dari interaksi dengan masyarakat. Kondisi yang demikian memerlukan mental kejiwaan yang tangguh serta fisik yang prima untuk mengatasi alam yang keras dan jauh dari kehidupan masyarakat.
Pada saat ini penanganan keamanan pada wilayah perbatasan darat telah berjalan melalui gelar kekuatan TNI di wilayah perbatasan dengan Malaysia yakni di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, wilayah perbatasan dengan Papua Nugini yakni Provinsi Papua, serta wilayah perbatasan dengan Timor Leste yakni di Timor Barat – Provinsi Nusa Tenggara Timur. Gelar kekuatan TNI juga telah dilaksanakan di pulau-pulau kecil terluar, meskipun dari 92 pulau kecil terluar belum seluruhnya dapat ditempatkan Pos TNI, di antaranya karena kondisi pulau yang sangat kecil yang rawan terhadap gelombang laut, sehingga sangat tidak mungkin untuk menempatkan kekuatan TNI, seperti di pulau Dana – NTT dan pulau-pulau kecil terluar lainnya.
Gelar kekuatan TNI tersebut telah memberi efek deterence yang sangat besar. Kehadiran TNI di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar selain melaksanakan tugas pertahanan, dengan kegiatan pembinaan teritorial yang dilaksanakan di wilayah-wilayah tersebut telah ikut menggerakkan pembangunan terutama di wilayah-wilayah terpencil yang relatif terisolasi. Sementara itu kegiatan pertahanan untuk mengamankan wilayah perbatasan maritim, telah berjalan antara lain melalui patroli TNI-AL dan TNI-AU secara periodik. Kegiatan ini selain memberi efek deterens, sekaligus telah menurunkan tingkat kejahatan lintas negara yang melalui jalur laut, seperti pencurian ikan, penyelundupan, dan perompakan. Gelar kekuatan TNI di wilayah perbatasan darat dan di pulau-pulau kecil terluar akan tetap di pertahankan. Besar dan jenis kekuatan TNI yang digelar di wilayah perbatasan disesuaikan dengan persoalan-persoalan keamanan yang menonjol.
Kepentingan strategis yang mendesak juga diarahkan untuk tugas-tugas bantuan seperti penanggulangan dampak bencana alam, membantu penanganan konflik komunal, serta tugas pencarian dan pertolongan (SAR – Search and Rescue). Dampak pemanasan global serta gejala alam lainnya berimplikasi terhadap potensi terjadinya bencana alam menjadi semakin tinggi. Dalam kondisi tersebut sektor pertahanan Negara merupakan sektor yang paling siap untuk dikerahkan setiap saat.
Kepentingan Strategis di bidang Kerja sama Pertahanan
Pertahanan negara bukanlah hal yang eksklusif. Meskipun Indonesia mengembangkan pertahanan yang mandiri dalam pengertian tidak menyandarkan kepentingan pertahanan pada negara lain, namun Indonesia tetap menganut prinsip menjalin hubungan dengan negara lain melalui kerja sama pertahanan. Sebagai negara yang cinta damai, Indonesia terus mengembangkan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain di dunia. Kepentingan Indonesia di bidang kerja sama pertahanan dengan negara lain di waktu-waktu mendatang semakin penting untuk ditingkatkan seiring dengan perkembangan isu-isu keamanan pada lingkup regional dan global yang memerlukan penanganan bersama.
Pada lingkup regional, kepentingan pertahanan Indonesia adalah terwujudnya kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang aman dan stabil, terbebas dari konflik antar sesama anggota kawasan. Indonesia adalah salah satu pemrakarsa Treaty of Amity and Corporation (TAC) yang perwujudannya sangat menentukan hubungan antar anggota ASEAN di bidang pertahanan. Substansi TAC adalah bahwa setiap anggota ASEAN sepakat untuk tidak saling menyerang dan menyelesaikan setiap konflik secara damai. Dalam kerangka itu, Indonesia akan selalu mendorong setiap usaha bersama untuk menjadikan ASEAN sebagai entitas yang solid terutama dalam menghadapi tantangan ke depan yang semakin kompleks. Sejauh ini ASEAN telah menunjukkan kinerja yang terus meningkat. Hal tersebut nampak dari perkembangan ASEAN yang cukup pesat dalam beberapa dekade terakhir, baik di kalangan anggota ASEAN, maupun dengan negara-negara mitra seperti ASEAN Plus Three, ASEAN plus Six, dan ASEAN Regional Forum.
Pada lingkup yang lebih luas, Indonesia menempatkan keamanan kawasan yang mengitari Indonesia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kepentingan pertahanan Indonesia secara utuh. Indonesia tidak mungkin dapat tenteram di kawasan sekitar yang kondisi keamanannya bergejolak. Kawasan sekitar yang tidak stabil selalu mengalirkan limbah persoalan keamanan (security spill over) baik langsung maupun tidak langsung. Secara geografi, Indonesia berdampingan dengan sejumlah negara baik sesama anggota ASEAN maupun di luar ASEAN. Dalam hubungan kepentingan karena posisi geografi yang berbatasan dengan wilayah Indonesia, maka stabilitas keamanan di negara-negara yang berdampingan dengan Indonesia menjadi prioritas perhatian Indonesia.
Indonesia telah mengambil banyak manfaat dari kerja sama pertahanan dengan negara lain. Sejak Indonesia merdeka, kerja sama pertahanan telah banyak memberi kontribusi bagi kepentingan nasional, yakni dalam menjamin tegaknya kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa. Kerja sama pertahanan telah dapat mempererat hubungan Indonesia dengan banyak negara, baik sesama kawasan maupun di luar kawasan. Kerja sama pertahanan dalam berbagai bentuk telah mengangkat citra Indonesia di dunia internasional, seperti yang dikembangkan melalui latihan bersama militer, patroli bersama pengamanan Selat Malaka, pertukaran informasi, penanganan bencana alam, dan tugas perdamaian dunia. Indonesia menempatkan kerja sama pertahanan sebagai salah satu media yang efektif, tidak saja untuk membangun saling percaya dengan negara lain, tetapi lebih dari itu melalui kerja sama pertahanan hubungan antar negara lebih terjalin dalam nuansa yang lebih konkret melalui tindakan nyata.
Sasaran Strategis Pertahanan Negara
Pertahanan negara Indonesia bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa Indonesia dari segala bentuk ancaman dan gangguan baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Dalam mencapai tujuan tersebut pertahanan Negara Indonesia diselenggarakan dengan Sistem Pertahanan Semesta yang memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan yang semesta dan mandiri. Pengelolaan pertahanan negara Indonesia secara mandiri bertitik tolak dari sikap bangsa Indonesia yang tidak menggantungkan diri pada negara lain.
Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pertahanan negara dalam melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa ditetapkan 5 (lima) sasaran strategis (ends) yang saling terkait satu sama lain. Substansi dari ke-lima sasaran strategis tersebut mencakup sasaran di bidang penangkalan, sasaran dalam menghadapi ancaman agresi militer, sasaran dalam mengatasi ancaman militer yang bentuknya bukan agresi militer, sasaran untuk mengatasi ancaman nirmiliter, serta sasaran dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas regional.
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menangkal segala bentuk ancaman dan gangguan yang membahayakan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan seluruh bangsa Indonesia.
Kepentingan nasional Indonesia yang vital dan permanen adalah tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam mewujudkan kepentingan nasional tersebut, maka pertahanan negara Indonesia diselenggarakan untuk menangkal dan mencegah segala bentuk ancaman dan gangguan baik yang bersumber dari luar maupun dari dalam negeri. Dalam mewujudkan komitmen bangsa Indonesia yang anti penjajahan dan penindasan suatu bangsa terhadap bangsa yang lain, maka orientasi penyelenggaraan pertahanan negara diarahkan untuk sebesar-besarnya mewujudkan daya tangkal bangsa yang handal.
Kondisi global yang dinamis dan penuh ketidakpastian menuntut bangsa Indonesia untuk mengutamakan penangkalan. Konsepsi penangkalan Indonesia dibangun dan dikembangkan dengan sistem pertahanan semesta yang memadukan pertahanan militer dan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh. Penerapan penangkalan Indonesia diwujudkan dalam pembangunan kekuatan serta penampilan segenap sumber daya nasional sebagai sosok kekuatan pertahanan negara yang solid dan dinamis serta disegani kawan maupun lawan.
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menghadapi Perang dari Agresi militer oleh negara asing.
Bagi bangsa Indonesia, ancaman pertahanan negara yang terbesar adalah agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata yang dilakukan oleh suatu negara yang mengancam kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa. Sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, Indonesia tidak akan membiarkan dirinya diancam, diintimidasi atau diserang oleh bangsa lain.
Dalam kondisi di mana Indonesia menghadapi tindakan agresi yang dilakukan oleh suatu Negara terhadap Indonesia, maka kekuatan pertahanan Negara akan dikerahkan untuk menyelenggarakan peperangan yang pelaksanaannya dengan operasi militer perang (OMP). Operasi militer perang merupakan pilihan terakhir bagi Indonesia serta diselenggarakan untuk membela kepentingan nasional dan menjaga dan melindungi kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa.
Terselenggaranya pertahanan negara untuk menanggulangi ancaman militer yang mengganggu eksistensi dan kepentingan NKRI.
Ancaman pertahanan negara selain yang berbentuk agresi juga terdapat ancaman militer yang berskala terbatas sehingga penanganannya dengan pendekatan tertentu yang berbeda dengan pendekatan untuk melawan agresi militer suatu negara. Bentuk ancaman militer dengan skala terbatas merupakan ancaman yang penanganannya dengan pendekatan melalui operasi militer selain perang (OMSP).
Penyelenggaraan pertahanan negara dengan pendekatan OMSP diarahkan untuk menanggulangi bentuk-bentuk ancaman seperti pelanggaran wilayah, spionase, sabotase, aksi teror bersenjata, separatisme, pemberontakan bersenjata dan perang saudara. Pendekatan penanganan dengan OMSP diselenggarakan dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan dan sumber daya nasional yang tertentu, yang berbeda dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan dalam konteks OMP.
Terselenggaranya pertahanan negara dalam menangani ancaman nirmiliter yang berimplikasi terhadap kedaulatan Negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa Indonesia.
Ancaman pertahanan negara yang membahayakan eksistensi bangsa dan negara dapat berbentuk ancaman nirmiliter. Ancaman nirmiliter tidak berbentuk fisik sehingga tidak dapat ditangani secara langsung dengan menggunakan pendekatan kekuatan pertahanan yang bersifat hard-power. Ancaman nirmiliter tersebut pada dimensi tertentu dapat berakumulasi dan mengancam kepentingan nasional, bahkan mengancam kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa.
Kepentingan nasional dan eksistensi bangsa dan negara harus terlindungi dari ancaman nirmiliter yang berdimensi ideologi, politik, sosial budaya, Kamtibmas, keselamatan umum. Ancaman nirmiliter tidak dapat dihadapi dengan penggunaan kekuatan pertahanan yang bersifat fisik, sehingga apabila tidak ditangani akan menimbulkan risiko yang besar yang mengancam eksistensi NKRI. Ancaman nirmiliter terkait dengan stabilitas nasional, sehingga sangat mendasar untuk ditempatkan sebagai salah satu sasaran pertahanan negara.
Terselenggaranya pertahanan negara untuk mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas regional.
Dunia yang aman dan damai serta lingkungan regional yang stabil merupakan kepentingan nasional Indonesia yang diperjuangkan sepanjang waktu. Indonesia tidak dapat hidup dalam lingkungan global dan regional yang diwarnai oleh konflik yang berkecamuk. Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara Indonesia adalah ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Sejauh ini perdamaian dunia belum dapat diwujudkan. Di sejumlah negara masih terdapat konflik antar negara maupun bentuk-bentuk penindasan yang harus ditangani secara bermartabat. Indonesia akan mengembangkan kerja sama pertahanan negara dengan negara lain sebagai wadah untuk bersama-sama dengan negara lain mempromosikan pandangan-pandangan dan langkah-langkah pemerintah Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas regional.
KONSEPSI PERTAHANAN NEGARA
Hakikat Pertahanan Negara
Pertahanan negara pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Kesemestaan mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.
Upaya pertahanan yang bersifat semesta adalah model yang dikembangkan berdasarkan pertimbangan strategis bukan karena alasan ketidakmampuan dalam membangun pertahanan yang modern. Meskipun Indonesia telah mencapai tingkat kemajuan yang cukup tinggi, model tersebut tetap dikembangkan, dengan menempatkan warga negara sebagai subyek pertahanan negara sesuai perannya masing-masing.
Sistem Pertahanan Negara yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan. Ciri kerakyatan mengandung makna bahwa orientasi pertahanan diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Ciri kesemestaan mengandung makna bahwa seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan. Sedangkan ciri kewilayahan merupakan gelar kekuatan pertahanan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI sesuai kondisi geografi sebagai satu kesatuan pertahanan.
Tujuan Pertahanan Negara.
Pertahanan Negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penyelenggaraan pertahanan negara mencakup aspek-aspek :
Pertama, tujuan pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, mencakup upaya untuk menjaga sistem ideologi negara dan sistem politik negara. Dalam menjaga sistem ideologi negara, upaya pertahanan negara diarahkan untuk mengawal dan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia. Setiap usaha untuk mengganti ideologi Pancasila akan berhadapan dengan instrumen pertahanan negara yang setiap saat siap sedia untuk membela dan mempertahankannya. Sedangkan dalam menjaga sistem politik negara upaya Pertahanan Negara diarahkan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan negara yang demokratis, stabil, bersih dan berwibawa serta mengandung tata nilai. Pemerintahan yang stabil, bersih dan berwibawa memungkinkan terselenggaranya pembangunan nasional dengan baik. Sebaliknya pemerintahan yang tidak stabil tidak saja mengganggu kelancaran pembangunan nasional bahkan dapat mengakibatkan masa depan Indonesia menjadi tidak menentu. Tata nilai bangsa Indonesia terangkum dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaitu bangsa Indonesia yang menegara dalam wadah NKRI yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, hukum, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, dan bukan berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap gangguan yang berdimensi SARA, demokrasi, HAM dan tindakan perusakan lingkungan hidup juga menjadi urusan pertahanan negara.
Kedua, tujuan pertahanan negara dalam menjaga keutuhan NKRI didasarkan pada pandangan bangsa Indonesia yang menempatkan NKRI sebagai keputusan final yang harus tetap dipelihara dan dipertahankan. Setiap usaha pemisahan diri atau yang bertujuan untuk mengubah dan memecah belah NKRI merupakan ancaman yang akan dihadapi dengan sistem pertahanan negara.
Ketiga, tujuan pertahanan negara dalam menjamin keselamatan bangsa merupakan hal fundamental dalam penyelenggaraan fungsi pertahanan negara untuk melindungi warga dari segala bentuk ancaman. Dalam menjamin keselamatan bangsa, mencakup upaya-upaya pertahanan negara dalam menghadapi setiap ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri. Dimensi keselamatan bangsa juga mencakup kewajiban untuk melaksanakan penanggulangan dampak bencana alam, kerusuhan sosial, mengatasi tindakan terorisme, kejahatan lintas negara serta penegakan keamanan di laut dan udara Indonesia.
Sistem Pertahanan Negara.
Pertahanan negara merupakan segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI dengan segala isinya sebagai satu kesatuan pertahanan.
Bagi Indonesia, penyelenggaraan pertahanan negara bukan semata-mata ditujukan untuk perang, tetapi juga untuk mewujudkan perdamaian, menjamin keutuhan NKRI, mengamankan kepentingan nasional, serta menjamin terlaksananya pembangunan nasional. Pertahanan yang efektif adalah pertahanan yang mampu menghadirkan suasana aman dan damai di mana kehidupan masyarakat berjalan secara normal, dan hubungan dengan sesama negara di kawasan maupun di luar kawasan berlangsung secara harmonis dan saling menghargai.
Fungsi pertahanan Indonesia diselenggarakan dengan Sistem Pertahanan Semesta (total defence) yakni konsepsi pertahanan negara yang mempunyai dua fungsi yaitu Pertahanan Militer (military defence) dan Pertahanan Nirmiliter (non military defence). Fungsi pertahanan militer yang diemban oleh TNI meliputi operasi militer perang (war) dan operasi militer selain perang (other than war). Inti pertahanan nirmiliter yaitu pemberdayaan sumber daya nasional meliputi fungsi kekuatan pertahanan nirmiliter (non military defence force) dan pertahanan sipil (civil defence).
Fungsi Pertahanan Negara
Sistem pertahanan negara Indonesia memiliki tiga fungsi, yakni fungsi penangkalan, penindakan dan fungsi pemulihan.
Fungsi penangkalan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk mencegah atau meniadakan niat dari pihak tertentu yang ingin menyerang Indonesia. Fungsi penangkalan dilaksanakan dengan Strategi Penangkalan yang bertumpu pada instrumen penangkalan berupa instrumen politik, ekonomi, psikologi, teknologi dan militer. Instrumen politik menempatkan diplomasi sebagai lini terdepan pertahanan negara (first line defence), bersinergi dengan faktor-faktor politik lainnya yang saling memperkuat. Instrumen ekonomi melalui pertumbuhan yang sehat dan cukup tinggi akan mewujudkan pencapaian tujuan nasional yakni masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan serta berdaya saing pada lingkup regional maupun global. Instrumen psikologis yang diemban oleh semua komponen pertahanan dalam mengembangkan kemampuan dengan memanfaatkan penggunaan media komunikasi, teknologi, serta faktor-faktor psikologis lainnya bagi terwujudnya psychological warfare secara efektif. Psikologis berintikan faktor-faktor nonfisik berupa tata nilai serta segenap pranata sosial yang didayagunakan dalam mewujudkan motivasi, tekad dan jiwa juang. Instrumen teknologi dibangun secara bertahap dan berlanjut melalui pengembangan industri pertahanan dalam negeri bagi terwujudnya kemandirian dalam penyediaan alat utama sistem persenjataan yang berdaya saing dengan produk-produk negara lain. Instrumen militer yakni TNI sebagai Komponen Utama pertahanan negara harus mampu mengembangkan strategi militer dengan efek daya tangkal yang tinggi, serta profesional dalam melaksanakan setiap tugas operasi baik operasi militer perang maupun operasi militer selain perang.
Fungsi penindakan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk mempertahankan, melawan dan mengatasi setiap tindakan militer suatu negara yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan bangsa dari segala ancaman. Fungsi penindakan dilaksanakan melalui tindakan preemptive, perlawanan, sampai mengusir musuh keluar dari wilayah Indonesia.
Tindakan preemptif merupakan bentuk penindakan terhadap pihak lawan yang nyata-nyata akan menyerang Indonesia dengan cara mengerahkan kekuatan pertahanan untuk melumpuhkan pihak lawan yang sedang dalam persiapan untuk menyerang Indonesia. Tindakan preemptif dilaksanakan di wilayah pihak lawan atau di dalam perjalanan sebelum memasuki wilayah Indonesia.
Tindakan perlawanan merupakan bentuk penindakan terhadap pihak lawan yang sedang menyerang Indonesia atau telah menguasai sebagian atau seluruh wilayah Indonesia dengan cara mengerahkan seluruh kekuatan negara baik secara militer maupun nirmiliter. Tindakan perlawanan diselenggarakan dengan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta melalui pengerahan kekuatan pertahanan yang berintikan TNI didukung oleh segenap kekuatan bangsa dalam susunan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung.
Fungsi Pemulihan merupakan keterpaduan usaha pertahanan negara yang dilaksanakan secara militer maupun nirmiliter, untuk mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu akibat kekacauan keamanan karena perang, pemberontakan atau serangan separatis, konflik vertikal atau konflik horizontal, huru-hara, serangan teroris, atau bencana alam. TNI bersama dengan instansi pemerintahan lainnya serta masyarakat, melaksanakan fungsi pemulihan sebagai wujud pertahanan semesta yang utuh.
Spektrum Konflik.
Hubungan antar negara maupun dinamika sosial politik dalam negeri selalu berkembang dalam kondisi pasang surut yang diilustrasikan sebagai kondisi yang eskalatif atau spontan antara damai dan perang. Konflik adalah kondisi terganggunya hubungan antar negara yang berkembang dalam spektrum paling rendah (low intensity conflict) hingga perang terbuka (high intensity conflict). Konflik dapat pula terjadi di dalam negeri, terutama pada tingkat provinsial atau lokal, yakni yang melibatkan dua kelompok masyarakat atau lebih.
Pemahaman terhadap spektrum konflik menjadi dasar dalam pencegahan konflik, pengelolaan konflik, keikutsertaan dalam tugas-tugas perdamaian dunia dan bantuan kemanusiaan, serta bantuan kemampuan pertahanan negara pada departemen atau otoritas sipil lainnya. Dalam spektrum ancaman yang eskalatif dan berkembang ke arah yang mengancam keamanan nasional, memerlukan suatu mekanisme pelibatan unsur-unsur kekuatan nasional (instrument of national power) secara tepat. Dalam perspektif pertahanan negara, unsur-unsur kekuatan nasional tersebut dikelompokkan dalam dua pendekatan fungsi, yakni fungsi pertahanan nirmiliter dan fungsi pertahanan militer.
Pada kondisi di mana spektrum ancaman masih berupa konflik intensitas rendah, maka penanganannya mengedepankan pada pendekatan fungsional, dalam dimensi pertahanan diperankan oleh fungsi pertahanan nirmiliter. Fungsi pertahanan militer dalam kondisi keamanan dimaksud mengambil peran sebagai unsur bantuan manakala diperlukan oleh unsur-unsur pertahanan nirmiliter. Dalam menghadapi konflik intensitas rendah seperti pemberontakan bersenjata, konflik komunal yang meluas, kerusuhan yang berlarut dan dalam skala besar yang mengganggu keamanan publik dan kelangsungan fungsi pemerintahan maupun pelayanan masyarakat, maka pelibatan fungsi pertahanan militer diperlukan. Pelibatan fungsi pertahanan militer (TNI) dalam konteks ini adalah dalam lingkup melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam penanganan ancaman atau gangguan keamanan nasional yang terjadi di suatu wilayah atau daerah di mana penanganan dengan cara-cara biasa atau penanganan secara fungsional tidak efektif lagi dan diperkirakan akan menimbulkan korban yang besar atau kerusakan infrastruktur dan properti yang besar, maka atas keputusan politik pemerintah fungsi pertahanan militer dapat dilibatkan.
Apabila ancaman meningkat dan berkembang ke arah situasi gawat dan status keamanan bergeser dari Tertib Sipil menjadi Darurat Sipil, maka keterlibatan fungsi pertahanan militer yakni TNI semakin besar dan dalam kerangka melaksanakan OMSP. Dalam keadaan Darurat Militer, demi kepentingan nasional dan efektivitas pelaksanaan penanganan darurat militer sebagaimana diatur oleh Undang-Undang, maka fungsi-fungsi pertahanan nirmiliter dapat dialihkan sementara kepada TNI selama pemberlakuan darurat militer. Dalam hal ini TNI tetap melaksanakan tugas OMSP untuk konteks pelaksanaan di dalam negeri. Dalam keadaan Perang, yakni dalam konflik dengan negara lain, seluruh kekuatan bangsa melaksanakan pertahanan militer yang susunannya TNI sebagai kekuatan utama melaksanakan Operasi Militer Perang, dibantu oleh seluruh kekuatan nasional sebagai Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang mencerminkan sistem pertahanan semesta. Dari model tersebut di atas, menunjukkan bahwa baik pertahanan nirmiliter maupun pertahanan militer yakni TNI memiliki ruang pelibatan dalam konteks keamanan nasional di antara dua titik ekstrim yakni damai dan perang.
Pusat Gravitasi Pertahanan Negara
Penyelenggaraan pertahanan negara bertumpu pada kekuatan dan kemampuan Sumber Daya Manusia yakni rakyat Indonesia baik militer maupun nirmiliter, didukung oleh Sistem Senjata dan Manajemen Pertahanan yang handal. Keterpaduan ketiga unsur tersebut menghasilkan pertahanan negara yang berdaya tangkal.
Sumber Daya Manusia. Inti kekuatan pertahanan negara terletak pada unsur sumber daya manusia. Sumber daya manusia adalah faktor determinan kemampuan pertahanan negara. Indikator sumber daya manusia pertahanan sebagai inti kekuatan pertahanan terletak pada kualitasnya yang tercermin dalam kondisi yang tanggap, tanggon dan trengginas. Untuk menjadi kekuatan pertahanan negara yang handal, maka kekuatan militer maupun kekuatan nirmiliter harus manunggal dan menguasai sendi-sendi pertahanan negara. Kemampuan sumber daya manusia meliputi kemampuan intelektual, kemampuan mental, dan kemampuan fisik, dimana ketiganya membentuk sosok manusia pertahanan yang tanggap, tanggon, dan trengginas.
Gambar. 2
Visualisasi SDM Pertahanan Berdaya Tangkal
Tanggap. Sumber daya manusia yang tanggap memiliki kemampuan kesatuan yang berhubungan dengan aspek intelektual yang ditentukan oleh kemampuan berpikir konseptual, penguasaan akan prinsip damai dan prinsip perang, serta penguasaan doktrin. Untuk menjadi tanggap ditentukan oleh faktor konseptual yang mencakup penguasaan akan konsep dan prinsip penyelenggaraan perang dan perdamaian, doktrin, serta bagaimana mengimplementasikan pemikiran konseptual tersebut dalam pola sikap dan pola tindak.
Penguasaan Konsep tentang Prinsip Damai dan Perang. Perang adalah jalan terakhir setelah upaya-upaya diplomasi menemui jalan buntu. Pertahanan negara disusun dengan strategi berlapis dan bila belum berhasil maka perang rakyat semesta dalam bentuk perang gerilya diselenggarakan secara berlanjut sampai dapat mengusir musuh dari bumi pertiwi.
Penguasaan Doktrin. Doktrin pertahanan menuntun penyelenggaraan pertahanan negara, tentang apa yang harus dipertahankan dan dengan apa mempertahankannya. Doktrin digali dari nilai-nilai perjuangan bangsa, serta mengambil pelajaran dari pengalaman operasi baik keberhasilan maupun kegagalan (lesson learned), sehingga Doktrin harus dipahami, dikembangkan dan dipedomani.
Implementasi Pemikiran Konseptual. Konsepsi pertahanan negara pada hakikatnya merupakan hasil pemikiran konseptual dan strategis. Pemikiran konseptual selalu mengembangkan konsepsi pertahanan negara untuk menjawab tantangan masa mendatang. Didasari pemikiran konseptual tersebut, maka akan lahir pemikiran-pemikiran inovatif untuk mengembangkan kemampuan yang diperlukan dihadapkan dengan kecenderungan perkembangan lingkungan dan perkembangan zaman. Pemikiran inovatif tersebut diwujudkan antara lain dalam mengembangkan metode dan strategi yang lebih tepat dan efektif. Pemikiran Konseptual mengedepankan 6 (enam) kemampuan fundamental pertahanan yang saling berhubungan dan terintegrasi serta tidak berdiri sendiri. Ke-enam kemampuan tersebut meliputi komando, informasi, persiapan untuk mencegah pendadakan, pengerahan, daya tahan dan daya dukung.
Komando berhubungan dengan kewenangan atau otorita, dalam hal ini ditentukan oleh faktor kepemimpinan. Komando adalah alat kepemimpinan untuk mencapai tujuan. Komando memerlukan sarana yang jelas dan responsif untuk mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengontrol kekuatan pertahanan.
Informasi adalah hal vital dalam penyelenggaraan fungsi pertahanan. Informasi merupakan bahan penting suatu Komando. Unsur-unsur penting dalam informasi suatu komando adalah akurasi, kecepatan, ketepatan, sumber dan proses.
Persiapan merupakan tahapan yang fundamental untuk mencegah pendadakan dari pihak lawan. Persiapan kekuatan pertahanan merupakan fase yang menentukan dalam gelar kekuatan. Persiapan menyangkut kegiatan untuk merumuskan kebutuhan, sumber daya, memproses hingga mencapai kesiapsiagaan.
Pengerahan kekuatan ditentukan oleh kejelasan tujuan, sasaran, tugas yang diemban dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan pertahanan.
Daya tahan meliputi sarana untuk mempertahankan semangat dan menjaga kesinambungan kemampuan pertahanan dalam menjamin kelangsungan penyelenggaraan suatu operasi. Tugas pertahanan baik yang berbentuk perang atau tugas-tugas pertahanan lainnya memerlukan daya tahan yang tinggi. Kekalahan sering terjadi karena ketidakmampuan memelihara daya tahan. Perang biasanya berlangsung lama yang menguras energi, semangat dan sumber daya, sehingga diperlukan upaya membangun daya tahan yang handal.
Daya dukung meliputi ketersediaan sumber daya guna memelihara kekuatan untuk mendukung penyelenggaraan pertahanan sampai tujuan tercapai. Daya dukung sumber daya tidak akan terwujud dengan sendirinya, oleh karena itu penyiapan sumber daya nasional dilaksanakan secara dini melalui sistem pertahanan negara.
Tanggon, merupakan kemampuan kesatuan yang berhubungan dengan aspek moral. Tanggon ditentukan oleh faktor moral dan moril yang terkait langsung dengan semangat tempur. Faktor tersebut ditentukan oleh motivasi, kepemimpinan dan manajemen. Motivasi menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas, yang menyangkut hasrat yang timbul atas dasar rasa memiliki, tanggung jawab dan komitmen akan tujuan bersama. Motivasi adalah hal yang sensitif sehingga perlu untuk dibangun, dipelihara dan dipertahankan. Membangun motivasi membutuhkan sarana yakni kepemimpinan dan manajemen. Awal tumbuhnya motivasi adalah kepercayaan pengikut akan apa yang menjadi tujuan serta kepemimpinan dan manajemen yang mengantarnya menuju tujuan. Produk motivasi adalah iman dan taqwa, jiwa korsa, kebersamaan, dan kinerja.
Kepemimpinan adalah unsur vital untuk membangun, memelihara dan mempertahankan moril. Kepemimpinan berada di segala tingkatan mulai dari satuan terkecil sampai yang paling tinggi. Semua pemimpin harus mengakui bahwa keberhasilan atau kegagalan tergantung pada keseriusan dan kesungguhan dalam menjalankan tanggung jawab kepemimpinannya. Kepemimpinan militer adalah proyeksi dari kepribadian dan karakter untuk membawa bawahannya melakukan apa yang baik dan benar untuk organisasi, bukan apa yang baik bagi pemimpin. Potensi kepemimpinan dapat dikembangkan melalui pendidikan, latihan dan penugasan yang terancang dan tertata. Kepemimpinan diawali dari disiplin pribadi sang pemimpin dan merupakan proses yang berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Pemimpin mempromosikan kepada bawahannya, keputusan yang akurat dan tindakan yang menentukan, memberi contoh, nasihat, mendorong dan membangkitkan semangat, memberi kesempatan kepada bawahan untuk berkembang, serta mampu mengukur kemampuan dan batas kemampuan bawahan.
Manajemen adalah pengelolaan sumber daya meliputi sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Manajemen merupakan elemen penting bagi tumbuhnya moril. Tanpa manajemen sumber daya yang baik disertai dukungan administrasi yang memadai, niscaya pembangunan moril akan sia-sia. Manajemen merupakan atribut komando, yang menyangkut pemberdayaan sumber daya yang sebaik-baiknya. Dalam pertahanan, manajemen menjalankan dua peran penting yakni aspek ekonomis dari usaha pertahanan serta kesinambungan usaha pertahanan. Ukuran manajemen yang baik adalah kecakapan atau kemampuan untuk mencapai keseimbangan yang sehat, bukan karena surplusnya sumber daya, bukan pula karena keterbatasan sumber daya.
Trengginas, merupakan kemampuan kesatuan yang berhubungan dengan aspek fisik yang memiliki kesiapsiagaan yang tinggi dalam menjaga kesinambungan usaha pertahanan. Trengginas mencakup kekuatan baik secara kuantitas maupun kualitas. Inti kekuatan pertahanan negara adalah sumber daya manusia (SDM) pertahanan, secara kuantitas mencukupi kebutuhan pertahanan, dan secara kualitas berkemampuan dan berdaya tahan. SDM pertahanan adalah unsur yang hidup dinamis, dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. SDM berhubungan dengan faktor kesejahteraan dan keadilan sebagai kebutuhan yang mendasar. SDM sensitif terhadap perubahan ekonomi, sosial, dan politik sehingga memerlukan penanganan secara komprehensif.
Selain kekuatan manusia juga perlu ditopang dengan penguasaan sistem senjata. Sistem Senjata mempunyai makna seluruh kemampuan nasional baik yang bersifat fisik maupun nonfisik, untuk diberdayakan bagi kepentingan pertahanan negara. Sistem senjata yang bersifat fisik intinya adalah alat peralatan sesuai perkembangan teknologi, serta segenap sarana dan prasarana berupa infrastruktur yang secara langsung maupun tidak langsung digunakan dalam rangka pertahanan militer dan nirmiliter. Sedangkan kemampuan nasional yang bersifat non fisik berwujud ke dalam kemampuan bangsa dalam bela negara yang tercermin dalam patriotisme, nasionalisme, kepemimpinan nasional, manajemen nasional, diplomasi, kekuatan ekonomi serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kinerja kolektif hanya dapat dicapai melalui pemahaman yang komprehensif akan doktrin, latihan gabungan, serta kemahiran untuk mengaplikasikan konsep-konsep pertahanan. Kinerja kolektif menjadi tanggung jawab pemimpin kesatuan. Karena itu pemimpin harus mempunyai sarana (means) serta metode untuk menghasilkan kinerja kolektif yang baik. Keberhasilan usaha pertahanan sangat ditentukan oleh kinerja kolektif.
Bagian penting dari faktor fisik adalah kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan kekuatan pertahanan adalah hal mendasar dalam usaha pertahanan. Kesiapsiagaan mencakup semua elemen, baik personel (prajurit), Alutsista, maupun segenap unsur dukungan. Upaya pertahanan adalah upaya yang tidak berhenti, bahkan penuh dengan dinamika pendadakan, sehingga dituntut kesiapsiagaan sepanjang waktu.
Kesiapsiagaan fungsi pertahanan mutlak dimiliki, tidak saja dalam menghadapi kondisi perang, tetapi juga dalam tugas-tugas OMSP seperti menghadapi ancaman atau krisis yang terjadi secara tiba-tiba, seperti serangan terorisme, bencana alam, huru-hara massal. Konteks kesiapsiagaan harus didukung oleh latihan yang terus menerus dan terarah, serta kualitas kepemimpinan yang kuat.
Bagian penting yang membentuk sosok pertahanan yang trengginas adalah ketersediaan sumber daya. Upaya pertahanan negara membutuhkan sumber daya yang besar dan beragam yang harus dijamin ketersediaannya. Penyiapan sumber daya memerlukan waktu, karena itu menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan segenap sumber daya pertahanan sejak dini dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Penyediaan sumber daya pertahanan sejak dini memberi efek detterrence yang tinggi. Ketersediaan sumber daya untuk pertahanan dapat faktor yang mencegah suatu ancaman. Sebaliknya mengabaikan usaha untuk menyediakan sumber daya bagi pertahanan dapat menjadi titik lemah yang mendatangkan risiko yang fatal.
KEBIJAKAN STRATEGIS
PENYELENGGARAAN PERTAHANAN NEGARA
Pertahanan Indonesia dengan sistem pertahanan semesta dikembangkan dalam strategi Pertahanan Berlapis, dengan mengedepankan kemampuan Penangkalan yang bertumpu kekuatan TNI sebagai Komponen Utama didukung seluruh rakyat Indonesia dalam susunan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. Dalam mewujudkan penangkalan Indonesia maka pengejawantahan konsep pertahanan berlapis melalui pengintegrasian pertahanan militer yang dilaksanakan TNI secara Tri Matra Terpadu dengan pertahanan nirmiliter, yang memiliki pusat gravitasi berupa dukungan rakyat atas peran TNI sebagai satu kesatuan dan totalitas pertahanan Indonesia.
Dalam sistem pertahanan semesta, peran pertahanan nirmiliter dalam mewujudkan penangkalan Indonesia mencakup:
Pertama, membangun sistem politik yang sehat dan berdaya saing, sehingga mampu berkiprah di fora internasional. Kemampuan diplomasi sebagai first line defence harus dapat diwujudkan secara konkret dan dikembangkan dari generasi ke generasi. Di dalam negeri, politik harus dapat mengakomodasi semua kepentingan secara proporsional untuk meniadakan setiap konflik baik potensial maupun aktual.
Kedua, dari aspek ekonomi Indonesia, sektor-sektor perekonomian yang memiliki posisi tawar yang cukup tinggi di fora internasional harus dapat didayagunakan dan dikembangkan di masa-masa mendatang. Indonesia secara ekonomi harus dapat bertahan dalam menghadapi tekanan ekonomi negara lain.
Ketiga, dari aspek psikologi dan sosial, pembangunan moral, semangat persatuan dan kesatuan bangsa serta ketahanan budaya, harus ditumbuhkembangkan dan direvitalisasi. Nilai-nilai patriotik, heroik, dan nasionalisme harus dapat ditumbuhkembangkan sejak dini bagi seluruh bangsa Indonesia.
Keempat, dari aspek teknologi, kemampuan industri nasional harus dapat berperan dalam mencukupi kebutuhan pertahanan negara, dan secara bertahap dapat mengurangi ketergantungan terhadap produk luar negeri.
Menghadapi Ancaman Militer
Dalam penyelenggaraan pertahanan negara, ancaman militer mendapat perhatian utama karena berakibat langsung terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Oleh karena itu dalam menghadapinya memerlukan strategi pertahanan yang efektif untuk dapat melindungi NKRI dengan segala kepentingannya.
Strategi pertahanan dalam menghadapi ancaman militer disesuaikan dengan sumber dan bentuk dan besarnya ancaman aktual yang mengancam Indonesia. Dalam menghadapi ancaman agresi yakni invasi suatu negara terhadap Indonesia dihadapi dengan strategi pertahanan yang mendayagunakan segenap kekuatan pertahanan secara total karena yang dipertaruhkan adalah mati hidupnya NKRI. Sedangkan dalam menghadapi ancaman militer dengan jenis bukan invasi, maka penggunaan kekuatan pertahanan negara disesuaikan dengan skala ancaman serta tingkat risiko yang ditimbulkannya.
Fungsi pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai Komponen Utama. Dalam hal ancaman militer berbentuk agresi militer yang dilakukan suatu negara dengan tujuan untuk menduduki sebagian atau seluruh wilayah NKRI, dihadapi dengan strategi pertahanan berlapis. Meskipun Tentara Nasional Indonesia sebagai Komponen Utama pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer, namun dalam menghadapi agresi militer suatu negara, lapis diplomasi tetap menjadi pilihan sebagai lapis pertama untuk sebesar-besarnya mencegah berkobarnya perang dengan kekuatan senjata. Lapis diplomasi diselenggarakan dengan didukung oleh lapis perlawanan tidak bersenjata dan lapis pertahanan militer dengan menyiagakan seluruh kekuatan Tentara Nasional Indonesia di seluruh Indonesia.
Sebagai kelanjutan dari dan sekaligus memperkuat upaya-upaya diplomasi, maka lapis perlawanan tidak bersenjata diberdayakan sebesar-besarnya sebagai wujud penolakan bangsa Indonesia terhadap suatu negara yang hendak menyerang Indonesia. Lapis perlawanan tidak bersenjata dalam hal menghadapi agresi suatu negara dikembangkan melalui usaha-usaha perang psikologis seperti demonstrasi di seluruh wilayah Indonesia untuk menolak kekuatan militer yang hendak menyerang atau menginvasi Indonesia, pembentukan barisan-barisan rakyat, serta usaha-usaha lain untuk membangkitkan nasionalisme bangsa Indonesia.
Dalam hal usaha-usaha diplomasi serta usaha-usaha perlawanan tidak bersenjata gagal atau tidak efektif sehingga tidak mencegah agresi militer yang dilakukan suatu negara, maka lapis pertahanan militer yakni kekuatan Tentara Nasional Indonesia menjadi pilihan terakhir dan yang paling menentukan. Dalam hal ini Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara mengerahkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia untuk melaksanakan operasi militer untuk perang guna menyelamatkan NKRI dari ancaman agresi militer negara lain. Selanjutnya, Presiden memobilisasi Komponen Cadangan untuk menjadi pengganda TNI, yang pendayagunaannya diatur lebih lanjut oleh Panglima TNI.
Berdasarkan keputusan politik dalam pengerahan kekuatan TNI untuk menyelenggarakan operasi militer perang, Panglima TNI selanjutnya menggunakan TNI dengan mengembangkan strategi militer untuk menghadapi dan mengatasi agresi kekuatan militer dari negara lain yang nyata-nyata sudah mengancam Indonesia. Untuk memelihara kesinambungan operasi militer yang diselenggarakan TNI, Panglima TNI menggunakan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang telah dimobilisasi sebagai pengganda kekuatan Komponen Utama. Penggunaan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung oleh Panglima TNI disesuaikan dengan kebutuhan dan strategi militer dalam operasi militer perang yang diselenggarakan.
Dalam menghadapi ancaman militer yang bentuknya bukan agresi militer, maka instrumen yang digunakan serta strategi yang digunakan disesuaikan dengan bentuk dan besarnya ancaman serta tingkat risiko yang ditimbulkannya.
Menghadapi Agresi Militer
Ancaman militer dari suatu negara yang hendak menyerang Indonesia dalam bentuk agresi militer atau tindakan preemptive strike diposisikan dalam tingkatan prioritas paling tinggi. Ancaman militer tersebut adalah ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan dan keselamatan bangsa Indonesia. Menghadapi ancaman militer dari negara lain dilaksanakan dengan mengerahkan seluruh kekuatan nasional. Pelaksanaannya dengan strategi pertahanan berlapis yang disusun secara mendalam (defense in depth).
Wujud pertahanan berlapis yang disusun secara mendalam dimulai dari pertahanan nirmiliter dengan melaksanakan fungsi-fungsi diplomasi dan perlawanan tanpa senjata (Soft Power) serta diikuti pertahanan militer apabila upaya pertahanan nirmiliter tidak lagi efektif.
Lapis Diplomasi
Indonesia bukan negara agresor. Indonesia menjunjung tinggi kemerdekaan dan kedaulatan setiap negara. Setiap perselisihan atau konflik dengan negara lain akan selalu mengedepankan usaha-usaha diplomatik.
Komitmen bangsa Indonesia dalam menjaga kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa adalah tidak akan membiarkan negara lain menyerang setiap jengkal tanah dari wilayah Indonesia.
Dalam menghadapi ancaman militer dari negara lain, bangsa Indonesia akan mengembangkan strategi pertahanan defensif aktif. Salah satu wujud pertahanan defensif aktif adalah dengan mengedepankan diplomasi sebagai garis terdepan pertahanan negara. Perang harus dapat dicegah dengan pendekatan politik penjinakan (appeasement policy) yakni mengintensifkan usaha-usaha diplomatik.
Karena itu, dalam sistem pertahanan, diplomasi sebagai first line defence, merupakan modalitas yang dikembangkan secara efektif untuk mencegah suatu negara menyerang Indonesia baik dalam kerangka preemptive strike, maupun untuk tujuan menginvasi Indonesia.
Usaha-usaha diplomasi berintikan peran pertahanan nirmiliter melalui politik dan ekonomi. Bersamaan dengan itu pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter lainnya disiapsiagakan untuk memperkuat upaya diplomasi (diplomacy backed by force) sekaligus untuk melakukan tahapan lanjutan apabila diplomasi mengalami jalan buntu.
Keberhasilan usaha-usaha diplomasi sangat bergantung pada kualitas dan kemampuan komunikasi politik yang diperankan oleh unsur-unsur pertahanan nirmiliter, yakni pengemban politik luar negeri.
Lapis Perlawanan Rakyat Tidak Bersenjata
Selain melalui diplomasi, usaha pertahanan untuk menghadapi serangan militer suatu negara dengan pendekatan perlawanan nonkekerasan masih dapat dikembangkan dalam lingkup yang lebih luas. Perlawanan Rakyat tanpa senjata untuk menolak usaha suatu negara yang hendak menyerang Indonesia merupakan salah satu lapisan pertahanan yang masih dapat dikembangkan.
Pendekatan soft-power untuk menghadapi ancaman militer suatu negara, tidak dimaksudkan untuk menjadikan rakyat sipil sebagai ”tameng hidup” atau menjadikan seluruh rakyat sebagai kombatan. Tetapi ketika yang terancam adalah kelangsungan hidup bangsa, mati-hidupnya NKRI, maka seluruh bangsa Indonesia harus memandang serangan militer negara lain (preemptive strike atau invasi) sebagai ancaman terhadap seluruh bangsa Indonesia tanpa terkecuali.
Perwujudan perlawanan dengan pendekatan soft-power adalah melalui reaksi spontan dan menyeluruh dari bangsa Indonesia untuk menentang dan menolak aksi serangan militer suatu negara. Penentangan dan penolakan setiap bentuk usaha negara lain yang menyerang Indonesia dapat melalui aksi turun ke jalan, mendorong aksi solidaritas antar sesama negara kawasan atau sesama anggota organisasi negara-negara Islam.
Lapis Pertahanan Militer
Lapis Pertahanan militer adalah perlawanan dengan kekuatan senjata (hard-power) untuk menghadapi kekuatan militer negara lain. Pertahanan militer berintikan TNI sebagai kekuatan utama, didukung oleh kekuatan cadangan dan kekuatan pendukung.
Pengerahan kekuatan militer dilakukan apabila lapis pertahanan melalui diplomasi dan usaha-usaha soft-power lainnya telah mengalami jalan buntu. Tahapannya adalah pengerahan komponen utama, komponen cadangan dan komponen pendukung dalam strategi pertahanan berlapis. Upaya pertahanan militer dikembangkan dalam pola operasi militer perang (OMP) yang disusun dalam strategi pertahanan defensif aktif dan pertahanan berlapis untuk tujuan preventif, preemptif, dan koersif.
Menghadapi Ancaman Militer Berbentuk Bukan Agresi
Ancaman militer yang bentuknya bukan agresi militer atau tindakan preemptive strike dari negara lain tetap diposisikan sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan dan keselamatan bangsa Indonesia; berarti yang terancam adalah seluruh bangsa Indonesia. Menghadapi bentuk ancaman militer tersebut dilaksanakan dengan mengerahkan kekuatan siap nasional yang besarnya disesuaikan dengan besarnya ancaman. Strategi pertahanan menghadapi ancaman militer yang berbentuk bukan agresi dan preemptive strike disesuaikan dengan bentuk, derajat dan besaran (magnitude) ancaman yang dihadapi; serta dapat dilaksanakan secara matra atau secara gabungan dalam susunan Tri Matra Terpadu.
Bentuk ancaman militer yang dimaksud antara lain pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain, pemberontakan bersenjata, gerakan separatis bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau bekerja sama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri, ancaman keamanan di laut atau udara yurisdiksi nasional dan konflik komunal.
Menangani Pelanggaran Wilayah. Penggunaan kekuatan pertahanan militer dalam menangani aksi pelanggaran wilayah oleh negara lain merupakan wujud upaya untuk menegakkan kedaulatan negara dan kewibawaan pemerintah dan bangsa Indonesia. Perwujudannya melalui langkah-langkah militer sesuai kewenangan dengan mengerahkan kekuatan militer yang disiagakan dengan besar kekuatan disesuaikan dengan ruang dan waktu serta besaran ancaman yang dihadapi.
Langkah-langkah militer yang diambil mengutamakan tindakan preventif atau koersif sesuai pertimbangan ruang dan waktu serta besaran ancaman. Tindakan preventif atau koersif tersebut dikembangkan dalam pola OMP, yang pelaksanaannya secara terbatas dan terukur sehingga dapat mencegah konflik yang lebih luas.
Tindakan secara terbatas dan terukur diwujudkan dalam bentuk peringatan (warning) kepada pelaku, dan menggiringnya ke luar wilayah, sedapat mungkin menghindari kontak fisik. Tindakan koersif yang berakibat kontak fisik merupakan jalan terakhir dan disesuaikan prosedur operasi militer serta mekanisme pengambilan keputusan yang berlaku dalam pelaksanaan operasi militer yang berkaitan dengan penanganan pelanggaran wilayah.
Dalam konteks mencegah menghadapi ancaman militer berupa pelanggaran wilayah oleh negara lain, pertahanan nirmiliter mempunyai peran dengan lingkup upaya diplomasi sebagai first line defence, yang dikembangkan secara efektif untuk mencegah dan mengatasi setiap bentuk pelanggaran. Dalam hal ini upaya diplomasi diselenggarakan untuk dapat mencegah suatu negara melakukan pelanggaran terhadap wilayah Indonesia. Upaya diplomasi juga diselenggarakan untuk menyelesaikan bentuk-bentuk pelanggaran wilayah dengan menjunjung tinggi derajat Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Untuk memperkuat upaya diplomasi dapat diikuti dengan dukungan kekuatan militer, namun dalam skala terbatas dengan memperhatikan kaidah-kaidah pengerahan kekuatan dalam memperkuat diplomasi. Upaya nirmiliter selain diplomasi adalah melalui pembenahan perangkat hukum yang berkaitan dengan perbatasan antar negara.
Mengatasi Gerakan Separatisme dan Pemberontakan Bersenjata.
Pertahanan militer dalam menghadapi ancaman separatisme dan pemberontakan bersenjata merupakan urusan dalam negeri Indonesia, sehingga akan dihadapi dengan cara-cara bangsa Indonesia dengan memperhatikan norma-norma hukum dan demokrasi. Pengerahan dan penggunaan Kekuatan TNI berdasarkan keputusan politik dan dilindungi Undang-Undang.
Penggunaan kekuatan TNI untuk menumpas gerakan separatisme bersenjata dilaksanakan dengan OMSP dengan mengembangkan strategi yang tepat dan efektif. Strategi Operasi dikembangkan oleh militer sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi.
Peran pertahanan nir militer dalam menghadapi ancaman separatisme adalah mengefektifkan fungsi-fungsi pembangunan nasional di mana akar masalah separatisme dapat diatasi dengan pendekatan kesejahteraan dan keadilan. Separatisme adalah ancaman yang keberadaannya memperlihatkan bahwa kelompok-kelompok tersebut terus melakukan proses regenerasi. Fenomena ini harus disadari dan diikuti perkembangannya dalam menyusun strategi pertahanan nirmiliter.
Kelompok tersebut memanfaatkan momentum demokratisasi untuk melakukan perjuangan dengan pola perjuangan non bersenjata serta berusaha mencari perhatian dan dukungan dari luar negeri. Menghadapi kecenderungan ancaman separatisme, maka unsur pertahanan nirmiliter ke depan akan banyak berperan aktif untuk mencari dan menemukan solusi yang tepat dan efektif. Dalam hal ini tanggung jawab pemerintah untuk melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk menyadarkan kelompok separatis ataupun pemberontak semakin diperlukan.
Pihak-pihak terkait seperti Departemen Dalam Negeri dan Departemen Luar Negeri menjadi leading sektor dalam mengembangkan strategi pertahanan nirmiliter dalam penanganan separatisme, berkoordinasi dengan Departemen Pertahanan, termasuk dalam mempelajari akar permasalahan yang menjadi penyebab pemberontakan dan separatisme serta secara komprehensif mencari solusi terbaik yang dapat diterima semua pihak didasarkan pada aturan dan kaidah hukum yang berlaku.
Menangani Sabotase. Pertahanan militer dapat digunakan dalam mencegah dan mengatasi ancaman sabotase. Penggunaan kekuatan militer dalam penanganan sabotase adalah dalam rangka pengamanan VVIP dan untuk melindungi obyek vital nasional strategis, instalasi pemerintah, atau instalasi militer.
Penanganan terhadap ancaman sabotase dilaksanakan dengan strategi dan pola operasi khusus dalam bentuk OMSP. Kekuatan yang dikerahkan disesuaikan dengan tingkatan risiko serta misi yang diemban.
Pertahanan nirmiliter juga mempunyai peran dalam mengatasi ancaman sabotase. Sesuai fungsinya, unsur nirmiliter berperan dalam menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat untuk tanggap terhadap situasi yang berkembang di lingkungannya serta melaporkan secara dini kepada pihak yang berwenang apabila terdapat indikasi yang mengarah kepada tindakan sabotase. Pihak pengelola obyek atau instalasi vital harus selalu memperhatikan keamanan obyek vital dengan mengembangkan sistem keamanan internal secara komprehensif.
Menangani Aksi Spionase. Aksi Spionase merupakan jenis ancaman militer yang penanganannya dapat menggunakan kekuatan dan kemampuan militer. Strategi dalam penanganan Aksi Spionase dilaksanakan dengan pola operasi khusus untuk membongkar, melumpuhkan dan membersihkan jaringan spionase.
Dalam menghadapi spionase, unsur pertahanan nirmiliter mempunyai peran signifikan. Unsur tersebut sesuai fungsinya meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat untuk berperan aktif sebagai lini terdepan yang tanggap terhadap kegiatan di lingkungannya serta melaporkan secara cepat kepada pihak yang berwewenang apabila ada hal-hal yang mencurigakan. Pihak-pihak terkait sesuai fungsinya meningkatkan kehidupan sosial kemasyarakat di berbagai aspek untuk menghindarkan masyarakat dari pengaruh kegiatan spionase yang memanfaatkan keterbelakangan kehidupan sosial masyarakat.
Menangani Ancaman Terorisme. Penanganan terhadap aksi kejahatan terorisme melalui pendekatan pertahanan militer adalah bagian dari fungsi pertahanan negara untuk melindungi segenap bangsa.
Penanganan terhadap Ancaman terorisme baik terorisme internasional maupun terorisme dalam negeri dilaksanakan dengan pola pendekatan preventif, dan represif/koersif. Penanganan dengan pola preventif lebih diutamakan dengan mengintensifkan:
Pertama, fungsi intelijen di setiap kesatuan dan strata, baik dalam wujud human intelijen maupun intelijen teknik. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pelaku-pelaku aksi terorisme juga memanfaatkan kemajuan teknologi dalam melakukan aksinya. Dalam hal ini fungsi intelijen dalam penanganan terorisme harus mengoptimalkan kemampuan penginderaan dini berbasis human intelijen dan diperlengkapi dengan sarana teknologi yang mampu mendeteksi kegiatan dan keberadaan pelaku kejahatan terorisme.
Kedua, memberdayakan Komando Kewilayahan, yakni Komando Kewilayahan Darat, Komando Kewilayahan Laut dan Komando Kewilayahan Udara yang tersebar seluruh wilayah Indonesia. Salah satu instrumen militer dalam menangkal ancaman terorisme adalah Komando Kewilayahan yang unsur-unsurnya tersebar di setiap daerah mulai dari tingkat provinsi hingga kecamatan dan desa. Keberadaan unsur-unsur Kewilayahan dengan gelar kekuatan yang menjangkau sampai tingkat kecamatan bahkan desa menjadi faktor deterrence yang cukup efektif untuk didayagunakan.
Ketiga, keberadaan setiap unsur militer dikelola sebaik-baiknya sehingga menjadi faktor deterrence untuk meniadakan setiap niat dan usaha pelaku kejahatan terorisme.
Dalam penggunaan kekuatan pertahanan militer untuk penanganan terorisme dilaksanakan dengan tidak melanggar hak asasi manusia, dan tidak diskriminatif. Penanganan aksi terorisme internasional atau yang berkolaborasi dengan terorisme dalam negeri dilaksanakan secara lintas instansi dan terpadu, serta dapat bekerja sama dengan negara lain berdasarkan garis kebijakan pemerintah dan politik luar negeri.
Pelibatan unsur-unsur nirmiliter dalam penanganan isu terorisme sesuai fungsinya akan menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya teroris. Pelibatan tersebut secara nyata diselenggarakan dengan memberdayakan instansi pemerintahan di semua lini untuk menertibkan administrasi kependudukan dalam rangka pengawasan kegiatan masyarakat. Khusus di pintu-pintu masuk Indonesia seperti wilayah perbatasan dan Bandar udara internasional dan Pelabuhan internasional, pengawasan lalu lintas orang dan barang di seluruh pintu keluar masuk wilayah Indonesia perlu dikembangkan dengan suatu sistem pengawasan yang terpadu.
Menangani ancaman Keamanan di Laut dan Udara. Penanganan terhadap ancaman keamanan di laut dan udara dilaksanakan untuk menjamin keamanan dan penegakan hukum. Strategi penanganannya melalui pendekatan militer dan nirmiliter.
Pendekatan dengan menggunakan kekuatan pertahanan militer, strategi yang digunakan disesuaikan dengan jenis ancaman yang dihadapi dengan mengefektifkan kemampuan TNI secara Tri Matra Terpadu. Dalam hal memerlukan penanganan melalui kerja sama dengan negara lain, ditempuh berdasarkan keputusan politik negara.
Pendekatan dengan menggunakan kekuatan pertahanan nirmiliter, diselenggarakan secara fungsional, antara lain dengan menyusun, menata dan membenahi peraturan perundangan yang berlaku agar tidak tumpang tindih dalam implementasi di lapangan. Selain peraturan perundangan, juga diselenggarakan dengan penataan sistem. Penataan sistem meliputi sistem perambuan di alur pelayaran untuk kepentingan keamanan navigasi, penataan dan penertiban penggunaan alur pelayaran laut untuk kepentingan keamanan lingkungan, serta penataan sistem koridor udara untuk kepentingan keamanan penerbangan.
Menangani Konflik Komunal. Dalam penanganan konflik komunal, penggunaan kekuatan militer harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut :
Pertama, penggunaan kekuatan militer dalam penanganan konflik komunal berdasarkan Keputusan politik. Kedua, pelaksanaannya dengan Operasi Militer Selain Perang. Ketiga, penggunaan kekuatan serta strategi disesuaikan dengan sifat Operasi yang dilaksanakan, yakni OMSP, serta kondisi konflik komunal yang dihadapi.
Unsur pertahanan nirmiliter dalam penanganan konflik komunal mencakup :
Pertama, penanganan konflik komunal mengedepankan pendekatan penegakan hukum dan pendekatan persuasif dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk menyadarkan kelompok-kelompok yang bertikai.
Kedua, Unsur-unsur terkait harus mampu mempelajari akar permasalahan yang menjadi penyebab konflik dan secara komprehensif mencari solusi terbaik yang dapat diterima pihak-pihak yang bertikai.
Ketiga, meningkatkan kehidupan sosial masyarakat di berbagai aspek untuk menghindarkan masyarakat dari kesenjangan sosial, yang dapat menyulut konflik antar masyarakat.
Menghadapi Ancaman Nirmiliter
Ancaman nirmiliter merupakan golongan ancaman pertahanan yang sifatnya tidak secara langsung mengancam kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa. Namun demikian risiko yang ditimbulkan dari ancaman nirmiliter dapat menghasilkan resonansi atau efek domino yang mengganggu stabilitas nasional. Terganggunya stabilitas nasional, tidak saja menghambat pembangunan nasional, tetapi lambat laun dapat berkembang menjadi permasalahan kompleks yang mengancam kredibilitas pemerintah dan eksistensi bangsa. Ancaman nirmiliter sesuai sifatnya dihadapi dengan pendekatan nirmiliter yang menempatkan departemen dan lembaga non departemen sebagai unsur utama dan TNI sebagai pendukung.
Dinamika politik dan keamanan yang terjadi di sejumlah negara serta krisis ekonomi dan sosiokultural telah menyebabkan tingkat kesenjangan yang makin lebar. Kondisi tersebut lambat laun berkembang dan menjalar melampaui batas-batas negara serta memunculkan aktor-aktor nonnegara yang memanfaatkan titik-titik rawan di setiap negara.
Indonesia dengan posisi silang, serta di kelilingi oleh banyak negara yang sedang mengalami dinamika politik, keamanan, ekonomi dan sosiokultural seperti digambarkan di atas, tidak tertutup kemungkinan ”limbah”-nya akan mempengaruhi kondisi domestik Indonesia. Limbah dimaksud diantaranya dapat berwujud kejahatan lintas negara, seperti aksi terorisme, gangguan keamanan di laut dan dirgantara, isu-isu keamanan di perbatasan, dan bentuk-bentuk kejahatan lintas negara lainnya. Tindak kejahatan lintas negara tersebut harus ditangani agar kepentingan nasional dapat dilindungi, dan stabilitas keamanan di seluruh wilayah Indonesia dapat ditegakkan. Untuk menangani ancaman nonmiliter tersebut, maka fungsi pertahanan nirmiliter dan pertahanan militer, melaksanakan fungsinya masing-masing secara proporsional sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan.
Ancaman dan gangguan keamanan yang berdimensi pertahanan yang timbul di dalam negeri menjadi fungsi pertahanan untuk menghadapinya. Bentuk-bentuk ancaman dan gangguan seperti separatisme, pemberontakan, ancaman dan gangguan terhadap obyek vital nasional, ancaman terhadap keamanan Presiden, Wakil Presiden beserta keluarganya, serta tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing di Indonesia, termasuk dampak bencana alam, termasuk dalam domain fungsi pertahanan negara yang melibatkan unsur-unsur pertahanan baik militer maupun nirmiliter. Beragamnya bentuk ancaman nirmiliter yang dihadapi sehingga dalam pelaksanaannya terdapat Departemen/LPND yang akan menjadi penjuru atau focal point, sedangkan Departemen/LPND yang lain bersifat membantu.
Menghadapi Ancaman Ideologi
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman yang berdimensi ideologi pada hakikatnya dihadapi dengan konsep strategi pertahanan berlapis. Lapis utama terdiri atas unsur-unsur pertahanan nirmiliter yakni Departemen atau LPND yang membidangi ideologi. Strategi menghadapi ancaman berdimensi ideologi ditempatkan dalam kerangka bela negara yang perwujudannya melalui langkah-langkah politik yang dilaksanakan secara intensif untuk mencegah meluasnya pengaruh ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Langkah-langkah politik tersebut dapat dikembangkan dalam lingkup domestik maupun internasional sebagai bentuk perang ideologi dalam meng-counter penyebarluasan ideologi “asing”. Untuk mengefektifkan usaha pertahanan nirmiliter maka unsur pemerintahan yang membidangi politik dalam negeri serta politik luar negeri bekerja sama untuk merumuskan pilihan-pilihan strategi (strategy options) sesuai derajat ancaman ideologi yang berkembang.
Unsur pemerintahan yang membidangi politik dalam negeri mendinamisasi seluruh kekuatan politik serta instrumen pemerintahan dalam negeri mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah untuk melaksanakan pilihan strategi yang telah dipersiapkan. Unsur pemerintahan yang membidangi politik luar negeri mendinamisasi jajarannya yang tersebar di setiap negara untuk melakukan langkah-langkah diplomasi dalam mengimbangi usaha-usaha pihak lain yang mengancam ideologi Pancasila. Unsur pemerintah yang membidangi informasi mendinamisasi kekuatan nasional di bidang informasi untuk melakukan “operasi informasi imbangan”. Unsur pemerintah yang membidang agama, memberdayakan para pemimpin agama untuk menjadi mitra pemerintah dalam mensinergikan strategi untuk membentengi masyarakat dari ancaman penetrasi ideologi asing yang membahayakan, termasuk pengajaran yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dari dalam negeri.
Lapis pertahanan militer dalam menghadapi ancaman berdimensi ideologi membantu fungsi pertahanan nirmiliter yang menjadi unsur utama dalam menghadapi ancaman berdimensi ideologi, dengan mengembangkan pilihan strategi (strategy options) melalui intensifikasi pelaksanaan bakti TNI sesuai wilayah kerja setiap kesatuan TNI. Dalam hal ini intensifikasi pelaksanaan bakti TNI diarahkan untuk mengembangkan komunikasi kepemimpinan sosial TNI (KKS TNI) serta materi nonfisik yang dipadukan pilihan strategi yang diselenggarakan oleh unsur utama pertahanan nirmiliter. KKS TNI dan materi nonfisik tersebut dikemas dalam format kesadaran bela negara serta revitalisasi Pancasila untuk memperkuat pilihan strategi yang dikembangkan oleh unsur utama dari fungsi pertahanan nirmiliter.
Selanjutnya unsur pemerintahan yang membidangi pertahanan bekerja sama dengan unsur pemerintahan lainnya di luar pertahanan untuk mengintensifkan program bela negara dengan memanfaatkan program bela negara di lingkungan pekerjaan dan perumahan dalam rangka revitalisasi Pancasila.
Menghadapi Ancaman Politik
Upaya pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nirmiliter yang berdimensi politik menempatkan unsur-unsur pertahanan nirmiliter di bidang politik sebagai kekuatan terdepan dibantu oleh unsur-unsur nirmiliter lainnya termasuk perkuatan dari unsur pertahanan militer. Strategi menghadapi ancaman berdimensi politik dilaksanakan melalui dua pendekatan, yakni ke dalam dan keluar. Pendekatan ke dalam ditempuh dengan membangun dan menata sistem politik dalam negeri yang sehat dan dinamis dalam kerangka negara demokrasi yang menghargai pluralisme bangsa Indonesia. Sasaran pendekatan ke dalam adalah terciptanya stabilitas politik dalam negeri yang memberi efek penangkal yang tinggi serta ikut mempertinggi posisi tawar Indonesia pada fora internasional. Penataan ke dalam diwujudkan ke dalam pembangunan dan penataan sistem politik dalam negeri dikemas ke dalam Penguatan Tiga Pilar. Pertama, penguatan penyelenggaraan pemerintahan negara yang sah (legitimate), efektif, bersih, berwibawa dan bertanggung jawab (good governance) yang berkemampuan mewujudkan tujuan pembentukan pemerintah negara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Kedua, penguatan Lembaga Legislatif sehingga menjadi lembaga yang berkualitas dan profesional pada bidangnya. Lembaga legislatif yang mampu bersinergi dengan pemerintah dalam memproses dan melahirkan produk-produk legislasi yang efektif dan kontekstual bagi kepentingan pembangunan nasional. Lembaga legislatif yang melaksanakan fungsi kontrol secara efektif terhadap penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka kepentingan bangsa dan negara bukan atas kepentingan golongan atau pribadi, serta berdasarkan kaidah dan etika bernegara dalam negara demokrasi.
Ketiga, Penguatan Kekuatan Politik Nasional baik Partai Politik maupun Organisasi Massa sebagai instrumen dalam pemberdayaan masyarakat sebagai subyek politik dan subyek pembangunan nasional. Kekuatan politik berkewajiban mewujudkan dan meningkatkan perannya dalam pendidikan politik bagi warga negara terutama konstituennya sehingga menjadi warga negara yang sadar hukum yang memahami kewajiban dan hak sebagai warga negara.
Pendekatan keluar diarahkan untuk mendinamisasi strategi dan upaya diplomatik melalui peningkatan peran instrumen politik luar negeri dalam membangun kerja sama dan saling percaya dengan negara-negara lain sebagai kondisi untuk mencegah atau mengurangi potensi konflik antar negara. Dimulai dari tataran internal, regional, supra regional hingga global.
Pada tataran internal, dengan membangun kondisi dalam negeri yang semakin mantap dan stabil melalui pertumbuhan ekonomi yang sehat dan kuat, iklim politik yang sehat dan membangun, serta kehidupan sosial masyarakat yang harmonis dan bersatu yang berciri Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan tumbuhnya nasionalisme Indonesia.
Pada lingkup regional, politik luar negeri Indonesia harus mampu membangun hubungan dan kerja sama dengan negara lain sehingga tercipta kondisi saling percaya, saling menghargai dan tidak saling mengintervensi urusan dalam negeri (Confidence Building Measure and Preventive Diplomacy). Khusus untuk Lingkup Kawasan Asia Tenggara, politik luar negeri Indonesia dikembangkan untuk mewujudkan keunggulan dalam merangkul negara-negara anggota ASEAN untuk bersama-sama menciptakan kawasan Asia Tenggara yang aman, damai dan sejahtera serta memperkuat Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Indonesia harus tampil menjadi pelopor untuk mendorong terwujudnya Masyarakat Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Masyarakat Ekonomi dan Perdagangan ASEAN (ASEAN Economy and Trade Community), Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Social and Cultural Community).
Pada lingkup supra regional, politik luar negeri dikembangkan untuk berperan dalam penguatan ASEAN plus Six terdiri atas 10 negara anggota ASEAN bersama-sama dengan Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia dan Selandia Baru melalui hubungan bilateral yang harmonis dan terpelihara serta diwujudkan dalam kerja sama yang lebih konkret. Dalam kerangka penguatan ASEAN plus Six tersebut, kinerja politik luar negeri Indonesia harus mampu membangun hubungan dan kerja sama yang memberi jaminan atas kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, tidak adanya intervensi terutama jaminan tidak adanya agresi terhadap wilayah kedaulatan Indonesia.
Pada lingkup global, politik luar negeri harus memainkan perannya secara maksimal dalam memperjuangkan kepentingan nasional melalui keberadaan Indonesia sebagai anggota PBB, Gerakan Non Blok, Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan ASEAN Regional Forum (ARF). Peran diplomasi harus mampu mengidentifikasi potensi-potensi ancaman berdimensi politik yang mengancam kedaulatan dan kepentingan nasional Indonesia serta melakukan langkah-langkah pencegahan.
Lapis pertahanan militer dalam menghadapi ancaman politik yang membahayakan kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI mengembangkan strategi pertahanan militer dalam konteks mem-back-up usaha-usaha diplomasi yang dilakukan unsur pertahanan nirmiliter. Implementasi upaya pertahanan militer dalam konteks menghadapi ancaman berdimensi politik dapat berwujud peningkatan kesiapsiagaan kekuatan militer, pamer kekuatan, mengintensifkan diplomasi pertahanan (defence diplomacy) baik secara langsung maupun melalui pihak ke-tiga.
Menghadapi Ancaman Ekonomi
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman berdimensi ekonomi dilaksanakan dengan membangun ketahanan di bidang ekonomi melalui penataan sistem ekonomi nasional yang sehat dan berdaya saing. Sasaran pembangunan bidang ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi bagi perwujudan stabilitas ekonomi yang memberi efek kesejahteraan dan penangkalan yang efektif sekaligus mampu menjadi pemenang dalam era globalisasi.
Aspek ekonomi dalam kerangka pertahanan negara memiliki peran vital. Ekonomi dengan pertumbuhan yang cukup tinggi akan memungkinkan terselenggaranya pembangunan pertahanan yang berdaya tangkal. Bahkan kondisi perekonomian nasional yang cukup tinggi tersebut menjadi daya tangkal pertahanan yang cukup efektif.
Tantangan perekonomian Indonesia ke depan, diperhadapkan dengan era komunitas bebas ASEAN 2015, dimana produk-produk asing akan masuk secara bebas dan bersaing dengan produk dalam negeri. Menghadapi tantangan tersebut, perlu melakukan akselerasi pembangunan perekonomian nasional yang berdaya saing melalui pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Membangun dan menata sistem perekonomian nasional menghadapi era perdagangan bebas memerlukan integrasi upaya yang bersifat multisektoral serta mencakup ekonomi makro dan mikro sekaligus. Dari sisi ekonomi makro, penataan sistem perbankan, fiskal dan moneter merupakan agenda mendesak yang harus ditangani. Bersamaan dengan itu, pembangunan ekonomi mikro terus dilaksanakan untuk memberi jaminan kepastian ketersediaan kebutuhan terutama kepada sekitar 70 % rakyat Indonesia yang memiliki ketergantungan pada sektor riil. Survivabilitas Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang cukup berat sejak tahun 1998 perlu dijadikan acuan dalam menentukan pilihan strategi sehingga tidak sampai menimbulkan gejolak sosial yang fatal. Bidang yang membidangi fiskal dan moneter menjaga agar nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing tetap stabil dan menekan nilai mata uang Rupiah. Sektor ekonomi mikro harus dijaga agar mampu bertahan.
Pembangunan dan penataan sistem ekonomi nasional diintensifkan guna secara bertahap dan berlanjut mengatasi persoalan kemiskinan dan ketertinggalan. Strategi yang dikembangkan melalui penciptaan lapangan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan angkatan kerja. Salah satu sektor dalam penciptaan lapangan kerja adalah dengan meningkatkan pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah yang disebar di seluruh daerah. Dalam rangka itu pola kemitraan antara pemerintah dengan pihak swasta harus terus dikembangkan.
Dalam hal pengelolaan sumber daya alam, eksploitasi yang berlebihan harus dapat dicegah dan sejak dini harus dikembangkan usaha-usaha pelestarian dan konservasi sehingga keseimbangan ekosistem dapat terjaga. Khusus mengenai sumber daya alam yang bersifat tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources) eksploitasinya harus dibatasi melalui suatu pengendalian yang ketat. Eksploitasi yang melibatkan pihak asing melalui kontrak jangka panjang harus terus menerus dikurangi dan diisi dengan peningkatan pelibatan pengusaha dalam negeri sehingga arus keuntungan lebih banyak mengalir di dalam negeri.
Pembangunan sektor ekonomi juga harus dapat dikelola pemerintah untuk menjangkau daerah-daerah terpencil dan tertinggal. Tantangan pembangunan nasional dalam beberapa dekade mendatang adalah meningkatkan status daerah tertinggal yang jumlahnya hampir mencapai 50 % (199 Kabupaten yang tergolong tertinggal dari 457 Kabupaten/Kota di Indonesia). Ketahanan ekonomi di wilayah perbatasan menjadi salah satu prasyarat bagi terwujudnya sabuk pengaman (security belt) di wilayah tersebut. Pada saat ini terdapat 26 kabupaten yang tersebar di tiga wilayah perbatasan darat Indonesia yakni di Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara Timur, seluruhnya termasuk kategori daerah tertinggal. Ketertinggalan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar dari segi pembangunan nasional (termasuk di bidang ekonomi) karena wilayah-wilayah tersebut lokasinya jauh dari pusat pertumbuhan serta tidak terjangkau oleh simpul-simpul (hub) pembangunan. Maka ke depan, kelemahan ini harus dapat diatasi dengan cara bertahap membangun ”kota-kota orde” yang berfungsi sebagai hub kemajuan untuk menjangkau sekaligus menopang terselenggaranya kesinambungan (sustainanability) pembangunan di wilayah-wilayah terpencil.
Lapis pertahanan militer dalam menghadapi ancaman berdimensi ekonomi, mengembangkan pilihan strategis untuk membantu unsur utama dari pertahanan nirmiliter. Dalam hal ini keterlibatan lapis pertahanan militer dalam diwujudkan dalam meningkatkan usaha pertahanan untuk menciptakan kondisi keamanan nasional yang terkendali, membantu kelancaran distribusi komoditi dan kebutuhan pokok masyarakat terutama di daerah-daerah pedalaman dan terisolasi yang tidak dapat dijangkau dengan sarana transportasi umum. Memanfaatkan program Bakti TNI melalui kerja sama dengan unsur pertahanan nirmiliter untuk mendinamisasi masyarakat dalam mengatasi ancaman ekonomi yang dihadapi sehingga krisis segera dapat diatasi.
Menghadapi Ancaman Sosial Budaya
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman sosial budaya diarahkan agar masyarakat mampu menyaring nilai-nilai budaya asing, dalam pengertian nilai-nilai yang positif dan produktif dapat ditiru, sedangkan nilai-nilai budaya yang merugikan dapat dicegah penyebarluasannya. Unsur utama dari pertahanan nirmiliter yang membidangi tata nilai sosial budaya mengembangkan pilihan strategi untuk secara dini memantau fenomena yang berkembang di masyarakat yang diakibatkan oleh penetrasi nilai ke dalam nilai sosial budaya masyarakat. Pilihan strategi tersebut dikembangkan untuk mencegah dekadensi moral, melemahnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri, mudah dipengaruhi, serta kehilangan idealisme dan jati diri bangsa.
Pembangunan nasional di bidang sosial budaya yang terkait dengan sistem tata nilai (system building) harus didinamisasi untuk memperkuat karakter dan identitas bangsa Indonesia. Sejalan dengan itu, mengelola keberagaman masyarakat Indonesia dalam suku bangsa, bahasa dan budaya sehingga menjadi kekuatan pemersatu bangsa dalam menggerakkan roda pembangunan nasional, sekaligus kekuatan yang mencegah nilai-nilai luar yang merugikan. Hal mendasar dalam pembangunan sosial budaya adalah penghormatan terhadap keberadaan setiap etnik dengan budayanya masing-masing yang diwujudkan dalam pemberian hak politik dan hak ekonomi yang sama.
Fungsi pertahanan nirmiliter yang membidangi informasi mendinamisasi media cetak dan elektronik sebagai sarana pencerahan kepada masyarakat agar tidak membiarkan dirinya dirusak oleh penetrasi nilai-nilai luar yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa.
Lapis pertahanan militer membantu fungsi pertahanan nirmiliter untuk mengembangkan nasionalisme dan memupuk tata kehidupan yang harmoni serta mewujudkan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Keberadaan unsur-unsur pertahanan militer yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dapat diberdayakan untuk membantu unsur pertahanan nirmiliter dalam mengakselerasi upaya mengatasi penyebarluasan nilai-nilai luar yang merugikan tata nilai sosial budaya bangsa Indonesia.
Menghadapi ancaman berbasis teknologi dan informasi
Sistem pertahanan dalam menghadapi ancaman Teknologi dan Informasi menempatkan unsur pertahanan nirmiliter yang membidangi teknologi dan informasi sebagai unsur utama. Unsur utama tersebut mendinamisasi kekuatan dan kemampuan teknologi nasional untuk mengimbangi tekanan pihak luar yang menggunakan faktor teknologi yang melemahkan daya tangkal bangsa.
Di samping mengelola teknologi dan informasi untuk mempercepat pengembangan sumber daya manusia yang menguasai dan memahami teknologi dan informasi tersebut. Secara konkret menghadapi ancaman teknologi dan informasi, maka strategi pembangunan nasional di bidang teknologi dan informasi diselenggarakan untuk mewujudkan kemandirian industri nasional yang berdaya saing untuk mengimbangi kemajuan serta mengatasi ketergantungan teknologi dari negara-negara lain. Upaya kemandirian tersebut dikembangkan dalam menghasilkan produk-produk industri dalam negeri yang menguasai pasar domestik, serta mampu menerobos pasar regional dan supra regional dalam kerangka Indonesia menjadi pemain dalam era globalisasi ekonomi dan perdagangan. Dalam bidang pertahanan, pembangunan teknologi pertahanan diarahkan untuk mewujudkan daya tangkal bangsa (deterrence) yakni kemampuan untuk memproduksi sendiri kebutuhan pertahanan yang meliputi persenjataan, amunisi dan bahan peledak, alat komunikasi pertahanan, bahan peledak, propelan, serta bidang otomotif dengan memproduksi mesin-mesin kendaraan taktis hingga kendaraan tempur berat. Menyadari peran vital informasi dalam keberhasilan upaya pertahanan, maka dalam rangka pembangunan industri pertahanan, sekaligus secara bertahap akan dikembangkan kemampuan menuju network centric warfare.
Lapis pertahanan militer dalam menghadapi ancaman nirmiliter yang berdimensi teknologi dan informasi berperan untuk memberi bantuan perkuatan terhadap unsur utama pertahanan nirmiliter. Pilihan strategi dalam konteks ancaman berdimensi teknologi dan informasi diselenggarakan dengan memberdayakan bidang-bidang penelitian dan pengembangan teknologi yang dimiliki dalam mendeteksi ancaman, serta membantu mengakselerasi usaha-usaha kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Pilihan strategi dimaksud juga dikembangkan dengan cara membangun komitmen untuk sebesar-besarnya memanfaatkan produk dalam negeri dalam pembangunan Postur Pertahanan negara sebagai stimulus yang mendorong industri dalam negeri untuk lebih bergairah mengembangkan usahanya
Menghadapi ancaman keselamatan umum
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman keselamatan umum menempatkan unsur-unsur pemerintahan di bidang keselamatan umum sebagai unsur utama. Fungsi keselamatan umum bersifat multi-instansi yang mencakup antara lain penanganan terhadap penanggulangan dampak bencana alam dan bencana buatan manusia (manmade disaster), penyakit pandemik, keselamatan transportasi serta pengungsian.
Strategi penanganan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan umum memerlukan suatu manajemen yang mengintegrasikan fungsi-fungsi pemerintahan dan nonpemerintahan serta dalam satu kesatuan pengendalian. Strategi yang digunakan dalam menghadapi ancaman yang berdimensi keselamatan umum meliputi peringatan dini, mitigasi, penanganan mulai tanggap darurat sampai dengan rehabilitasi.
Dalam hal keselamatan umum menyangkut penanganan wabah penyakit pandemik, maka instrumen penanganan yang dikedepankan adalah dari unsur kesehatan, atau pertanian tergantung titik berat bahaya yang dihadapi serta dibantu unsur-unsur dari sektor yang lain.
Dalam hal ancaman keselamatan umum menyangkut penanggulangan dampak bencana alam, maka unsur utama bertindak untuk mendinamisasi kekuatan nasional untuk penanganan pengungsian, pencarian korban, serta usaha-usaha konkret untuk mengatasi dampak bencana serta langkah-langkah rekonstruksi.
Lapis pertahanan militer dalam hal keselamatan umum menyangkut penanganan dampak bencana alam dengan magnitude yang besar, menggerakkan Tentara Nasional Indonesia sebagai kekuatan siap untuk dikerahkan dan digunakan untuk membantu unsur-unsur pertahanan nirmiliter lainnya. Pelibatan TNI dalam penanganan bencana alam pelaksanaannya dalam kerangka Operasi Militer Selain Perang. Dalam kerangka penanggulangan dampak bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan, sektor pertahanan merupakan fungsi pemerintahan yang selama ini telah menunjukkan kinerjanya secara baik. Peran aktif TNI dalam menanggulangi dampak bencana yang menimpa sejumlah wilayah di Indonesia selama ini, membuktikan bahwa TNI memiliki kemampuan, keterampilan dan kesungguhan untuk tampil sebagai instrumen negara yang diandalkan.
Untuk menghadapi kemungkinan pelibatan TNI dalam tugas-tugas serupa di masa mendatang, pemerintah akan lebih memberdayakan kemampuan TNI yang meliputi bidang manajemen, keterampilan prajurit, serta dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Dalam bidang manajemen, upaya peningkatan diarahkan pada penataan organisasi, mekanisme kerja, sistem komando dan pengendalian serta hubungan antar Departemen/Lembaga. Dalam bidang keterampilan prajurit, diwujudkan dalam peningkatan fungsi dan peran kelembagaan TNI yang mampu membekali prajurit dengan keterampilan yang diperlukan dalam tugas-tugas penanggulangan dampak bencana alam, pengungsian serta pemberian bantuan kemanusiaan. Dalam hal dukungan sarana dan prasarana ditempuh melalui upaya memperlengkapi TNI dengan Alutsista yang menjamin mobilitas TNI serta alat peralatan modern yang dapat digunakan selain untuk kepentingan pertahanan dalam menghadapi ancaman militer juga dapat dimanfaatkan dalam tugas-tugas penanggulangan bencana alam, pengungsian dan bantuan kemanusiaan
Menghadapi ancaman Kamtibmas
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman Kamtibmas yang dapat berkembang membahayakan kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa menempatkan unsur-unsur yang membidangi Kamtibmas sebagai unsur utama. Unsur pemerintahan di bidang Kamtibmas melakukan langkah-langkah penanganan yang tepat agar permasalahan yang timbul tidak mengganggu stabilitas nasional.
Strategi dalam menghadapi ancaman Kamtibmas harus dapat memberi jaminan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat melalui penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat. Pada tataran operasional, upaya konkret penanganan ancaman kamtibmas dilaksanakan dengan penegakan hukum yang dilaksanakan oleh instrumen penegak hukum yakni Polri, kejaksaan dan unsur-unsur penegak hukum yang secara hukum diberi kewenangan.
Lapis pertahanan militer, dalam rangka memberi bantuan dalam penanganan ancaman Kamtibmas, memantau perkembangan kondisi keamanan nasional. Apabila perkembangan ancaman Kamtibmas mengarah kepada kondisi yang eskalatif sehingga membahayakan stabilitas nasional serta keselamatan negara dan keselamatan masyarakat secara meluas, maka bantuan militer dapat dikerahkan atas dasar keputusan politik.
Menghadapi Ancaman Hukum
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman berdimensi hukum menempatkan unsur-unsur pemerintahan di bidang hukum sebagai unsur utama untuk menyusun strategi yang tepat serta langkah-langkah operasional lebih lanjut. Pada tataran internal, strategi pertahanan nirmiliter dalam menghadapi ancaman berdimensi hukum dikemas dalam kerangka bela negara yang mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel (good governance).
Strategi pertahanan nirmiliter seperti dimaksud di atas didinamisasi untuk mengamankan kedaulatan negara, dan keutuhan wilayah NKRI dari dimensi hukum untuk menghadapi ancaman pihak luar yang memanfaatkan instrumen hukum internasional seperti konvensi, traktat, perjanjian untuk merugikan kepentingan nasional Indonesia. Pertahanan nirmiliter yang menjadi unsur utama juga memiliki peran untuk mencermati mekanisme pengambilan keputusan di lembaga-lembaga internasional yang berpotensi merugikan kepentingan nasional Indonesia.
Menghadapi potensi ancaman berdimensi hukum, unsur-unsur pertahanan nirmiliter yang membidangi hukum dan peradilan nasional mengefektifkan program untuk mewujudkan masyarakat yang sadar hukum, serta mencermati setiap isu dengan pertimbangan hukum yang komprehensif untuk mencegah terjadinya risiko yang mungkin timbul.
Lapis pertahanan militer dalam perannya sebagai unsur yang membantu unsur utama pertahanan nirmiliter, memberdayakan lembaga-lembaga hukum yang dimiliki untuk memberi perkuatan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Selanjutnya melalui fungsi intelijen yang dimiliki membantu mendeteksi ancaman yang berdimensi hukum yang mengancam kepentingan nasional serta menyalurkannya kepada fungsi pemerintah yang membidangi.
Pertahanan Militer Dalam Menghadapi Ancaman Nirmiliter Bersifat Lintas Negara.
Ancaman nonmiliter yang bersifat lintas negara adalah kejahatan lintas negara yang terorganisir yang melibatkan pelaku-pelaku dari negara lain. Bentuk-bentuk ancaman dimaksud antara lain aksi terorisme internasional, gangguan keamanan di wilayah laut berupa penyelundupan senjata dan bahan peledak, perompakan dan pembajakan, illegal logging, illegal fishing, people and drug trafficking, dan gangguan keamanan laut lainnya, gangguan keamanan dirgantara, serta gangguan keamanan di sepanjang garis perbatasan darat.
Unsur-unsur pertahanan militer yakni satuan-satuan TNI dapat didayagunakan untuk mengatasi bentuk-bentuk ancaman nirmiliter yang bersifat lintas negara yang dilakukan oleh aktor-aktor nonnegara dari negara lain maupun yang bekerja sama dengan aktor-aktor di Indonesia. Pada tingkat tertentu di mana kejahatan lintas negara dapat membahayakan keselamatan bangsa Indonesia serta mengancam kepentingan nasional Indonesia, pemerintah dapat menggunakan kekuatan TNI untuk mengatasinya.
Pendayagunaan unsur-unsur pertahanan militer dalam mengatasi bentuk ancaman nirmiliter yang bersifat lintas negara ditempatkan dalam lingkup tugas pelibatan TNI yang mencakup pengamanan di wilayah-wilayah perbatasan, pulau-pulau kecil terdepan, keamanan laut dan perairan, keamanan wilayah udara, bandar udara, dan pelabuhan.
Penanganan kejahatan tersebut oleh unsur-unsur TNI berupa unjuk kekuatan sebagai penggentar dalam rangka pencegahan, unsur penindakan awal, termasuk juga dalam kekuatan gabungan bersama-sama dengan unsur-unsur nirmiliter.
Mengatasi kejahatan lintas negara pada dasarnya merupakan tugas TNI yang dilaksanakan melalui OMSP. Dalam hal penegakan keamanan di laut, TNI memiliki kewenangan polisionil (constabulary) untuk menangani bentuk-bentuk kejahatan lintas negara yang mengganggu keamanan di laut Nusantara.
Bentuk-bentuk penanganan oleh TNI untuk menegakkan keamanan di laut meliputi penyelidikan, pengejaran, penangkapan dan penyidikan terhadap para pelaku tindak kejahatan di laut. Dalam kerangka fungsi constabulary, TNI tidak melakukan fungsi pengadilan yang menjadi fungsi penegak hukum dari unsur nirmiliter.
Penegakan hukum di udara yang diemban oleh TNI adalah dalam rangka menegakkan keamanan di udara bagi terselenggaranya keselamatan penerbangan sipil yang nyaman dan aman, serta terhindar dari setiap bentuk ancaman dan gangguan dari pelaku-pelaku tindak kejahatan lintas negara yang ingin mengganggu atau mengacaukan keamanan di udara.
Seperti halnya pada pengamanan kejahatan lintas negara untuk menegakkan keamanan di laut, maka penegakan keamanan di udara juga merupakan fungsi TNI. TNI memiliki kemampuan untuk menegakkan keamanan di udara melalui sistem peralatan dan personel yang dimilikinya. Dalam mengatasi ancaman dan gangguan keamanan di udara, TNI melakukan tugas OMSP untuk menyelidiki, mengejar, menangkap dan menyidik pelaku-pelaku kejahatan tindak kejahatan di udara. Sedangkan untuk tindakan hukum selanjutnya, yakni pengadilan, TNI menyerahkan kepada unsur nirmiliter sesuai fungsinya.
PEMBANGUNAN BIDANG PERTAHANAN NEGARA
Bagian Kesatu
Garis Besar Pembangunan Jangka Panjang
Bidang Pertahanan Negara
Kondisi Umum Pertahanan Negara
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia serta dalam dinamika penyelenggaraan pembangunan nasional telah terbukti bahwa Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta menjadi sistem yang mampu melawan penjajah dan berhasil menjadikan Indonesia negara merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta harus tetap dipertahankan dan dikembangkan untuk menegakkan kedaulatan NKRI, menjaga keutuhan wilayah negara dan menjamin keselamatan bangsa. Untuk menjamin tegaknya NKRI fungsi pertahanan negara sangat berperan dan menjadi salah satu fungsi pemerintahan untuk menjaga kelangsungannya.
Dalam menyelenggarakan pembangunan nasional, pemerintah masih menempatkan aspek kesejahteraan sebagai prioritas. Dari alokasi APBN sampai dengan Tahun Anggaran 2007, Pertahanan Negara belum menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2008, sektor Pertahanan Negara masih berada pada urutan prioritas ke-empat dibawah fungsi Pelayanan Umum, Pendidikan, dan Ekonomi. Sasaran pokok yang ingin dicapai dalam upaya meningkatkan kemampuan pertahanan pada tahun 2008 diarahkan pada Postur Pertahanan, peningkatan jumlah dan kondisi kesiapan operasional pertahanan, modernisasi Alutsista, serta teknologi dan industri pertahanan dalam negeri. Hingga saat ini, selain jumlah maupun kandungan teknologi alat utama sistem senjata (Alutsista) yang masih memprihatinkan, bahkan di bawah standar penangkalan, juga kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraannya masih rendah. Di samping itu, kebutuhan pemenuhan, pemeliharaan, pengoperasian, maupun suku cadang Alutsista TNI masih bergantung pada negara-negara lain. Tantangan pembangunan nasional seperti digambarkan di atas berimplikasi terhadap pelaksanaan pembangunan sektor Pembangunan Pertahanan Negara yang hingga kini belum mampu mencapai kekuatan pertahanan minimal. Kondisi tersebut berdampak terhadap kemampuan dan profesionalisme TNI dalam melaksanakan fungsinya sebagai Komponen Utama sistem Pertahanan Negara.
Reformasi yang menghendaki perubahan secara total di segala bidang penyelenggaraan negara telah berhasil menuntaskan pemisahan TNI dan Polri dengan penataan perannya masing-masing. Pemisahan tersebut berdampak pada penanganan keamanan dalam negeri yang belum efektif. Reformasi di bidang Pertahanan dan Keamanan Negara, tidak hanya menyangkut pemisahan antara TNI dan Polri, tetapi juga mengenai penataan lebih lanjut hubungan kelembagaan antara keduanya dalam melaksanakan tugas sesuai tataran kewenangan masing-masing.
Tantangan yang Dihadapi
Perubahan geopolitik internasional, yang ditandai dengan memudarnya prinsip multilateralisme dan menguatnya pendekatan unilateralisme, berdampak terhadap berkembangnya doktrin pertahanan pre-emptive strike, yang dapat menembus batas-batas yurisdiksi suatu negara di luar kewajaran hukum internasional. Selain itu, menguatnya kemampuan militer negara tetangga yang secara signifikan melebihi kemampuan pertahanan Republik Indonesia telah melemahkan posisi tawar dalam ajang diplomasi internasional. Oleh karena itu, salah satu tantangan utama pembangunan kemampuan pertahanan negara yang harus dihadapi pada masa mendatang adalah membangun kekuatan pertahanan di atas kekuatan pertahanan minimal, sehingga memiliki efek detterence di kawasan regional maupun internasional.
Pembangunan kekuatan pertahanan dengan kemampuan detterrence tersebut seharusnya telah dapat dicapai sesuai penahapan dalam pembangunan nasional. Namun demikian tantangan pembangunan nasional untuk memulihkan kondisi ekonomi yang mengalami krisis hebat sejak tahun 1998 telah berdampak terhadap perlambatan pembangunan di bidang-bidang yang lain termasuk bidang pertahanan. Di samping itu konflik berintensitas rendah antara lain terorisme, separatisme, konflik komunal, kejahatan transnasional, serta terkurasnya kekayaan negara terutama hasil laut dan hasil hutan akibat tindakan ilegal, telah menghambat pencapaian pembangunan kekuatan pertahanan tersebut karena banyak menyita perhatian dan biaya.
Tantangan lain dalam pembangunan pertahanan negara adalah tuntutan kebutuhan untuk membangun TNI yang profesional sehingga menjadi kekuatan nasional yang mampu mengemban fungsinya di era globalisasi dengan hakikat ancaman yang semakin kompleks. Usaha pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan bangsa dari setiap ancaman akan sangat berat dilakukan tanpa didukung oleh Alutsista yang modern. Oleh karena itu, tantangan dalam membangun TNI yang profesional pada hakikatnya adalah membangun kemampuan pertahanan negara dengan meningkatkan jumlah dan kondisi Alutsista TNI untuk mencapai kekuatan melampaui kekuatan pertahanan minimal sesuai dengan kemajuan teknologi.
Kondisi riil TNI saat ini harus diakui masih berada di bawah standar profesionalisme yang sewajarnya. Kekuatan TNI dari segi Alutsista masih diperhadapkan dengan kondisi keterbatasan dan kekurangan dari segi jumlah dan ketidaksiapan sebagai akibat dari Alutsista yang ada saat ini pada umumnya merupakan aset yang sudah ketinggalan teknologi, sementara proses regenerasinya berjalan sangat lambat.
Paralel dengan kemajuan teknologi pertahanan tersebut, negara-negara lain melakukan modernisasi kekuatan pertahanannya di bidang Alutsista, sementara Indonesia relatif tertinggal dalam bidang ini. Ketertinggalan pembangunan pertahanan Indonesia saat ini pada dasarnya merupakan akumulasi dari kebijakan pembangunan nasional di masa lalu yang lebih mengutamakan aspek kesejahteraan dari pada aspek pertahanan. Akibat ketertinggalan pembangunan pertahanan tersebut tanpa disadari telah berdampak terhadap rendahnya posisi tawar Indonesia dalam lingkup internasional. Bahkan pada lingkup Asia Tenggara sekalipun, kekuatan pertahanan Indonesia sudah jauh tertinggal oleh negara-negara lain yang dahulu kemampuannya berada di bawah Indonesia.
Dalam rangka itu, membangun TNI yang profesional bukan saja kebutuhan TNI semata, tetapi juga menjadi kebutuhan seluruh bangsa Indonesia dalam mengangkat posisi tawar Indonesia dalam menghadapi ketatnya persaingan di era globalisasi. Pembangunan kekuatan pertahanan dalam beberapa tahun mendatang masih berorientasi pada penggantian Alutsista TNI yang umumnya sudah tidak layak lagi untuk dipertahankan. Untuk meregenerasi Alutsista TNI yang sudah ketinggalan teknologi tersebut membutuhkan waktu paling sedikit 20 tahun.
Usaha pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan bangsa dari setiap ancaman akan sangat berat dilakukan tanpa didukung oleh Alutsista yang modern. Oleh karena itu, tantangan dalam membangun kemampuan pertahanan negara adalah meningkatkan jumlah dan kondisi Alutsista TNI untuk mencapai kekuatan melampaui kekuatan pertahanan minimal sesuai dengan kemajuan teknologi.
Di sisi lain, penyelenggaraan pertahanan Indonesia yang menganut Sistem Pertahanan Semesta hingga kini belum dapat diwujudkan. Dari tiga komponen pertahanan yang membentuk Sistem Pertahanan Semesta, baru komponen utama yang jelas keberadaannya yakni TNI. Dua komponen pertahanan yang lain yakni Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung belum dapat diwujudkan sebagai suatu kekuatan pertahanan yang nyata. Menyadari hal tersebut, sasaran pembangunan pertahanan dalam beberapa tahun mendatang adalah membentuk Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung sebagai langkah dalam merealisasikan hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara.
Sejalan dengan pembentukan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, keberadaan industri pertahanan nasional yang menopang kemandirian Indonesia di bidang pertahanan merupakan kebutuhan strategis yang kontekstual. Pengembangan industri pertahanan nasional pada dasarnya tidak saja untuk kepentingan pertahanan secara eksklusif, tetapi juga salah satu menjadi instrumen pembangunan ekonomi nasional yang handal. Pengembangan industri pertahanan bukanlah suatu konsep yang baru yang dimulai dari titik nol (creatio ex nihilo). Indonesia telah memiliki sejumlah industri pertahanan yang memiliki kemampuan untuk memproduksi sejumlah alat peralatan dan kebutuhan pertahanan, namun belum menjadi industri pertahanan yang kuat yang memiliki daya saing dalam memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas. Kebutuhan akan industri pertahanan nasional semakin urgen mengingat kebutuhan untuk memodernisasikan Alutsista sangat rentan terhadap isu-isu politik yang berdampak terhadap pemberlakuan embargo oleh suatu negara produsen peralatan militer.
Arah Pembangunan Jangka Panjang Bidang Pertahanan Negara.
Pembangunan pertahanan mencakup sistem dan strategi pertahanan, postur dan struktur pertahanan, profesionalisme TNI, serta pengembangan teknologi pertahanan dalam mendukung ketersediaan Alutsista, Komponen Cadangan, dan Komponen Pendukung. Pembangunan tersebut diarahkan untuk mewujudkan kemampuan pertahanan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal (minimum essential force).
Ukuran kemampuan yang menjadi arah pembangunan jangka panjang adalah kemampuan pertahanan yang dapat menjamin kedaulatan negara, keselamatan bangsa serta keutuhan wilayah NKRI yang meliputi wilayah darat yang tersebar dan beragam termasuk pulau-pulau kecil terdepan, wilayah yurisdiksi laut hingga meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan landas kontinen serta ruang udara nasional. Dalam masa damai arah pembangunan pertahanan adalah mewujudkan kemampuan pertahanan yang memiliki efek penggentar (deterrence) yang disegani di tingkat regional serta mendukung posisi tawar Indonesia dalam ajang diplomasi.
Dalam kerangka yang utuh, sistem dan strategi pertahanan negara secara terus menerus ¬disempurnakan untuk mewujudkan Sistem Pertahanan yang bersifat Semesta untuk mencapai kemampuan mengatasi ancaman dan memiliki efek penggentar. Dalam sistem tersebut, pertahanan nasional akan dirancang agar mempunyai kemampuan menangkal ancaman sejak di bagian terluar wilayah Indonesia dan kemampuan untuk mempertahankan teritori Indonesia baik laut dan udara dan daratan, serta kemampuan untuk mengawasi dan melindungi segenap sumber daya yang berada di wilayah Indonesia.
Postur dan struktur pertahanan negara diarahkan untuk dapat menjawab berbagai kemungkinan ancaman, tantangan dan permasalahan aktual di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan kemampuan jangka panjang disesuaikan dengan kondisi geografis dan dinamika masyarakat serta perkembangan teknologi.
Postur dan struktur pertahanan matra darat diarahkan untuk memberi efek detterrence yang tinggi di bidang kekuatan pertahanan darat, serta mampu mengatasi setiap ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dengan kondisi medan dan topografis Indonesia yang beragam. Dalam menghadapi dan mengatasi ancaman nyata, kekuatan matra darat mampu melakukan pergerakan cepat antarwilayah dan antarpulau dalam kerangka operasi Tri Matra Terpadu, serta mampu melaksanakan perang berlarut tanpa mengenal menyerah sebelum kemenangan diraih.
Postur dan struktur matra laut diarahkan untuk memberi efek detterrence yang tinggi di bidang kekuatan pertahanan laut dengan kemampuan yang melingkupi dan mengatasi luasnya wilayah laut Nusantara baik di permukaan dan di bawah permukaan. Dalam menghadapi ancaman nyata, postur dan struktur matra laut mampu menghadapi dan mengatasi ancaman nyata serta memberi dukungan dan kompatibilitas terhadap pergerakan matra darat dan udara dalam kerangka Operasi Tri Matra Terpadu.
Postur dan struktur matra udara diarahkan untuk memberi efek detterrence yang tinggi di bidang kekuatan pertahanan udara dengan kemampuan manuver dan jelajah yang tinggi. Dalam menghadapi ancaman nyata, postur dan struktur matra udara mampu mengawasi ruang udara nasional dan keseluruhan teritori Indonesia, mampu melampaui kebutuhan minimal penjagaan ruang udara nasional, memulai pemanfaatan ruang angkasa, mampu melaksanakan operasi dan memberikan dukungan dalam kerangka Tri Matra Terpadu.
Postur dan struktur yang dikembangkan ke depan bercirikan peningkatan profesionalisme TNI. Profesionalisme TNI diwujudkan dalam komitmen untuk melepaskan diri dari kegiatan politik praktis, keterlibatan dalam kegiatan bisnis serta memusatkan diri pada tugas-tugas pertahanan dalam bentuk Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam konteks ini fokus pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan Alutsista menjadi agenda mendesak.
Sebagai Komponen Utama pertahanan negara, sumber daya manusia TNI disiapkan dengan memenuhi kecukupan jumlah personel setiap matra yang diwujudkan dalam kondisi terdidik dan terlatih dengan baik. Indikator TNI yang terdidik dan terlatih dengan baik adalah memiliki penguasaan lapangan yang tinggi, memiliki penguasaan operasional dan perawatan peralatan perang modern, penguasaan terhadap doktrin dan didukung organisasi TNI yang solid namun fleksibel dalam menghadapi perubahan. Di bidang manajemen, mewujudkan sistem dan metode yang efektif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi secara maksimal, serta penggunaan sumber daya sesuai peruntukannya. Dalam bidang kepemimpinan, mampu melahirkan sosok pimpinan yang cakap, berwibawa, dan kompeten.
Peningkatan profesionalisme TNI tersebut tidak dipisahkan dari imbangan peningkatan kesejahteraan melalui kecukupan gaji, penyediaan fasilitas rumah tinggal, jaminan kesehatan, peningkatan pendidikan, dan penyiapan skema asuransi masa tugas. Perbaikan kesejahteraan prajurit TNI menjadi kewajiban pemerintah agar tidak menghalangi upaya untuk mewujudkan TNI yang profesional.
Peningkatan kondisi dan jumlah Alutsista setiap matra dilaksanakan menurut validasi Postur dan Struktur Pertahanan Negara untuk dapat melampaui kebutuhan kekuatan pertahanan minimal. Pemenuhan kebutuhan Alutsista dipenuhi secara bertahap yang diproyeksikan dapat dicapai dalam 20 tahun sejalan dengan kemampuan keuangan negara atas dasar perkembangan teknologi, prinsip kemandirian, kemudahan interoperabilitas dan perawatan, serta aliansi strategis.
Pengembangan Alutsista diarahkan dengan strategi akuisisi alat teknologi tinggi dengan efek deterrence dan pemenuhan kebutuhan dasar operasional secara efektif dan efisien dengan mendayagunakan dan mengembangkan potensi dalam negeri, termasuk industri pertahanan nasional dalam prinsip keberlanjutan.
Pembentukan dan pemantapan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung Pertahanan Negara diarahkan untuk terwujudnya pertahanan nirmiliter yang berkesadaran bela negara yang tinggi dan diselenggarakan dalam kerangka perwujudan sistem pertahanan semesta. Pembentukan Komponen Cadangan lebih berorientasi pada aspek kewilayahan di mana tiap daerah memiliki kekuatan cadangan yang nyata dan dikembangkan secara bertahap dan berlanjut sampai mencapai kekuatan yang proporsional. Perwujudan Komponen Pendukung dilaksanakan sejalan dengan pembentukan Komponen Cadangan dan diarahkan untuk terselenggaranya dukungan pertahanan melalui penguasaan kemampuan pemanfaatan kondisi sumber daya alam dan buatan, sinkronisasi pembangunan sarana dan prasarana nasional terhadap kepentingan pertahanan, partisipasi masyarakat madani dalam penyusunan kebijakan pertahanan negara, serta mantapnya kesadaran masyarakat dalam hal bela negara. Aspek yang bernilai vital dalam bidang pertahanan adalah membangun kondisi mutualisme industri nasional bagi berkembangnya industri strategis pertahanan negara yang secara nyata mengakselerasi perwujudan kemandirian sarana pertahanan Indonesia.
Perlindungan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar, wilayah laut dan udara Indonesia ditingkatkan dalam upaya melindungi sumber daya laut sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dalam konteks tersebut upaya perlindungan dimaksud dilakukan dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan pertahanan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum internasional serta meningkatkan kemampuan penangkalan, deteksi dan pencegahan dini.
Bagian Kedua
Reformasi Pertahanan Negara
Reformasi pertahanan negara adalah kebutuhan bangsa Indonesia untuk mewujudkan pertahanan negara yang berkemampuan tangkal tinggi dalam mengawal NKRI dengan segala kepentingannya. Reformasi pertahanan negara yang telah berlangsung lebih dari satu dekade, merefleksikan komitmen pemerintah dan bangsa Indonesia dalam merespons tantangan dan tuntutan perubahan baik dari tataran global dan regional maupun domestik. Fungsi pertahanan yang diselenggarakan dalam format negara demokrasi yang berdasarkan kaidah hukum serta mengedepankan transparansi dan akuntabilitas (good governance) diyakini sudah berada dalam koridor yang tepat dan telah mendapat dukungan positif dari semua pihak. Dukungan tersebut telah membangun suatu kondisi kondusif yang memungkinkan segenap agenda dan substansi reformasi dapat terlaksana dan dengan hasil-hasil yang cukup positif.
Penataan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara untuk melaksanakan tugas-tugas negara dalam bentuk Operasi Militer Perang dan Operasi Militer Selain Perang, telah dapat diregulasikan melalui perangkat perundang-undangan yang disusun oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam bingkai negara demokrasi. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia telah mendorong berlangsungnya perubahan signifikan dalam penyelenggaraan fungsi pertahanan negara.
Kemajuan yang dicapai tidak saja menyangkut profesionalisme TNI yang semakin meningkat, tetapi juga pada tataran politis dan strategis dengan semakin efektifnya pelaksanaan fungsi kebijakan yang diselenggarakan pemerintah. Kemajuan berarti juga dicapai dalam penyelenggaraan fungsi check and ballance oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) serta ruang publik yang semakin terbuka bagi terselenggaranya kontrol masyarakat dalam ikut menghantarkan penyelenggaraan pertahanan negara yang berorientasi pada misi, transparansi dan akuntabel.
TNI Yang Profesional. Membangun TNI yang profesional merupakan komitmen pemerintah yang ditempatkan ke dalam sasaran utama reformasi pertahanan. Sebagaimana dinyatakan dalam Buku Putih Pertahanan tahun 2003, TNI yang profesional adalah TNI yang tidak berpolitik, berada di bawah kekuasaan pemerintah yang dipilih oleh rakyat berdasarkan cara-cara demokratis dan konstitusional, TNI yang terdidik dan terlatih dengan baik, TNI yang terlengkapi kebutuhannya dengan baik, serta prajurit TNI yang dicukupi kesejahteraan dan pendapatannya secara layak. TNI yang profesional juga diikuti oleh loyalitas untuk mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia dan tunduk pada hukum. Sejak dikumandangkannya reformasi pertahanan dan reformasi internal TNI, TNI telah menuntaskan seluruh agenda untuk tidak lagi berpolitik praktis. TNI juga dengan tekad dan kemauan yang bulat telah berada di bawah kekuasaan pemerintah yang dipilih oleh rakyat berdasarkan cara-cara demokratis dan konstitusional, dan tunduk pada kebijakan politik negara. Artinya, agenda reformasi yang menjadi kewajiban TNI telah dapat diwujudkan.
Dalam usaha untuk mewujudkan TNI yang profesional, disamping keberhasilan yang sudah dicapai, juga terdapat sejumlah agenda yang belum dapat diwujudkan. TNI telah dapat memosisikan diri sebagai alat negara yang tunduk pada keputusan politik pemerintah serta menjalankan tugas-tugas negara yang diembankan kepadanya. Kebijakan untuk menjadikan TNI yang profesional dalam arti tidak berpolitik praktis telah dapat dituntaskan, bahkan realisasinya lebih cepat dari yang direncanakan. Apabila di masa lalu TNI banyak terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan, kini TNI tidak lagi melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan politik praktis atau mencampuri urusan-urusan lain di luar fungsi dan kewenangannya.
Reformasi pertahanan juga mencatat keberhasilan yang fundamental dengan melepaskan TNI dari kegiatan mengelola aktivitas bisnis yang bukan fungsi utamanya (non core business). Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI bahwa dalam jangka waktu lima tahun pemerintah harus mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI, pemerintah telah mengambil langkah-langkah konkret. Tim Supervisi Transformasi Bisnis TNI telah dibentuk pada tahun 2005 yang diketuai oleh Sekretaris Kementrian BUMN dengan keanggotaan yang bersifat multidepartemental, terdiri atas Kementerian Negara BUMN, Departemen Keuangan, Depkumham, Dephan dan TNI. Tim tersebut telah bertugas dan menyelesaikan beberapa tahap antara lain menyelesaikan inventarisasi terhadap seluruh bisnis yang dimiliki dan dikelola TNI. Selanjutnya Tim tersebut telah melakukan sosialisasi kepada Komisi I DPR RI, serta seluruh jajaran TNI. Tahap verifikasi juga telah dilaksanakan ke seluruh daerah yang hasil-hasilnya akan ditindaklanjuti untuk menentukan rencana akhir ke depan dalam menuntaskan seluruh peralihan bisnis TNI. Berkat sikap kooperatif yang ditunjukkan oleh TNI selama ini, maka seluruh tahapan kegiatan Tim Supervisi Transformasi Bisnis TNI dapat terlaksana bahkan lebih cepat dari rencana waktu seperti yang ditetapkan oleh Undang Undang.
Dalam bidang peradilan militer, pemerintah dan DPR sedang mempersiapkan suatu rancangan undang-undang (RUU) untuk mengubah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Presiden telah menunjuk Menteri Pertahanan dan Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU dengan DPR.
Langkah-langkah untuk mewujudkan TNI yang profesional terdidik dengan baik dan terlatih dengan baik terus ditingkatkan baik melalui wadah pendidikan di jajaran TNI maupun dalam tugas sehari-hari. Penyempurnaan sistem pendidikan di seluruh jenjang pendidikan di lingkungan TNI menampakkan hasil yang semakin baik, meskipun masih dirasakan kekurangannya, terutama dalam bidang keterampilan prajurit. Kekurangan dalam bidang keterampilan terjadi karena ketersediaan Alutsista terbaru baik di lembaga pendidikan maupun di satuan-satuan TNI masih sangat minim, bahkan banyak Alutsista yang sudah ketinggalan teknologi tetapi belum ada penggantinya.
Upaya dalam mewujudkan TNI yang profesional juga sering terkendala oleh kesejahteraan prajurit TNI yang masih berada jauh di bawah standar kelayakan untuk seorang prajurit. Profesionalisme prajurit tidak dapat dipisahkan dari aspek kesejahteraan yang layak. Prajurit yang tidak dicukupi kesejahteraannya tidak mungkin akan menjadi profesional. Penghasilan prajurit yang dialokasikan oleh negara melalui gaji dan tunjangan sampai saat ini masih sangat rendah. Selain gaji yang tidak mencukupi, perumahan masih sangat terbatas, serta layanan kesehatan yang belum memadai.
Peningkatan kesejahteraan prajurit sangat mempengaruhi keberhasilan tugas TNI. Kita bersyukur bahwa dengan kesejahteraan yang terbatas, prajurit TNI masih tetap terjaga kedisiplinan dan kepatuhannya, namun kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan terus berlangsung tanpa ada langkah mendasar yang dilakukan pemerintah.
Peran Stakeholder Pertahanan Dalam Reformasi Pertahanan. Reformasi pertahanan bukan suatu konsepsi yang eksklusif yang bergantung hanya pada lingkup institusional pertahanan semata. Keberhasilan reformasi pertahanan sangat ditentukan oleh stakeholder pertahanan yakni komponen bangsa di luar bidang pertahanan. Stakeholder pertahanan mencakup sejumlah pihak baik di lingkungan pertahanan maupun di luar pertahanan baik eksekutif, legislatif, yudikatif maupun masyarakat. Suksesnya reformasi pertahanan sangat tergantung pada perkuatan lembaga baik institusi sipil maupun partai politik. Reformasi militer yang efektif membutuhkan kapasitas institusional yang lebih kuat dari partai politik dan institusi sipil yang memahami pentingnya membangun kekuatan pertahanan yang transparan, dapat dipertanggung jawabkan, dan profesional. Perlu usaha yang terpadu untuk membangun institusi politik sipil yang kuat sehingga secara efektif menyelenggarakan pemerintahan dan membangun kekuatan politik di berbagai tingkatan tata pemerintahan.
Agenda reformasi dalam mewujudkan TNI yang profesional masih terkendala oleh faktor-faktor di luar TNI. Sejauh ini reformasi TNI banyak disoroti dari sisi TNI, sehingga sisi di luar TNI cenderung terabaikan. Pelaksanaan reformasi TNI tidak hanya tergantung pada TNI saja, tetapi unsur-unsur di luar TNI tidak kalah vitalnya untuk ikut direformasi.
Kebutuhan yang lebih mendesak dalam waktu-waktu mendatang adalah menuntaskan reformasi nasional, tidak sekedar menyoroti reformasi TNI sementara reformasi di bidang lain seakan terlupakan. Dalam kerangka reformasi pertahanan dan reformasi TNI yang lebih efektif membutuhkan kapasitas institusional yang lebih kuat dari partai politik dan institusi sipil yang memahami pentingnya membangun kekuatan pertahanan yang transparan, dapat dipertanggung jawabkan, dan profesional. Perlu usaha yang terpadu untuk membangun institusi politik sipil yang kuat sehingga secara efektif melaksanakan reformasi nasional secara menyeluruh dan tuntas.
Mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis memerlukan institusi sosial dan ekonomi yang kuat sebagai dasar yang dapat memfasilitasi penguatan organisasi sipil dan partai politik. Untuk menjadi negara demokrasi membutuhkan kesiapan demokrasi politik, dan dituntut upaya terpadu untuk mewujudkan setidak-tidaknya 30 persen dari penduduk Indonesia dalam kategori masyarakat kelas menengah dengan pendapatan per kapita sekurang-kurangnya US$ 3000-4000. Sejak krisis ekonomi tahun 1997-1998, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia merosot tajam dari US$ 1300 sempat menembus rata-rata US$ 850. Kondisi tersebut berdampak terhadap stabilitas sosial dan meningkatnya keresahan politik dan kekerasan. Pemerintah telah berusaha keras untuk perbaikan ekonomi dan hasil-hasilnya telah menolong memperbaiki stabilitas politik dan rekonsiliasi sosial, namun kemarahan dan frustrasi masyarakat yang putus asa dan kecewa karena kehilangan pekerjaan masih berdampak dan belum dapat diatasi secara tuntas. Jalan untuk menuju demokrasi substansial perlu disokong partai politik dan pemimpin sipil yang memahami bahwa penguatan institusi sipil dan politik sangatlah penting. Masalah umum dalam pemerintahan demokratis harus segera diatasi dengan serius, terutama pada saat angka kemiskinan dan pengangguran semakin meningkat. Di masa lalu, penerimaan akan dominasi militer dalam kepemimpinan di pemerintahan terjadi karena masyarakat sipil yang tidak kompeten, adanya konflik internal partai, dan ketimpangan kebijakan. Tanpa adanya kepemimpinan politik sipil serta pembangunan partai yang jelas, bersatu, dan konsisten, maka stabilitas nasional akan selalu relatif dan fluktuatif. Tanpa adanya institusi sipil yang kuat, maka reformasi militer juga tidak mungkin akan berhasil.
Konsekuensi dari penguatan institusi sipil dan partai politik juga menuntut adanya kebutuhan untuk meninjau ulang dan memperbaiki semua peraturan yang dibutuhkan untuk pengelola keamanan nasional sebagai suatu sistem yang dikelola dalam manajemen nasional di mana pertahanan negara berada di dalamnya.
Reformasi pertahanan juga telah dapat menyelesaikan dokumen-dokumen strategis yang baru, seperti doktrin pertahanan negara, strategi pertahanan negara dan postur pertahanan negara. Dengan ditetapkannya dokumen-dokumen strategis tersebut, maka penyelenggaraan pertahanan negara Indonesia akan memasuki babak baru dengan memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan berdaya tangkal. Babak baru yang dimaksud adalah bahwa pertahanan negara Indonesia diselenggarakan dalam kerangka negara demokratis, transparan, bertanggung jawab, dan efektif dapat menjadi kenyataan jika semua pihak yang terkait ikut terlibat: badan eksekutif di kabinet, anggota parlemen dan partai politik, lembaga penelitian dan universitas, organisasi nonpemerintah dan kelompok sipil yang melepaskan identitas primordial mereka.
Penetapan Doktrin pertahanan negara tersebut sekaligus menjadi jawaban terhadap kekosongan doktrin yang terjadi sebagai akibat dari Doktrin Pertahanan Negara tahun 1991 yang sudah tidak sesuai lagi. Doktrin Pertahanan Negara dan Strategi Pertahanan negara yang dipublikasikan menunjukkan sikap transparansi Indonesia dalam mengelola pertahanannya, sekaligus untuk menumbuhkan saling percaya di kalangan negara-negara sesama bangsa di kawasan dan di luar kawasan.
Sebagai bagian dari reformasi pertahanan, telah dapat disusun suatu Postur Pertahanan Negara untuk 20 tahun ke depan. Postur Pertahanan Negara tersebut merupakan dokumen strategis untuk membangun sektor pertahanan dengan tahapan-tahapan prioritas lima tahunan sampai tahun 2029. Melalui keberadaan Postur Pertahanan Negara tersebut, maka perencanaan jangka panjang Indonesia telah dapat ditetapkan dan menjadi pijakan untuk kegiatan perencanaan pertahanan, anggaran, manajemen, operasi, dan pengembangan teknologi pertahanan. Postur pertahanan negara tersebut akan menuntut kegiatan procurement untuk memilih sistem senjata yang akan dilengkapi, serta perwujudan komponen cadangan untuk mencapai tingkat yang dibutuhkan.
Pertahanan nirmiliter juga menjadi bagian dari ciri pertahanan negara Indonesia yang dikembangkan ke depan. Pertahanan negara yang di masa lalu lebih berciri kekuatan fisik sistem senjata dengan prajuritnya (hard-power) akan disinergikan dengan pertahanan nirmiliter yang meliputi aspek-aspek di luar bidang militer (soft-power). Pertahanan negara yang berorientasi militer saja sama sekali tidak menjadi solusi yang terbaik dalam menghadapi dinamika lingkungan global yang makin kompleks. Pertahanan negara harus dapat didudukkan sebagai suatu bentuk pelayanan publik yang penting, sama pentingnya dengan pengadaan jalan tol, listrik, pelabuhan yang aman, bandara yang efisien, perumahan, pelayanan kesehatan, dan jaminan keamanan sosial. Maka dari itu, semua aspek kehidupan memiliki dimensi pertahanan negara yang dapat disinergikan.
Bagian Ketiga
Pembangunan Postur Pertahanan Negara
Kerangka Pokok Postur Pertahanan Negara
Postur Pertahanan Negara yang dikembangkan untuk mewujudkan Sistem Pertahanan yang bersifat Semesta, mengintegrasikan postur pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter. Postur Pertahanan Negara disusun berdasarkan Strategi Pertahanan negara yang merefleksikan kemampuan, kekuatan dan gelar kekuatan pertahanan dan sumber daya nasional. Dalam rangka melaksanakan Strategi Pertahanan Negara, Postur Pertahanan Negara dikembangkan untuk mencapai standar penangkalan (standard deterrence) yakni Postur Pertahanan negara yang mampu menangkal dan mengatasi ancaman agresi terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa. Dalam lingkup tersebut, Postur pertahanan negara dikembangkan untuk menghadapi kondisi terburuk berupa perang. Jika Postur Pertahanan Negara yang dibangun dengan standar konvensional untuk mampu mempertahankan diri dari agresi, niscaya tugas-tugas pertahanan lainnya akan mampu diemban.
Pengorganisasian Kekuatan Pertahanan
Kekuatan pertahanan negara Indonesia memadukan kekuatan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter. Pertahanan militer diorganisasikan ke dalam Komponen Utama yakni Tentara Nasional Indonesia, terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Sedangkan pertahanan nirmiliter pengorganisasiannya dibedakan berdasarkan hakikat dan jenis ancaman yang dihadapi. Dalam menghadapi ancaman militer, maka pertahanan nirmiliter diorganisasikan ke dalam Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang dipersiapkan untuk menjadi pengganda Komponen Utama.
GAMBAR 3. KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA
Dalam menghadapi ancaman nirmiliter, pengorganisasian pertahanan nirmiliter disusun ke dalam pertahanan sipil (civil defence) untuk melaksanakan fungsi-fungsi keamanan (security), penanggulangan dampak bencana (disaster relief management), operasi kemanusiaan (humanitarian operation), termasuk pertahanan berdimensi ekonomi, sosial, psikologi (psychological defence), dan teknologi.
Gambar. 4
KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA
Strategi Perancangan Postur Pertahanan Negara.
Perancangan Postur Pertahanan Negara didasarkan atas 6 (enam) faktor utama:
Pertama, perkiraan ancaman terhadap Indonesia dan segala kepentingannya, yakni ancaman yang menjadi domain fungsi pertahanan termasuk tugas-tugas pelibatan pertahanan yang sah.
Kedua, Strategi Pertahanan Negara yang menyinergikan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan Pertahanan Negara yang utuh dan menyeluruh.
Ketiga, tingkat deterrence yang memenuhi standar penangkalan agar dapat menangkal ancaman yang diperkirakan.
Keempat, tingkat probabilitas kerawanan tertinggi bagi Indonesia yang menjadi sumber-sumber ancaman atau sumber-sumber konflik di masa datang.
Kelima, luas wilayah dan karakteristik geografi Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau dengan wilayah perairan yang luas dan terbuka.
Keenam, kemampuan rasional negara dalam membiayai Pertahanan Negara termasuk dalam pembangunan postur Pertahanan Negara dengan tidak mengorbankan sektor-sektor lain.
Pertahanan Militer
Postur pertahanan militer yang dibangun di masa datang tidak diarahkan untuk menambah personel, melainkan lebih diutamakan pada penataan organisasi Pertahanan Negara. Penataan organisasi diarahkan untuk dapat mewujudkan strategi militer yang bersifat Tri Matra Terpadu. Pembentukan organisasi baru atau pengembangan organisasi yang ada tidak otomatis berimplikasi penambahan personel untuk memperbesar kekuatan.
Jumlah kekuatan personel TNI yang ada saat ini akan dipertahankan dan relatif tidak dilakukan penambahan. Pengisian organisasi bentukan baru atau organisasi yang dikembangkan diprioritaskan dari personel yang ada. Pelaksanaannya diintegrasikan dengan penataan Markas Besar (termasuk Departemen Pertahanan), Balakpus (Badan Pelaksana Pusat) dan Mako (Markas Komando) di tingkat Kotama (Komando Utama). Penataan organisasi pada tingkat tersebut, diarahkan untuk merampingkan organisasi, sehingga menjadi efektif dan berbasis kinerja melalui perubahan sistem padat manusia menjadi padat teknologi serta diawaki oleh personel yang berkualitas tinggi (high-quality based).
Organisasi pada tingkatan tersebut tidak mengikuti model piramida, personel TNI dengan pangkat rendah atau pegawai negeri sipil dengan golongan rendah dan dengan latar belakang pendidikan SMA ke bawah sangat sedikit dibutuhkan. Pengisian organisasi pada tingkatan tersebut adalah yang berkualifikasi pendidikan tinggi setingkat Pasca Sarjana yang sesuai dengan bidang atau fungsi yang diembannya. Untuk itu pola rekrutmen prajurit/pegawai harus benar-benar selektif disesuaikan dengan persyaratan sesuai tugas dan fungsi.
Pada tingkatan Operasional yakni kesatuan-kesatuan setingkat Brigade dan jajarannya, penataan organisasi menggunakan model Piramida.
Kekuatan TNI AD. Kekuatan Kopassus yang terdiri atas 2 Grup Parako, 1 Grup Sandha, 1 Kesatuan Gultor, 1 Pusat Pendidikan, tetap dipertahankan. Perubahan organisasi lebih dititikberatkan pada validasi organisasi berdasarkan evaluasi terhadap organisasi yang ada. Validasi yang berakibat penghapusan atau penambahan organisasi ditujukan pada peningkatan efektivitas dan kehandalan Kopassus serta ciri pasukan khusus. Kekuatan Kostrad diarahkan untuk pengembangan organisasi dengan pembentukan Divisi Infanteri baru. Pengembangan tersebut diarahkan untuk menjawab kebutuhan pembentukan Komando Kewilayahan Pertahanan yang menggambarkan keterpaduan ketiga matra (Tri Matra Terpadu). Struktur Kesatuan Infanteri Kostrad akan disusun ke dalam Yonif (Batalyon Infanteri) Linud, Yonif Raiders, Yonif Mobud dan Yonif Mekanis. Satuan-satuan Kostrad dikembangkan untuk dapat digelar di daerah-daerah operasi dengan karakteristik yang ada di Indonesia. Yonif reguler yang ada saat ini akan dikembangkan secara bertahap ke arah Yonif Mekanis guna menyesuaikan perkembangan global bidang militer (Revolution in Military Affairs) yang berpengaruh terhadap strategi perang dan strategi militer. Satuan Kavaleri Kostrad secara bertahap akan diperbarui dengan titik berat pengadaan Kendaraan Tempur yang dilengkapi dengan sistem senjata yang menjamin efektivitas serta daya gerak dan daya tembak.
Satuan Artileri Medan Kostrad secara bertahap diperbarui dengan mengutamakan sistem senjata Armed generasi baru untuk menggantikan sistem senjata generasi lama yang kurang layak pakai dan tidak efektif untuk dipertahankan atau digunakan dalam perang modern. Satuan Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) Kostrad, secara bertahap diperbarui dengan sistem senjata Arhanud generasi baru untuk menggantikan sistem senjata generasi lama yang kurang layak pakai dan tidak efektif lagi untuk digunakan dalam perang modern. Kemampuan Arhanud Kostrad dikembangkan dalam sistem keterpaduan (interoperability) dengan sistem pertahanan udara nasional maupun matra laut dan matra udara. Yon Zipur secara bertahap divalidasi dari satuan yang padat manusia menjadi padat teknologi.
Kekuatan Kewilayahan yang sudah ada tetap dipertahankan. Organisasi Komando Daerah Militer (Kodam) akan disesuaikan dengan perkembangan organisasi TNI yang pelaksanaannya secara fleksibel. Dalam rangka efektivitas pelaksanaan tugas, setiap Kodam akan dilengkapi masing-masing dengan 1 (satu) Brigade Infanteri (Brigif) dengan perkuatannya. Satuan-satuan Brigif Kodam dikembangkan sesuai kondisi geografi daerah yang menjadi daerah operasi satuan-satuan tersebut. Yonif Kodam yang ada, juga akan dikembangkan secara bertahap menjadi Yonif Mekanis terutama satuan-satuan yang berada di urban area, guna menyesuaikan perkembangan strategi perang secara global.
Batalyon Zeni Kodam secara bertahap divalidasi dari kondisi satuan yang padat manusia menjadi padat teknologi. Satuan-satuan Bantuan Administrasi (Banmin) Kodam secara bertahap ditata kembali dengan padat teknologi. Organisasi Kodam dilengkapi dengan unsur Penerbad (Penerbangan Angkatan Darat) untuk mendukung mobilitas. Satuan-satuan jajaran Komando Kewilayahan (Kowil) di tingkat Provinsi ditingkatkan minimal menjadi Korem. Penambahan Kowil baru atau pengembangan Kowil yang sudah ada dapat diselenggarakan didasarkan pada perkembangan daerah dengan tidak mengakibatkan penambahan jumlah personel baru. Pelaksanaannya, sebisa mungkin ditempuh melalui pergeseran personel yang ada pada wilayah Kodam yang bersangkutan.
Kekuatan Pendukung. Kekuatan pendukung terdiri atas Komando Pendidikan dan Latihan (Kodiklat), Badan Pelaksana Pusat (Balakpus), serta Pusat Kecabangan Fungsi (Puscabfung). Kodiklat di dalamnya terdapat 20 Pusat Pendidikan, 1 Pusat Latihan Tempur (Puslatpur), 1 Pusat Simulasi Tempur (Pussimpur), 1 Lembaga Kajian Teknologi dan 3 Pusat Kesenjataan. Balakpus, terdiri atas Lembaga Pendidikan Pusat (Lemdikpus) seperti Seskoad, Akmil dan Secapa. Puscabfung terdiri atas Pusat Polisi Militer (Puspom) dan 9 Direktorat, serta Pusfung terdiri atas 3 Pusat dan 6 Dinas. Arah rancang bangun kekuatan pendukung diarahkan:
Pertama, merampingkan organisasi dari padat manusia menjadi padat teknologi. Personel yang mengisi kesatuan-kesatuan tersebut jumlahnya tidak perlu besar namun lebih mengutamakan kualitas.
Kedua, Lembaga Pendidikan direvitalisasi untuk menjadi pusat keunggulan (center of excelence), sehingga benar-benar dapat melaksanakan fungsinya sebagai dapur untuk mencetak sumber daya manusia pertahanan yang berkualitas. Revitalisasi ditujukan pada tenaga pendidik, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Kesejahteraan dan karier tenaga pendidik yang ditugaskan di lembaga pendidikan, diperbaiki secara bertahap sampai pada tingkatan yang layak.
Ketiga, Satuan Penerbad dikembangkan untuk mencapai kekuatan yang mampu melayani Kodam-Kodam dengan kekuatan 1 Skuadron Komposit di tiap Kodam. Kekuatan Satuan Penerbad berintikan pada keunggulan heli terdiri atas Heli Serbu, Angkut, Intai/Komando dan Latih serta kemampuan pesawat sayap tetap sesuai kebutuhan.
Pengembangan Alutsista. Pengembangan materiil /Alutsista TNI AD secara bertahap diarahkan untuk memperbarui dengan Alutsista generasi baru, menggantikan Alutsista generasi lama yang tidak efektif untuk membangun daya tangkal. Materiil/Alutsista berupa senjata Infanteri, senjata Artileri, senjata Kavaleri, amunisi, Kendaraan Tempur (Ranpur), Pesawat udara, alat angkut air dan Materiil Zeni (Matzi) secara bertahap ditambah untuk memenuhi kebutuhan Tabel Organisasi dan Peralatan / Daftar Susunan Personel dan Peralatan (TOP/DSPP). Pengadaan senjata-senjata strategis pertahanan darat termasuk kendaraan tempur untuk memperbarui Satuan Kavaleri (Satkav), Yonif Mekanis serta Sat Armed dilaksanakan secara bertahap untuk mencapai kekuatan minimum essential force.
Pangkalan. Pangkalan berupa Kantor, Asrama dan Perumahan (khususnya satuan-satuan tempur) secara bertahap akan dilengkapi untuk dapat menjamin kesiapsiagaan.
Kekuatan TNI AL. KRI merupakan kekuatan vital terdepan pertahanan Indonesia untuk mengawal wilayah maritim NKRI dengan segala kepentingannya. Prioritas diarahkan untuk pengadaan Kapal Patroli cepat hingga mencapai keseimbangan kekuatan di tiap wilayah. Pengadaan Kapal selam secara bertahap mewujudkan kekuatan minimum essential force, khususnya dalam mengamankan jalur-jalur pelintasan (ALKI). Kekuatan KRI untuk memenuhi standar Minimum Essential Force (MEF) adalah 274 Kapal yang terdiri dari berbagai jenis. KRI disusun dalam 3 (tiga) kelompok kekuatan, yakni kekuatan Tempur Pemukul (striking force), Kekuatan Tempur Patroli (patroling force) dan Kekuatan Pendukung (supporting force).
Kekuatan Tempur Pemukul (Striking Force) diproyeksikan untuk mencapai kekuatan MEF dengan susunan Kapal Perusak Kawal, Kapal Perusak Kawal Rudal, Kapal Selam, Kapal Cepat Rudal, Kapal Cepat Torpedo, dan Kapal Buru Ranjau. Kekuatan Tempur Patroli (Patroling Force) diproyeksikan untuk mewujudkan kemampuan satuan-satuan operasional TNI AL dalam menyelenggarakan patroli dan pengamanan wilayah perairan Nusantara dengan Kapal Patroli dari berbagai jenis.
Kekuatan Tempur Pendukung (Supporting Force) secara bertahap akan ditingkatkan kemampuannya untuk mampu menyelenggarakan fungsinya yang terdiri atas Kapal Markas, Kapal Angkut Tank, Kapal Penyapu Ranjau, Kapal Angkut Serba Guna, Kapal Tanker, Kapal Tunda Samudera, Kapal Hidro Oseanografi, Kapal Bantuan Umum, Kapal Angkut Personel, dan Kapal Latih.
Pesawat Udara (Pesud) merupakan salah satu unsur kekuatan laut yang vital untuk penyelenggaraan fungsi pengendalian laut, penegakan hukum di laut, serta dukungan proteksi bagi kekuatan darat. Wilayah perairan Nusantara yang luasnya mencapai lebih dari 5.000 kilometer persegi membutuhkan 137 unit Pesud dari jenis sayap tetap dan sayap putar untuk memenuhi standar MEF. Pesud dengan kekuatan 137 unit tersebut diproyeksikan mampu melaksanakan patroli maritim dalam rangka fungsi pengendalian laut dan penegakan hukum di laut, serta sebagai sarana angkut terbatas dan untuk kebutuhan latihan.
Kekuatan Marinir merupakan salah satu andalan kekuatan laut Indonesia dalam penyelenggaraan operasi amfibi dan anti amfibi, serta tugas-tugas operasi lainnya. Kekuatan Marinir diproyeksikan untuk mampu digelar di wilayah-wilayah yang strategis, dan secara bertahap kekuatan Marinir terutama alutsistanya diperbarui dengan generasi baru untuk mengganti aset lama yang sudah tidak efektif lagi.
Pangkalan dan Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan). Berdasarkan fungsinya terdapat empat kategori Pangkalan yakni : Pangkalan Utama (Lantamal), Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) dan Detasemen Angkatan Laut (Denal). Pengembangan pangkalan dan Fasharkan disesuaikan dengan pengembangan organisasi TNI-AL. Khusus tentang pengembangan Fasharkan dilaksanakan secara bertahap dari padat manusia menjadi padat teknologi.
Kekuatan TNI AU. Kekuatan TNI AU dikembangkan dengan membangun kekuatan udara yang berdaya tangkal yang mampu memberikan perlindungan bagi matra darat dan laut. Dalam bidang organisasi, kekuatan operasional TNI AU dengan 2 (dua) Koopsau (Komando Operasi Angkatan Udara) belum menjadi kekuatan yang secara minimum dapat mengamankan wilayah udara NKRI. Dalam rangka MEF, sasaran pembangunan kekuatan TNI AU diarahkan untuk pengembangan organisasi Koopsau yang lebih rasional termasuk secara bertahap memperbarui pesawat-pesawat dan alutsistanya yang kebanyakan sudah jauh ketinggalan. Dalam hal ini, pesawat-pesawat tempur yang telah habis masa pakai diprioritaskan penggantiannya. Dalam bidang kemampuan, meningkatkan satuan buru sergap, satuan angkut, satuan radar dan satuan latih menjadi perhatian untuk ditingkatkan. Satuan buru sergap dibangun untuk mencapai 9 Skuadron Tempur yang terdiri dari pesawat-pesawat tempur yang berdaya sergap tinggi didukung dengan satuan pendukung yang handal.
Kekuatan Satuan Angkut TNI AU menjadi tumpuan dalam penyelenggaraan operasi militer yang bersifat Tri Matra. Kondisi satuan angkut TNI AU sangat jauh dari tuntutan kebutuhan, terutama karena aset yang ada sudah sangat tua. Pembangunan Satuan Angkut dilaksanakan dengan memaksimalkan pengadaan pesawat dan peralatan pendukungnya dari produksi dalam negeri.
Skuadron Heli dan Skuadron Latih dikembangkan untuk mencapai kekuatan di atas MEF. Pembangunan Skuadron Heli ditujukan untuk mengganti pesawat yang telah habis usia pakainya, dan secara bertahap sampai mencapai 4 Skuadron. Pengembangan Skuadron Latih diarahkan untuk dilengkapi dengan sistem simulasi, agar frekuensi penggunaan pesawat canggih dalam latihan dapat ditekan serendah mungkin. Fungsi skuadron Latih harus mampu menjamin kesiapan tempur personel TNI AU secara maksimal.
Satuan Radar yang meliputi radar titik, terminal dan wilayah ditingkatkan jarak capai (range coverage) sehingga seluruh wilayah Indonesia berada dalam cakupan efektif sistem radar yang digelar. Penambahan satuan radar baru diarahkan untuk digelar pada wilayah-wilayah yang belum ada satuan radarnya serta wilayah-wilayah yang mempunyai nilai strategis. Satuan radar dikembangkan melalui interkoneksi dengan sistem satelit, sehingga terwujud integrasi antara radar, pesawat, surveilance, kapal dan sistem roket yang dimiliki setiap Angkatan.
Pangkalan secara bertahap ditingkatkan guna mendukung operasional TNI AU dengan memproyeksikan pada Lanud (Pangkalan Udara) Induk. Pengembangan kemampuan Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional) dilaksanakan secara bertahap menjadi 4 (empat) Kosek (Komando Sektor) dengan memaksimalkan satuan-satuan radar yang berkemampuan tinggi, serta satuan Rudal dan satuan Meriam. Pengembangan kemampuan penangkis serangan udara (PSU) dilaksanakan dalam rangka mewujudkan strategi penangkalan yang mampu memberikan perlindungan secara maksimal terhadap wilayah Indonesia dari serangan udara lawan.
Kekuatan Pasukan Khas TNI AU (Paskhasau) tetap dipertahankan jumlahnya sebagai bagian dari Strategi Penangkalan. Pengorganisasian Paskhasau dalam 3 (tiga) Wing Paskhas untuk menjalankan fungsi sebagai Skuadron Paskhas, Flight Berdiri Sendiri, fungsi pendidikan, anti teror serta fungsi kawal protokol. Detasemen Bravo akan terus ditingkatkan kemampuannya, bersama-sama satuan anti teror matra lain yang menjadi andalan dalam menanggulangi ancaman terorisme.
Kemampuan Komando Pemeliharaan Materiil TNI AU (Koharmatau) bertumpu pada Depo-Depo Pemeliharaan, selanjutnya akan dikembangkan secara bertahap untuk beralih dari pola padat manusia ke pola padat teknologi. Fungsi Pendidikan yang diemban oleh Lembaga Pendidikan TNI AU, direvitalisasi sehingga menjadi pusat keunggulan (center of excelence) serta melaksanakan fungsinya sebagai dapur untuk mencetak sumber daya manusia pertahanan yang berkualitas. Sasaran revitalisasi ditujukan untuk kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, serta kesejahteraan dan karier tenaga pendidik yang ditugaskan di lembaga pendidikan.
Pertahanan Nirmiliter
Kekuatan pertahanan nirmiliter diwujudkan dalam Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang dirancang untuk menghadapi ancaman militer. Sedangkan untuk pertahanan nirmiliter dalam konteks pertahanan sipil (civil defence) dikembangkan oleh masing-masing departemen/Lembaga di luar pertahanan sesuai fungsi masing-masing.
Komponen Cadangan. Kekuatan Komponen Cadangan terdiri atas warga negara yang telah dilatih, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana serta wilayah negara yang telah dipersiapkan untuk menjadi pengganda Komponen Utama melalui mobilisasi. Sebagai pengganda, besar kekuatan Komponen Cadangan disesuaikan dengan kebutuhan tiap matra.
Pembentukan Komponen Cadangan diselenggarakan dengan memperhatikan hak-hak sipil serta kewajiban warga negara dalam pembelaan negara dan Pertahanan Negara sebagaimana diatur dengan undang-undang. Proses rekrutmen warga negara untuk menjadi Komponen Cadangan dilakukan secara selektif dengan mengutamakan faktor keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memperkuat Komponen Utama.
Mengingat Komponen Cadangan setelah dimobilisasi akan menjadi kombatan, maka selain keahlian dan keterampilan yang dimiliki, syarat-syarat untuk menjadi kombatan harus dipenuhi dalam proses perekrutan warga negara, antara lain persyaratan kesehatan dan kesamaptaan jasmani. Komponen Cadangan sebelum dimobilisasi menjadi rakyat terlatih dengan status tetap sebagai rakyat sipil biasa yang diperlakukan sama dengan rakyat lainnya.
Warga negara yang direkrut untuk menjadi Komponen Cadangan pengganda matra darat disesuaikan dengan fungsi dan tugas matra darat. Dalam rangka itu diprioritaskan pada bidang-bidang keahlian dan keterampilan seperti dokter, para medis, ahli kimia, montir/ahli kendaraan, ahli elektronika, dan ahli konstruksi.
Kebutuhan untuk pengganda matra laut, warga negara yang direkrut untuk menjadi Komponen Cadangan disesuaikan dengan fungsi dan tugas matra laut. Dalam rangka itu, rekrutmen diprioritaskan pada warga negara yang memiliki keahlian dan keterampilan seperti ahli navigasi/nakhoda, masinis kapal, ahli elektronika, dokter, para medis, ahli kimia, dan ahli konstruksi. Unsur-unsur keahlian tersebut direkrut beserta alat peralatan penunjang profesinya masing-masing yang dapat dimobilisasi. Embrio Komponen Cadangan untuk matra laut di antaranya dari unsur-unsur jajaran Bakorkamla (Badan Koordinasi Keamanan Laut).
Warga negara yang direkrut untuk menjadi Komponen Cadangan pengganda matra udara disesuaikan dengan fungsi dan tugas matra udara. Rekrutmen diprioritaskan pada warga negara yang memiliki keahlian dan keterampilan seperti pilot, ahli mesin pesawat udara, ahli elektronika, dokter dan para medis, ahli kimia, montir/ahli kendaraan, dan ahli konstruksi. Rekrutmen juga termasuk alat peralatan yang terkait profesinya masing-masing yang dapat dimobilisasi.
Komponen Cadangan bersifat lokal atau kedaerahan yang dibentuk, ditempatkan dan dibina berdasarkan daerah domisili yang bersangkutan. Sifat lokal Komponen Cadangan tersebut didasarkan pada pertimbangan efisiensi serta hak-hak perorangan dari warga negara yang terikat dengan profesi dan pekerjaannya masing-masing, serta masa bhakti Komponen Cadangan yang terbatas. Besarnya kekuatan Komponen Cadangan sampai dengan 20 tahun mendatang diproyeksikan untuk mencapai 160.000 personel yang dialokasikan untuk cadangan TNI AD cadangan TNI AL dan Cadangan TNI AU.
Selain unsur manusia, kekuatan Komponen Cadangan mencakup pula sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana. Unsur-unsur Komponen Cadangan tersebut adalah milik negara, badan swasta, atau perorangan termasuk para awaknya. Jumlah dan jenis unsur-unsur tersebut direkrut sebagai Komponen Cadangan didasarkan atas kebutuhan komponen pengganda. Rekrutmen Komponen Cadangan harus memenuhi persyaratan serta uji kelayakan sebagai alat peralatan dan alat utama sistem senjata.
Di bidang sumber daya alam, target sampai dengan 2029 adalah transformasi sumber daya alam dan sumber daya buatan untuk memenuhi logistik pertahanan terutama terwujudnya logistik wilayah di setiap daerah. Sedangkan untuk Sarana/Prasarana, target sampai dengan 2029 adalah terbinanya sarana/prasarana nirmiliter yang bernilai taktis dan strategis bagi pertahanan (defence related infrastructures) untuk setiap saat dapat dimobilisasi sebagai pengganda kekuatan komponen utama. Sarana dan prasarana dimaksud antara lain kapal laut dan pesawat komersial, gedung untuk gudang logistik, rumah sakit, bengkel otomotif, galangan kapal, hanggar pesawat, telekomunikasi, industri, dan lain-lain.
Pengorganisasi Komponen Cadangan sampai dengan tahun 2029 diarahkan untuk terwujudnya 1 (satu) batalyon Cadangan di tiap Kabupaten/Kota. Pelaksanaannya secara bertahap dimulai dari pembentukan 1 Kompi Cadangan di tiap Kodim pada tahap I, kemudian 2 Kompi pada Tahap II, dan 1 Batalyon pada tahap III. Pengisian struktur Komando di tiap Batalyon Cadangan dipegang oleh personel Kowil.
Komponen Pendukung. Kekuatan Komponen Pendukung berupa warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana serta wilayah negara yang telah dipersiapkan untuk didayagunakan menjadi pendukung Komponen Utama dan Komponen Cadangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan pertimbangan status sebagai pendukung Komponen Utama dan Komponen Cadangan. Maka seluruh sumber daya nasional dapat menjadi Komponen Pendukung.
Pembentukan Komponen Pendukung didasarkan atas hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara dan kepentingan pertahanan yang diselenggarakan dengan memperhatikan hak-hak sipil serta hak-hak kepemilikan masyarakat. Proses rekrutmen warga negara untuk menjadi Komponen Pendukung dilakukan secara sukarela dengan memperhatikan faktor keahlian dan keterampilan yang dimiliki untuk mendukung Komponen Utama dan Komponen Cadangan.
Warga negara yang menjadi Komponen Pendukung disusun dalam tiga kategori: rakyat terlatih, tenaga ahli dan tenaga profesi, serta warga negara lainnya. Rakyat terlatih terdiri atas unsur-unsur Kepolisian termasuk di antaranya Brimob, Menwa, Satpam, Hansip, tenaga SARNAS, Pramuka. Sedangkan Tenaga Ahli dan Profesi termasuk di antaranya, dokter, para medis, montir, ahli kimia, wartawan, dosen, guru, ustad, pendeta, pastor, peneliti, laboran, dan lain-lain.
Selain warga negara, kekuatan Komponen Pendukung juga mencakup industri nasional, serta sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana. Dalam rangka pertahanan negara, kekuatan industri nasional selain merupakan faktor ekonomi untuk kepentingan kesejahteraan, juga memiliki peran vital dalam mendorong industri pertahanan. Produk-produk industri nasional secara langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan.
Sarana dan prasarana nasional bernilai vital sebagai Komponen Pendukung, sehingga memerlukan penataan sejak dini di antaranya sarana radar sipil, jalan, pelabuhan, bandar udara, rumah sakit, pabrik, hanggar pesawat, galangan kapal, stasiun pengisian bahan bakar. Sarana dan prasarana tersebut dalam perancangannya perlu diintegrasikan dengan kepentingan pertahanan, sehingga pada waktu dibutuhkan dapat dengan mudah dialihfungsikan menjadi sarana dan prasarana pertahanan.
Target pembentukan Komponen Pendukung sampai dengan 20 tahun mendatang adalah, Pertama, terkoordinasinya Pembangunan Nasional di bidang sumber daya manusia dalam mewujudkan hak dan kewajiban setiap warga negara dalam pembelaan negara. Kedua, terkoordinasinya Pembangunan Nasional di bidang pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara seimbang untuk kesejahteraan dan pertahanan. Ketiga, terkoordinasinya Pembangunan Nasional di bidang industri nasional dan teknologi untuk mewujudkan kemandirian sarana pertahanan.
Standar Kesejahteraan Prajurit
Pembangunan kekuatan pertahanan diarahkan pada aspek kemampuan yakni TNI yang profesional. Untuk menjadi TNI yang profesional, syarat utama adalah dilatih dengan baik, diperlengkapi dengan baik dan dicukupi kebutuhannya. Prajurit yang under paid tidak akan pernah profesional. Prajurit yang tidak profesional bukan saja gagal dalam pencapaian tujuan (mission not accomplished) tetapi lebih dari itu akan menjadi sumber malapetaka.
Prajurit TNI seperti halnya prajurit-prajurit yang lain adalah kelompok masyarakat yang hak-hak sipilnya diambil secara paksa oleh negara untuk kepentingan negara, namun bila kesejahteraannya belum layak akan berakibat menghambat profesionalisme prajurit. Oleh karena itu, secara bertahap akan dilakukan langkah-langkah konkret untuk menetapkan standar kesejahteraan Prajurit yang layak dengan memperbaiki sistem penggajian, layanan kesehatan, perumahan dan jaminan hari tua.
Bagian Keempat
Kerja Sama Kegiatan di Bidang Pertahanan
Umum
Dalam rangka membangun kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan negara lain, ada tiga substansi yang menjadi sasaran sekaligus tahapan yang dikembangkan: membangun saling percaya (CBM), mencegah konflik (preventive diplomacy), dan bersama-sama mencari solusi terbaik secara win-win apabila terdapat atau terjadi perselisihan sehingga tidak berkembang menjadi konflik (conflict resolution). Dalam rangka itu ke depan, diplomasi pertahanan (defence diplomacy) semakin penting untuk dikembangkan. Indonesia dalam membangun kerja sama kegiatan di bidang pertahanan mengedepankan bentuk-bentuk kerja sama yang bersifat jangka panjang dengan negara-negara sesama anggota ASEAN dan para mitra lainnya seperti ASEAN + three, ASEAN + six dan yang tergabung dalam ARF.
Indonesia dalam membangun kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan negara lain dilaksanakan secara kenyal sesuai prinsip pertahanan yang dianut yakni defensif aktif. Namun demikian, dalam pelaksanaannya kerja sama kegiatan di bidang pertahanan harus melalui suatu perjanjian kerja sama (agreement atau atau nota kesepahaman - MoU) untuk memayungi setiap bentuk kegiatan operasional seperti mil-to-mil talks, latihan bersama antar Angkatan Bersenjata atau antar Angkatan kedua negara.
Fenomena global yang terjadi dewasa ini menunjukkan kecenderungan bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga menghadapi tantangan berupa bencana alam yang diperkirakan akan terus dialami di waktu-waktu mendatang, seperti tsunami, gempa bumi tektonik, bahaya banjir. Untuk menghadapi tantangan tersebut semakin membutuhkan keterlibatan unsur militer sebagai kekuatan yang paling siap untuk dikerahkan.
Pengalaman Indonesia dalam penanganan bencana gempa bumi dan tsunami di Nias dan Aceh pada bulan Desember 2004, serta bencana-bencana lainnya seperti di Yogya, Pangandaran, dan Bengkulu telah membawa implikasi terhadap model kerja sama militer antar negara dalam menyelenggarakan operasi kemanusiaan dan penanggulangan bencana alam (humanitarian assistance and disaster relief). Bagi Indonesia keterlibatan negara-negara baik anggota ASEAN maupun di luar ASEAN melalui pengiriman pasukan maupun logistik sangat dihargai oleh pemerintah dan bangsa Indonesia.
Sebaliknya, pada saat terjadi bencana alam yang menimpa negara lain, Indonesia juga mengambil peran aktif dengan mengirimkan bantuan baik berupa pasukan TNI, tenaga relawan dan logistik, seperti yang pernah dilakukan di Iran, Pakistan dan Filipina. Untuk menghadapi tugas-tugas serupa di masa mendatang baik yang bersifat domestik maupun bantuan ke negara lain, kemampuan pasukan TNI dipersiapkan secara khusus antara lain dalam bentuk pelatihan personel, penyusunan standing operating procedure (SOP), pengadaan Alutsista dan peralatan khusus lainnya, organisasi dan manajemen. Ke depan, kerja sama dengan negara-negara lain dalam konteks ini menjadi salah satu substansi yang dikembangkan Indonesia tidak hanya terbatas di kalangan ASEAN tetapi juga dalam lingkup lintas kawasan.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan di Kawasan Asia Tenggara
Dalam rangka mewujudkan kepentingan bersama yakni menyangkut stabilitas dan keamanan kawasan Asia Tenggara, Indonesia bersama-sama dengan semua negara anggota ASEAN memberdayakan wadah kolektif seperti ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM), untuk membicarakan berbagai isu keamanan kawasan serta isu-isu keamanan global yang berdampak terhadap kawasan. Indonesia mendorong pemberdayaan forum-forum ADMM sebagai wadah pejabat tinggi yang memberi efek penanganan isu-isu keamanan di kawasan Asia Tenggara. Indonesia juga memperjuangkan kepentingan kawasan dalam forum-forum antar bangsa yang lebih luas.
Implementasi dari kesungguhan Indonesia dalam mendorong pemberdayaan kebersamaan komunitas pertahanan ASEAN melalui ADMM Retreat pertama di Bali pada bulan Maret 2007 mendapat respons positif dari para Menteri Pertahanan ASEAN dan memperkuat kesepakatan sebelumnya yakni sebagai salah satu agenda tahunan para Menteri Pertahanan ASEAN. Meskipun ADMM Retreat bukan merupakan forum formal untuk membuat suatu komunike bersama, dari pertemuan di Bali tersebut, para Menteri Pertahanan ASEAN sepakat untuk meningkatkan kerja sama pertahanan dalam dua level: bilateral dan dalam kerangka ASEAN.
Pada lingkup bilateral, kerja sama kegiatan di bidang pertahanan diwujudkan dalam peningkatan kerja sama antar angkatan bersenjata (mil-to-mil) serta pertukaran siswa dan para perwira muda. Selain itu negara-negara anggota ASEAN berkewajiban meningkatkan kerja sama di bidang penanggulangan dampak bencana alam, kerja sama keamanan maritim, tugas pemeliharaan perdamaian (peace keeping), counter terrorism (CT), dan penanganan isu-isu keamanan bersama lainnya. Indonesia dalam pertemuan tersebut mendorong agar perwujudan masyarakat keamanan ASEAN (ASEAN Security Community- ASC), seperti yang telah disepakati pada Bali Concorde-II pada Oktober 2003, harus diletakkan pada konsep keamanan yang komprehensif yang mencakup ekonomi, sosial, lingkungan, dan aspek-aspek lainnya. ASC mendorong lebih mengedepankan perwujudan komitmen untuk membangun kerja sama pertahanan yang lebih konkret, praktis, dan nyata yang menyentuh permasalahan yang benar-benar dihadapi (ASEAN should move and advance towards more concrete, pratical, and tangible cooperative activities).
Pengamanan Selat Malaka. Sebagaimana dalam Buku Putih Pertahanan 2003, dinyatakan pentingnya kerja sama antar negara di kawasan dan di luar kawasan Asia Tenggara dalam memerangi kejahatan di Selat Malaka, telah dapat diwujudkan melalui kerja sama negara-negara pantai (litoral states). Dalam rangka itu, kegiatan patroli bersama yang dilaksanakan oleh Indonesia, Malaysia dan Singapura Malsindo Coordinated Patrol dan didukung oleh penginderaan dasa Eye on the Ski telah dapat menekan tingkat kejahatan sampai level paling rendah. Keberhasilan yang dicapai oleh tiga negara tersebut merupakan hasil keseriusan yang ditopang oleh kemampuan dalam menangani isu-isu keamanan bersama. Sejauh ini ada beberapa negara yang telah menyampaikan keinginannya untuk mengambil bagian dalam kegiatan pengamanan di Selat Malaka. Indonesia menyambut baik keinginan tersebut sebagai bentuk kepedulian yang patut dihargai. Indonesia memandang bahwa pelaksanaan pengamanan oleh negara-negara pantai di wilayah perairan Selat Malaka masih efektif untuk dilanjutkan dan belum memerlukan keterlibatan secara langsung dari kekuatan lain di luar kekuatan negara-negara pantai yang ada. Dalam pandangan Indonesia, partisipasi negara-negara lain tersebut dapat disalurkan ke dalam wujud pembangunan kemampuan (capacity buiding) untuk menjamin keberlanjutan pelaksanaan kegiatan dalam penanganan keamanan di Selat Malaka.
Dalam lingkup bilateral, penanganan keamanan perbatasan menjadi salah satu kepentingan nasional Indonesia dalam bidang pertahanan terutama dengan negara-negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Kerja sama pertahanan tersebut mencakup antara lain kegiatan dalam rangka penegasan batas wilayah negara, penanganan pelintas batas, penanganan permasalahan sosial ekonomi masyarakat perbatasan, dan penanganan kejahatan lintas negara di wilayah perbatasan.
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Thailand.
Hubungan dan kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Thailand telah berlangsung lama dan terjalin dalam suasana yang harmonis dan konstruktif. Kondisi yang kondusif tersebut disokong oleh kinerja hubungan diplomatik kedua negara yang sehat dan tetap terpelihara. Selama ini hubungan dan kerja sama kegiatan di bidang pertahanan ke dua negara berada pada level terbaik.
Kedua negara telah mengembangkan kerja sama kegiatan di bidang pertahanan yang saling membangun dalam berbagai bentuk. TNI dan Angkatan Bersenjata Kerajaan Thailand sejak lama telah menjalin kerja sama antara lain melalui latihan bersama, pendidikan, pertukaran informasi dan pertukaran kunjungan di tingkat pejabat tinggi pertahanan dan Angkatan Bersenjata. Khusus dalam penanganan isu terorisme internasional, dan kejahatan lintas negara, kerja sama pertahanan dengan Thailand di masa-masa mendatang penting untuk dikembangkan dan diwujudkan dalam bentuk yang lebih operasional.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Malaysia.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Malaysia telah berlangsung cukup lama sejak ditandatanganinya security arrangement pada tahun 1972. Pada tanggal 7 Mei 2002, Menteri Luar Negeri Indonesia, Dr. Hasan Wirayuda dan Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Seri Set Hamid Akbar menandatangani suatu perjanjian kerja sama bilateral yakni Agreement on Information Exchange and Establishment of Communication Procedures. Agreement tersebut memayungi kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dalam seperti pertukaran informasi dan intelijen.
Dalam pengaturan di bidang keamanan di wilayah perbatasan kedua negara, agreement yang ditantangani kedua negara pada tanggal 3 Desember 1982 sudah ditangguhkan karena tidak sesuai lagi. Pengaturan yang baru sedang dalam proses pembuatan untuk merevisi agreement yang lama. Sedangkan dalam tataran operasional, penanganan kegiatan pengamanan perbatasan bersama diselenggarakan dalam Komite Perbatasan (General Border Committee – GBC) untuk membahas isu-isu perbatasan kedua negara. Komite Perbatasan tersebut cukup efektif untuk membahas berbagai isu dan kegiatan bersama di wilayah perbatasan. Model-model kegiatan yang sudah ada seperti latihan bersama militer dalam wadah MALINDO maupun dalam bentuk kegiatan operasional dalam mengatasi gangguan keamanan terutama kejahatan lintas negara di wilayah perbatasan serta kerja sama pendidikan akan tetap dilanjutkan.
Ke depan, kerja sama bilateral bidang pertahanan dengan Malaysia perlu ditingkatkan pada bentuk-bentuk yang lebih konkret untuk penanganan terorisme, serta mengatasi berbagai tindak kejahatan lintas negara.
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Singapura.
Hubungan kerjasama pertahanan Indonesia-Singapura telah dirintis sejak lama melalui kunjungan para pejabat, serta pertukaran siswa, pendidikan dan latihan bersama antar angkatan bersenjata. Namun kerjasama tersebut belum dipayungi dengan suatu perjanjian yang bersifat mengikat seperti MoU.
Pada tingkat kebijakan, kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Singapura difasilitasi melalui Departemen Pertahanan RI-Mindef Singapore Policy Talks. Meskipun belum ada perjanjian yang memayungi, kerja sama antar Angkatan Bersenjata dalam bentuk latihan bersama antar matra terus berlangsung. Angkatan Darat kedua negara secara reguler melaksanakan latihan bersama dengan sandi SAFKAR-INDOPURA. Sedangkan latihan bersama antar Angkatan Laut dan Angkatan Udara ke dua negara masih berlanjut masing-masing dengan sandi EAGLE-INDOPURA dan ELANG-INDOPURA. Upaya untuk meningkatkan kerja sama pertahanan melalui DCA yang ditandangani di Tampak Siring pada 27 April 2007 antara Menteri Pertahanan Indonesia Juwono Sudarsono dengan Menteri Pertahanan Singapura Teo Chee Hean belum dapat diimplementasikan diantaranya karena adanya substansi yang belum dapat disepakati dalam Implementation Arrangement.
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Filipina.
Kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara Indonesia dengan Filipina telah berlangsung lebih dari 23 tahun. Kerjasama tersebut semakin konkrit setelah ditandatanganinya MOU mengenai pembentukan Komisi Bersama Indonesia – Philipina tahun 1993, dengan menghasilkan berbagai kesepakatan kerjasama pertahanan termasuk di bidang pendidikan. Interaksi antar masyarakat di Sulawesi Utara dengan penduduk Philipina Selatan merupakan suatu realita yang memberi kontribusi penting dalam peningkatan kerjasama sosio-politik termasuk di bidang pertahanan keamanan yang melembaga dalam wadah kerjasama Philindo. Wadah kerjasama Philindo yang secara operasional dilaksanakan dalam Joint Border Comittee Indonesia-Philipina (JBC) telah berlangsung cukup efektif melalui kegiatan seperti patroli perbatasan, komunikasi, pengaturan lintas batas dan inteljen.
Dalam penanganan terorisme, pertahanan kedua Negara telah menjalin kerja sama termasuk dalam penanganan kejahatan lintas negara yang melalui wilayah perbatasan kedua negara. Karakteristik geografi dan demografi yang relatif sama menjadikan tantangan keamanan kedua negara mempunyai kemiripan, dan menjadi modalitas dalam membangun kerja sama pertahanan yang lebih konkret di waktu-waktu mendatang. Kerja sama kedua negara dalam penanganan bencana alam Tsunami dan gempa bumi di Aceh dan Nias serta di bencana alam di Filipina semakin membuka jalan untuk mendekatkan angkatan bersenjata kedua negara.
Hubungan Indonesia - Filipina semakin erat dengan keterlibatan Indonesia dalam beberapa kali pengiriman personel militer yang bertugas sebagai pengawas internasional dalam masalah Moro. Dalam menghadapi isu terorisme dan kejahatan lintas negara lainnya, kerja sama pertahanan dengan Filipina penting untuk dikembangkan dan diwujudkan dalam bentuk yang lebih konkret.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Brunei
Perjanjian kerja sama pertahanan yang ditandatangani Menhan RI dan Menhan Brunei pada tanggal 10 April 2003 di Jakarta tentang Kerja sama Pertahanan (MoU on Defence Cooperation) masih dalam proses untuk ratifikasi, namun kegiatan-kegiatan kerja sama pertahanan ke dua negara pada setiap tahun berada pada level yang cukup signifikan. Kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara Indonesia dan Brunei berlangsung antara lain melalui kunjungan antar Pimpinan Departemen Pertahanan dan Angkatan Bersenjata, serta Latihan Bersama TNI - Angkatan Bersenjata Brunei.
Keterlibatan Angkatan Bersenjata dengan peralatan dan bantuan logistik Brunei Darussalam pada saat bencana alam Tsunami dan gempa bumi di Aceh dan Nias semakin memperkuat kerja sama pertahanan kedua negara. Kunjungan antar pejabat tinggi pertahanan kedua negara serta kerja sama dalam bidang pendidikan dan pelatihan akan menjadi wahana untuk lebih mempererat hubungan pertahanan kedua negara. Dalam bidang pendidikan, selama pihak Angkatan Bersenjata Brunei selalu mengirimkan perwiranya untuk mengikuti pendidikan Sesko.
Keterlibatan personel Angkatan Bersenjata Brunei bersama-sama dengan kontingen dari Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura yang tergabung dalam misi perdamaian AMM sejak bulan September 2005 sampai berakhirnya misi AMM setelah berlangsungnya Pilkada di Aceh merupakan salah satu bentuk kerjasama kegiatan di bidang pertahanan yang memberi efek positif bagi kedua Negara.
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Anggota ASEAN Lainnya.
Seperti yang dikemukakan dalam Buku Putih Pertahanan 2003, selain negara-negara yang disebutkan di atas, kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan negara-negara anggota ASEAN yang lain tetap penting. Melalui ASEAN Defence Ministrial Meeting hal-hal mengenai pertahanan dan keamanan kawasan dibicarakan.
Di sela-sela kegiatan ADMM, para Menteri Pertahanan ASEAN secara bilateral dapat membangun komunikasi dalam mewujudkan kerja sama kegiatan di bidang pertahanan. Kerja sama tersebut akan terus dilaksanakan dan dikembangkan di masa-masa mendatang sebagai wadah untuk menangani isu-isu keamanan bersama dalam mewujudkan stabilitas keamanan kawasan Asia Tenggara.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan di luar ASEAN
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Amerika Serikat
Amerika Serikat sebagai kekuatan global dengan jangkauan kebijakan luar negeri (foreign policy outreach) yang sangat luas sekaligus jangkauan kekuatan militer (military power outreach), niscaya memiliki peran yang menentukan dalam mempengaruhi perdamaian dunia dan stabilitas kawasan. Dalam konteks dinamika di kawasan Asia Pasifik, kepentingan nasional kedua negara memiliki banyak kesamaan yang dapat menjembatani untuk mewujudkan hubungan kemitraan strategis (strategic partnership) Indonesia-Amerika Serikat di masa-masa mendatang.
Seperti halnya Amerika Serikat, Indonesia memiliki komitmen yang kuat dalam mencegah dan memerangi terorisme internasional. Dalam konteks memerangi terorisme, kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dapat dikembangkan yang secara konkret melalui wadah mil-to-mil. Selain itu, hubungan pertahanan Indonesia yang cukup konstruktif dengan sejumlah negara menjadikan defence diplomacy Indonesia dapat menjadi salah satu modalitas dalam peningkatan strategic partnership Indonesia-AS khususnya dalam memfasilitasi setiap usaha resolusi konflik pada tataran global maupun di kawasan.
Dalam konteks pembangunan kapabilitas dan peningkatan profesionalisme TNI, Amerika Serikat dengan keunggulan teknologi militer terkemuka di dunia memberi kontribusi yang besar antara lain melalui kerja sama pendidikan dalam wadah IMET (International Military Education and Training), Foreign Military Sales (FMS), maupun dalam bentuk latihan antar matra kedua negara. Kerja sama di bidang pertahanan dan militer seperti tersebut penting artinya bagi pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia yang kuat dan profesional tidak saja untuk kepentingan Indonesia, tetapi juga untuk kepentingan keamanan kawasan.
Dalam tahun-tahun terakhir hubungan kerja sama pertahanan Indonesia-AS meningkat cukup signifikan, baik di bidang pendidikan dan latihan bersama antar Angkatan Bersenjata terutama Angkatan Laut kedua negara, maupun dalam bidang pengadaan Alutsista. Indonesia-United States Security Dialogue (IUSSD) yang dilaksanakan kedua negara merupakan forum yang sejak dibentuk hingga kini memberi kontribusi penting dalam membangun kerja sama pertahanan. Forum dialog tersebut memiliki nilai yang sangat strategis tidak saja bagi kedua negara, tetapi dalam lingkup yang lebih luas bermanfaat dalam menghadapi isu-isu keamanan global dan regional. Salah satu hasil dari IUSSD adalah pembentukan forum bilateral antar angkatan bersenjata yakni United States-Indonesia Bilateral Defence Dialogue (USIBDD). USIBDD tersebut semakin menunjukkan kinerjanya dari tahun ke tahun yang ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan yang disepakati kedua angkatan bersenjata yang terus meningkat setiap tahun baik dari segi jumlah kegiatan maupun bobotnya.
Beberapa kerja sama ke dua negara telah dipayungi dengan perjanjian yang ditandatangani kedua negara. Diantaranya, pengaturan (arrangement) tentang kehadiran dan penggunaan pesawat C-12A milik Angkatan Udara AS, nomor ekor 76-0158 yang ditandatangani di Jakarta tanggal 19 Februari 1987 hingga kini masih tetap efektif. Juga, beberapa MoU seperti yang ditantangani tanggal 30 Oktober 1989 tentang pengaturan status dan hak serta kewajiban tenaga pengajar asing melalui IMET, serta MoU tentang penghapusan materiel ex US MAP yang ditandatangani di Jakarta tanggal 10 Juni 1979.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Australia
Posisi Indonesia dan Australia sebagai tetangga terdekat mempunyai implikasi yang besar di bidang pertahanan. Dalam beberapa tahun terakhir kerja sama kegiatan di bidang pertahanan ke dua negara meningkat cukup signifikan terutama sejak tragedi tsunami dan gempa bentuk-bentuk yang lebih konkret.
Antara Indonesia dan Australia hubungan kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dipayungi dalam sejumlah kesepakatan yang berbentuk MoU, diantaranya MoU Concerning Stage 2 of Sioux Helikopter Project yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 1982, MoU Concerning the Provision of Three Additional Attack Class Patrol Boats yang ditandatangani di Jakarta tanggal 14 Desember 1983, MoU on Depot Level Maintenance Pacility for Nomad Juanda Phase I, tanggal 9 Nopember 1983, MoU Cencerning the Army Communication and Electronics Project (COMLEC) tanggal 9 Nopember 1984, serta MoU Concerning Long Term Attachment of a Survey Technical Officer to the Australian Army School of Military Survey, Bonegilla tanggal 14 Oktober 1985.
Dalam menjalin hubungan yang lebih konkret, kedua negara telah menyepakati suatu Perjanjian Kerangka Kerja sama Keamanan yang ditandatangani di Lombok pada tanggal 13 November 2006. Pada saat ini Indonesia sedang menindaklanjutinya untuk meratifikasi perjanjian tersebut sebagai dasar untuk penjabaran bentuk-bentuk kerja sama di masa mendatang.
Dalam waktu-waktu mendatang, kerja sama di bidang pertahanan dengan Australia diarahkan untuk dapat mengakomodir kepentingan nasional kedua negara, terutama dalam penanganan isu-isu keamanan bersama sebagai negara yang secara teritorial berbatasan langsung. Forum dialog Indonesia-Australia Defence Strategic Dialogue (IADSD) merupakan wadah strategis yang memfasilitasi kedua negara dalam bidang pertahanan. Forum dialog tersebut telah menunjukkan kinerjanya sebagai wadah yang cukup produktif serta efektif dalam mengomunikasikan kepentingan pertahanan dan merancang kerja sama kegiatan di bidang pertahanan kedua negara.
Kunjungan antar pejabat tinggi pertahanan dan Angkatan Bersenjata kedua negara dalam beberapa waktu terakhir berjalan cukup tinggi, membuktikan semakin eratnya kerja sama pertahanan kedua negara. Hal ini juga ditandai dengan semakin bervariasinya kerja sama antar Departemen Pertahanan dan antar Angkatan Bersenjata yang mencakup bidang penanggulangan terorisme, keamanan maritim, pendidikan dan latihan, penanggulangan dampak bencana alam serta manajemen pertahanan.
Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk memanfaatkan kerja sama tersebut dalam menangkal dan mengatasi isu-isu pertahanan dan keamanan yang dihadapi ke dua negara seperti terorisme internasional, penyelundupan manusia (people smuggling) dan bentuk-bentuk kejahatan lintas negara yang lain. Dari sisi geografis, Australia memiliki posisi strategis khususnya dalam usaha Indonesia mencegah dan mengatasi anasir-anasir separatisme Papua. Melalui kerja sama kegiatan di bidang pertahanan kedua negara dapat mengembangkan langkah-langkah konkret secara mutualistis untuk penanganan isu-isu pertahanan dan keamanan dalam kerangka kepentingan nasional masing-masing.
Kerja sama kegiatan di bidang Pertahanan dengan Cina.
Normalisasi hubungan diplomatik RI-Cina tahun 1990, telah membawa banyak kemajuan dalam peningkatan kerja sama di berbagai bidang, termasuk bidang pertahanan. Cina sebagai salah satu major power di kawasan Asia Pasifik memiliki peran untuk bersama-sama dengan kekuatan kawasan lainnya mempromosikan stabilitas keamanan regional dan perdamaian dunia. Bagi Indonesia, hubungan dengan Cina didudukkan dalam kerangka politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia tetap mendukung Kebijakan Satu-Cina (One China Policy) yang menjadi landasan kerja sama dengan Cina.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan Indonesia-Cina diselenggarakan dalam konteks kepentingan nasional Indonesia untuk membangun kemampuan pertahanan serta penanganan isu-isu keamanan bersama ke dua Negara. Cina dalam kapasitasnya sebagai anggota ASEAN plus Three dan ASEAN plus Six sudah barang tentu mempunyai pertautan kepentingan dengan Indonesia. Indonesia dan Cina merupakan dua negara besar yang mempengaruhi keamanan regional. Melalui kerja sama pertahanan tersebut akan menjadi wadah untuk mengomunikasikan kepentingan nasional kedua negara terutama dalam menyamakan pandangan tentang isu-isu keamanan global dan regional, serta bersama-sama mendorong penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik. Seperti halnya hubungan pertahanan Indonesia dengan Negara-negara lain, kerja sama pertahanan Indonesia-Cina bukan untuk membentuk pakta pertahanan.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan India
Hubungan dan kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara Indonesia dan India berkembang dalam kerangka kesamaan pandang dan hubungan diplomatik yang harmonis sejak zaman perjuangan kemerdekaan dan hingga kini terpelihara dalam suasana yang konstruktif. Dalam memperjuangkan kawasan Asia Pasifik dan dunia yang merdeka dan damai, kerjasama bilateral Indonesia-India mencakup berbagai bidang termasuk bidang pertahanan.
Secara formal, kerjasama kegiatan di bidang pertahanan ke dua negara diwadahi dalam agreement yang ditandatangani di Jakarta tanggal 11 Januari 2001 yang berisi kegiatan-kegiatan kerjasama di bidang pertahanan. Agreement tersebut oleh Indonesia telah diratifikasi pada tanggal 29 Desember 2007 dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2006. Diharapkan dengan adanya payung kerjasama di bidang pertahanan tersebut, di waktu-waktu mendatang akan dapat dikembangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang lebih konkrit.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Korea Selatan
Korea Selatan telah menjadi salah satu mitra Indonesia dalam pembangunan kapabilitas pertahanan dan peningkatan profesionalitas parjurit TNI. Dalam kaitan tersebut Indonesia dan Korea Selatan telah menyepakati kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara lain melalui MoU dan Agrement di bidang Logistik, kerjasama industri serta barang dan jasa untuk kepentingan pertahanan.
Indonesia dan Korea Selatan juga sejak lama telah mengembangkan kerjasama pendidikan antara lain pertukaran perwira untuk mengikuti pendidikan pengembangan. Dalam beberapa tahun terakhir, pertukaran kunjungan pejabat tinggi pertahanan dan militer ke dua negara berlangsung cukup baik mengindikasikan hubungan pertahanan kedua negara yang semakin penting.
Kerja sama Kegiatan di bidang Pertahanan dengan Jepang.
Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki peran penting di kawasan Asia Pasifik. Kesepahaman pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang untuk meningkatkan dialog dan konsultasi bilateral tidak hanya pada bidang kerjasama ekonomi tetapi juga politik merupakan modalitas dalam membangun hubungan kerjasama kegiatan di bidang pertahanan ke dua negara.
Peran Jepang dalam pembangunan kapabilitas negara-negara pantai termasuk Indonesia dalam pengamanan Selat Malaka perlu terus dikembangkan di waktu-waktu mendatang. Indonesia menghargai dukungan pemerintah Jepang melalui bantuan untuk korban tsunami dan gempa bumi Aceh dan Nias serta di Yogya.
Kondisi alam Indonesia dan Jepang banyak memiliki kesamaan terutama dalam menghadapi dampak bencana alam gempa bumi. Dalam konteks ini kerjasama kegiatan di bidang pertahanan yang melibatkan angkatan bersenjata kedua negara dapat dikembangkan di waktu-waktu mendatang. Bidang-bidang kegiatan lain yang relevan dalam kerjasama pertahanan kedua negara adalah kerjasama intelijen, pelatihan teknis dan bantuan lain yang diperlukan dalam penanggulangan kejahatan internasional dan upaya memerangi terrorisme.
Dalam bidang pendidikan, program beasiswa Pemerintah Jepang sejak tahun 1998 mempunyai efek yang cukup positif bagi peningkatan profesionalitas TNI. Indonesia telah mengirimkan calon-calon terpilih untuk mengikuti pendidikan Taruna NDA Jepang. Hingga saat ini telah menghasilkan lulusan pendidikan Taruna sebanyak 19 perwira muda. Untuk program pasca sarjana di Jepang juga telah dimulai yang diikuti oleh perwira TNI. Sedangkan Angkatan Bersenjata Jepang juga mengirimkan perwira siswa ke Indonesia untuk mengikuti pendidikan di Seskoad dan Seskoal. Dalam bidang pengadaan barang dan Jasa, jepang merupakan salah satu negara yang memberi dukungan dukungan dengan fasilitas Kredit Ekspor (KE) dengan nilai kontrak yang cukup berarti.
Kerja sama Kegiatan di Bidang Pertahanan dengan Rusia.
Hubungan Indonesia-Rusia berlangsung dalam kerangka kepentingan nasional kedua negara. Rusia sebagai salah satu negara yang teknologi militernya cukup terkemuka di dunia memiliki posisi penting dalam pembangunan kemampuan pertahanan Indonesia. Kerja sama pertahanan dengan Rusia dilaksanakan dalam bidang pengadaan Alutsista. Teknologi militer Rusia merupakan salah satu alternatif karena prajurit TNI sejak lama telah mengenalnya produk-produk militer buatan Rusia, sehingga dengan mudahnya beradaptasi dengan produk-produk tersebut sasaran peningkatan profesionalitas dapat dengan mudah dikembangkan.
Sejak tahun 1996 kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara Indonesia dan Rusia diselenggarakan dalam bidang Alutsista, logistik dan bantuan teknik. Dalam mewujudkan kemandirian sarana pertahanan Rusia menjadi salah satu negara yang telah bersedia untuk membantu Indonesia dalam hal alih teknologi. MoU dan agreement yang sudah ditandatangi di Moscow pada 1 Desember 2006 yang mencakup asistensi dalam penerapan kerja sama Indonesia-Rusia di bidang teknologi militer dan perlindungan hak dalam bidang kerja sama teknologi militer dapat menjadi wadah untuk mengembangkan kerja sama yang lebih operasional di waktu mendatang.
Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dengan Uni Eropa
Uni Eropa (UE) dengan anggota-anggota terdiri atas negara-negara yang pada umumnya memiliki teknologi militer yang cukup maju memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi keamanan global. Negara-negara berkembang seperti juga Indonesia memiliki hubungan kerja sama yang terjalin lama dengan negara-negara anggota UE.
Hubungan kerja sama di bidang pertahanan antara Indonesia dengan negara-negara anggota UE meliputi bidang pendidikan dan pembelian peralatan militer dan alih teknologi. Indonesia tetap memelihara hubungan kerja sama bidang pertahanan dengan beberapa negara anggota UE dan di waktu-waktu mendatang akan lebih diarahkan untuk kepentingan alih teknologi dan industri pertahanan.
Dalam kaitan tersebut Indonesia telah menandatangani MoU dan agreement dengan negara-negara yang memiliki keunggulan di bidang teknologi pertahanan. Negara-negara tersebut di antaranya Jerman, Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Spanyol dan beberapa negara Eropa Timur. Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan dalam tahun-tahun mendatang lebih dikembangkan dalam lingkup persenjataan, alih teknologi pertahanan, termasuk peningkatan SDM.
Kerjasama Kegiatan Pertahanan di bidang Penanganan Bencana Alam
Fenomena global yang terjadi dewasa ini menunjukkan kecenderungan bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga menghadapi tantangan berupa bencana alam yang diperkirakan akan terus dialami di waktu-waktu mendatang, seperti tsunami, gempa bumi tektonik, bahaya banjir. Untuk menghadapi tantangan tersebut semakin membutuhkan keterlibatan unsur militer sebagai kekuatan yang paling siap untuk dikerahkan.
Pengalaman Indonesia dalam penanganan bencana gempa bumi dan tsunami di Nias dan Aceh pada bulan Desember 2004, serta bencana-bencana lainnya seperti di Yogya, Pangandaran, dan Bengkulu telah membawa implikasi terhadap model kerja sama militer antar negara dalam menyelenggarakan operasi kemanusiaan dan penanggulangan bencana alam (humanitarian assistance and disaster relief). Bagi Indonesia keterlibatan negara-negara baik anggota ASEAN maupun di luar ASEAN melalui pengiriman pasukan maupun logistik sangat dihargai oleh pemerintah dan bangsa Indonesia.
Sebaliknya, pada saat terjadi bencana alam yang menimpa negara lain, Indonesia juga mengambil peran aktif dengan mengirimkan bantuan baik berupa pasukan TNI, tenaga relawan dan logistik, seperti yang pernah dilakukan di Iran, Pakistan dan Filipina. Untuk menghadapi tugas-tugas serupa di masa mendatang baik yang bersifat domestik maupun bantuan ke negara lain, kemampuan pasukan TNI dipersiapkan secara khusus antara lain dalam bentuk pelatihan personel, penyusunan standing operating procedure (SOP), pengadaan Alutsista dan peralatan khusus lainnya, organisasi dan manajemen. Ke depan, kerja sama dengan negara-negara lain dalam konteks ini menjadi salah satu substansi yang dikembangkan Indonesia tidak hanya terbatas di kalangan ASEAN tetapi juga dalam lingkup lintas kawasan.
Tugas Perdamaian Dunia
Peran serta Indonesia dalam operasi pemeliharaan perdamaian (OPP) merupakan amanat UUD 1945 kepada pemerintah dan rakyat Indonesia untuk ikut aktif mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Keterlibatan Indonesia dalam membangun stabilitas dan perdamaian dunia diwujudkan melalui pengiriman pasukan perdamaian di bawah bendera PBB ke sejumlah negara di berbagai kawasan yang dilanda konflik.
Sejak keikutsertaan Indonesia pertama kali dalam kontingen PBB yakni di dalam tugas perdamaian di Mesir tahun 1957 (UNEF 1957), Indonesia terus mengambil bagian dalam memperkuat kontingen PBB untuk tugas-tugas pengawasan perdamaian, gencatan senjata, perlindungan keamanan dan keselamatan serta bantuan kemanusiaan. Berbagai operasi yang dilaksanakan oleh kontingen Indonesia di antaranya melaksanakan operasi untuk memelihara perdamaian (peace support operation), operasi pencegahan konflik (conflict prevention), menciptakan perdamaian (peace making), memperkuat perdamaian (peace enforcement), membangun perdamaian (peace building), evakuasi, dan operasi kemanusiaan atau operasi penanggulangan dampak bencana alam. Sampai saat ini Indonesia telah mengirimkan 43 Kontingen Garuda dengan total kekuatan mencapai 18.381 personel, ke lebih dari 20 negara yang tersebar di tiga benua, yakni Asia, Afrika dan Eropa. Seperti halnya Kontingen Garuda, Indonesia juga hingga kini telah mengirimkan sebanyak 47 Tim Pengamat Militer (Milobs) dengan total kekuatan 957 perwira ke berbagai negara.
Pasukan Indonesia yang masih bertugas hingga saat ini berada di Kizi - Kongo (MONUC), Milobs di Sierra Leone (UNAMSIL), Liberia (UNMIL), Georgia (UNOMIG), dan 1 Yon Mekanis UNIFIL di Lebanon. Pengiriman OPP di bawah bendera PBB menunjukkan komitmen kuat bangsa Indonesia sebagai bangsa merdeka yang cinta damai. Dari penugasan tersebut, Indonesia mencatat berbagai prestasi yang membanggakan dan mengharumkan nama bangsa Indonesia, sekaligus menumbuhkan kepercayaan masyarakat internasional serta meningkatkan citra Indonesia di mata internasional. Partisipasi Indonesia dalam OPP telah mengangkat posisi Indonesia dalam lingkup hubungan antar bangsa terutama dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia serta pengalaman tugas selama terlibat dalam tugas-tugas perdamaian dunia menuntut untuk terus membenahi kemampuan dan mempersiapkan secara prima pasukan TNI yang akan dilibatkan dalam tugas-tugas perdamaian dunia. Sejalan dengan itu, Indonesia telah melakukan beberapa langkah maju dengan membentuk suatu Pusat Misi Perdamaian dan Pengungsian (PMPP) yang berada di bawah Deplu serta Pusat Pemeliharaan Perdamaian Dunia (peace keeping center) di Mabes TNI. PMPP merupakan struktur di tingkat nasional yang bersifat multidepartemental dengan Menlu sebagai penasihat, dan anggotanya terdiri atas Dirjen Strahan Dephan, Deputy IV Menkopolhukam, Deplu Dirjen Multilateral Deplu dan Dirjen Anggaran Depkeu. Struktur organisasi PKC TNI juga sudah terbentuk dan berada dalam struktur Mabes TNI yang dipimpinan oleh seorang Perwira Tinggi. Pada tahap ini organisasi PKC sedang dilengkapi dengan unit-unit yang diperlukan agar dapat berfungsi secara efektif.
Organisasi-organisasi tersebut dibentuk sebagai upaya untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam rangka membangun kesiapan Indonesia dalam mengemban tugas-tugas perdamaian dunia di masa mendatang. Beberapa hal yang menjadi lingkup penanganan organisasi-organisasi tersebut antara lain merumuskan kejelasan tujuan operasi yang akan diemban, memfasilitasi proses pengambilan keputusan secara cepat dan tepat, perekrutan dan penyiapan pasukan (preparedness and readiness), serta penyiapan dukungan sumber daya yang diperlukan, di dalamnya termasuk yang terkait dengan penganggaran, serta penyiapan peranti lunak yang diperlukan baik untuk latihan maupun untuk digunakan di lapangan.
Bagian Kelima
Pembangunan Industri Pertahanan
Industri pertahanan merupakan salah satu komponen vital dari kemampuan pertahanan. Industri pertahanan yang kuat mempunyai dua efek utama, yakni efek langsung terhadap pembangunan kemampuan pertahanan, dan efek terhadap pembangunan ekonomi dan teknologi nasional. Dalam bidang pembangunan kemampuan pertahanan, Industri pertahanan yang kuat menjamin pasokan kebutuhan Alutsista dan sarana pertahanan secara berkelanjutan. Ketersediaan pasokan Alutsista secara berkelanjutan menjadi prasyarat mutlak bagi keleluasaan dan kepastian untuk menyusun rencana pembangunan kemampuan pertahanan dalam jangka panjang, tanpa adanya kekhawatiran akan faktor-faktor politik dan ekonomi seperti embargo atau restriksi. Industri pertahanan dapat memberi efek pertumbuhan ekonomi dan industri nasional, yakni ikut menggairahkan pertumbuhan industri nasional yang berskala internasional, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifikan, transfer teknologi yang dapat menggairahkan sektor penelitian dan pengembangan (research and development) sekaligus memenuhi kebutuhan sektor pendidikan nasional di bidang sains dan teknologi.
Menuju Kemandirian Sarana Pertahanan Melalui Industri Pertahanan Dalam Negeri
Indonesia selama ini memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap luar negeri di bidang teknologi pertahanan, sehingga sangat sulit untuk dapat menyusun rencana pembangunan pertahanan jangka panjang yang memiliki kepastian, karena sangat rentan terhadap faktor-faktor politik seperti restriksi dan embargo. Permasalahan lain yang muncul dari ketidakmandirian pengadaan sarana pertahanan adalah melemahnya kemampuan dan kesiapan penangkal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Di samping itu, kondisi demikian secara politik akan mengakibatkan Indonesia rentan terhadap tekanan politik yang dapat berakibat pada kemungkinan terkena embargo atau pembatasan-pembatasan terhadap peralatan tertentu yang menghambat pembangunan dan pemeliharaan sarana pertahanan.
Kemandirian pengembangan dan pengadaan sarana pertahanan secara mutlak 100 persen disadari tidak mungkin dilaksanakan. Bahkan tidak ada negara di dunia yang secara mutlak bersandar pada kemampuannya sendiri, selalu ada ketergantungan dari negara lain. Namun demikian adanya industri pertahanan yang mandiri tetap diakui manfaatnya dalam penyelenggaraan pertahanan yang efektif. Pemberdayaan industri strategis untuk kepentingan pertahanan nasional tidak berarti Indonesia ambil bagian dalam kegiatan perlombaan persenjataan, namun untuk mencapai kemandirian dalam pengadaan sarana pertahanan nasional untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara dalam rangka menjaga keutuhan wilayah dan integritas Indonesia.
Pembangunan industri pertahanan nasional merupakan hal yang vital dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana pertahanan yang mampu dioperasionalkan secara maksimal dalam penyelenggaraan pertahanan. Kebutuhan sarana pertahanan yang tergantung dari produksi luar negeri akan menimbulkan permasalahan dan mempengaruhi kemampuan dan kesiapan TNI dalam menjalankan tugas-tugas operasi di masa mendatang.
Menyikapi keadaan ini, maka sangat diperlukan pemberdayaan industri nasional untuk pengembangan dan penyedia sarana pertahanan nasional. Namun demikian perwujudan suatu industri pertahanan yang sesungguhnya tidak dapat dilaksanakan oleh sektor pertahanan secara sepihak tanpa keterlibatan sektor-sektor yang lain. Pemberdayaan industri nasional untuk pembangunan pertahanan memerlukan kerja sama di antara tiga pilar industri pertahanan yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perguruan Tinggi, Industri dan pihak Dephan/TNI, dengan dibentengi oleh kebijakan nasional yang jelas untuk menggunakan produk-produk hasil dari putra-putri terbaik bangsa.
Keputusan Presiden Nomor 59 tahun 1983, merupakan langkah awal pembangunan industri strategis termasuk industri pertahanan. Keppres tersebut membidani lahirnya PT IPTN (yang saat ini menjadi PT DI) yang kemudian membidangi industri pertahanan bidang kedirgantaraan, PT PAL yang membidangi industri kemaritiman, PT PINDAD yang membidangi persenjataan dan amunisi, PT DAHANA yang membidangi bahan peledak, dan PT LEN yang membidangi alat-alat elektronika dan komunikasi pertahanan. Sejauh ini industri strategis tersebut telah menghasilkan berbagai produk Alutsista bagi pembangunan kemampuan pertahanan. PT Pindad telah memproduksi senjata ringan, senjata berat, amunisi kaliber kecil, amunisi kaliber besar, amunisi khusus bahkan mampu memproduksi kendaraan tempur. PT PAL telah mampu memproduksi kapal-kapal jenis korvet, kapal patroli, landing platform dockship, tanker, serta dok pemeliharaan kapal perang. PT DI telah memproduksi pesawat transpor sayap tetap, helikopter, pesawat patroli maritim, pesawat pengintai, simulator pesawat, serta pemeliharaan dan perbaikan pesawat. PT LEN telah memproduksi sistem kendali peralatan militer, sistem deteksi, radar dan sonar serta peralatan komunikasi militer. Demikian pula PT Dahana telah memproduksi berbagai jenis bahan peledak.
Kiprah industri-industri strategis dimaksud mengalami pasang surut sehingga perlu pembenahan secara komprehensif menyangkut kebijakan, kemampuan sumber daya manusia serta dukungan anggaran yang memadai. Sebagai contoh, PT Texmaco, salah satu industri nasional yang memiliki kemampuan di bidang otomotif yang didukung oleh tenaga-tenaga terampil berkualitas internasional, telah mampu memproduksi kendaraan taktis untuk pertahanan, namun akhirnya hancur berantakan akibat salah-urus (mismanagement). Maka dari itu, pembenahan di berbagai bidang diharapkan akan meningkatkan kemampuan daya saing kualitas produk yang dihasilkan serta mendorong pemenuhan kebutuhan sarana pertahanan dalam negeri sehingga menciptakan kemandirian dalam pengembangan industri pertahanan.
Salah satu ciri kemandirian industri pertahanan adalah adanya framework hubungan kerja sama industri yang kokoh dan kuat serta didukung jaringan kemitraan yang luas. Sistem pengelompokan industri yang saling berkaitan secara intensif dan seirama baik sebagai industri vertikal maupun horizontal sangat diperlukan untuk menumbuhkan dan tetap menjaga kemampuan berkompetisi dengan industri lainnya.
Mewujudkan Industri Pertahanan Dalam Negeri
Upaya pengembangan industri pertahanan merupakan bagian dari penyelenggaraan pertahanan secara utuh, serta juga bagian dari pembangunan nasional secara menyeluruh. Konsep pengembangan industri pertahanan melibatkan seluruh unsur sebagai stakeholder yaitu pengguna, pihak yang memproduksi, perancang, penguji, peneliti yang kompeten serta perencana yang tepat dalam kerangka konsep Tiga Pilar Pelaku Industri Pertahanan. Konsep Tiga Pilar Pelaku Industri Pertahanan memadukan pengembangan industri pertahanan yakni antara Perguruan Tinggi dan Komunitas Litbang yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengkajian dan pengembangan Iptek pertahanan, Industri Strategis yang mendayagunakan Iptek, dan Dephan/TNI sebagai pengguna. Pengguna tidak hanya menerima dan menggunakan hasil produksi dari industri strategis tetapi terlibat juga dalam pengembangan desain sampai menghasilkan prototipe sesuai kebutuhan. Keterlibatan pengguna dalam hal ini diemban oleh badan-badan Litbang yang ada untuk terus meneliti dan mengembangkan Alutsista dan Sarana-Prasarana yang tepat untuk kebutuhan pertahanan Indonesia. Peran litbang sebagai jembatan antara pengguna dan industri sangat penting dalam mewujudkan kemandirian industri bidang pertahanan.
Departemen Pertahanan bertekad untuk mengembangkan industri pertahanan di bidang daya gerak, daya tempur, Pendukung K4I (Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer dan Informasi), dan Bekal termasuk pula penahapannya. Hal ini tertuang dalam kebijakan pembangunan industri pertahanan sebagai dasar hukum bagi perwujudan kemandirian pertahanan. Pengembangan industri pertahanan ini tidak berarti upaya pengembangan kekuatan persenjataan dalam rangka perlombaan persenjataan tetapi untuk lebih memberdayakan dan menggiatkan industri pertahanan dalam pengadaan senjata secara mandiri.
Kerja sama Dalam Pengembangan Industri Pertahanan
Sebagai penjabaran dari upaya pengembangan dimaksud telah dijajaki beberapa kerja sama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun luar negeri. Dengan luar negeri, misalnya dengan Jerman sedangkan beberapa negara lain juga sudah menyampaikan keinginannya untuk membantu Indonesia. Kerja sama pertahanan dengan kementrian Pertahanan Jerman akan dilaksanakan dalam bidang riset dan pengembangan teknologi pengayaan sumber-sumber energi, bahan baja dan aktivitas semikonduktor guna pengembangan kemampuan bahan peledak dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pembahasan kerja sama ini diikuti juga oleh industri pertahanan dan beberapa universitas yang lebih banyak diisi oleh diskusi kerja sama di bidang riset dan teknologi serta kunjungan ke laboratorium dan fasilitas industri pertahanan, kemungkinan pemberian beasiswa pendidikan yang diprioritaskan pada pengembangan sumber energi seperti bahan peledak yang risetnya direncanakan mulai dilaksanakan pada 2008. Untuk pengembangan sumber daya manusia akan juga diadakan program magang. Mereka akan dikirim ke beberapa fasilitas Pemerintah Jerman dalam bidang pengayaan energi dan litbang semi konduktor.
Kerja sama dengan pihak-pihak di dalam negeri juga terus dikembangkan. Kerja sama dengan pihak dalam negeri selain untuk kepentingan pertahanan, juga sebagai bentuk kontribusi pertahanan dalam menggairahkan kemampuan dalam negeri yakni dari segi pengembangan sains dan teknologi dalam negeri, perekonomian, perdagangan dan ketenagakerjaan.
Dalam rangka pengembangan industri pertahanan, Departemen Pertahanan akan menyusun kebijakan pembinaan teknologi dan industri pertahanan untuk memenuhi kebutuhan pertahanan negara. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, Departemen Pertahanan akan melibatkan pihak-pihak di dalam negeri meliputi perguruan tinggi, sektor swasta, maupun dengan Badan Usaha Milik Negara, BPPT, TNI atau lembaga lain yang memiliki kemampuan dalam bidang sains dan teknologi.
P E N U T U P
Buku Putih Pertahanan Republik Indonesia memuat kebijakan Pertahanan Republik Indonesia menjadi dasar serta arahan pengembangan dan pengelolaan pertahanan negara. Buku Putih Pertahanan ini juga merupakan pernyataan kebijakan pertahanan kepada publik tentang arah dan konsep kebijakan pertahanan negara Indonesia. Dalam lingkup nasional Kebijakan Pertahanan ini menjadi masukan dari aspek pertahanan bagi penyusunan kebijakan sektor nonpertahanan. Dalam lingkup internasional, Kebijakan Pertahanan ini merupakan salah satu sarana peningkatan Confidence Building Measures baik di kawasan regional maupun global.
di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org
1 comment:
bos mbok disediain versi pdfnya buku putih pertahanan indonesia 2008 biar bisa kita donlot..yang dari dephan gakbisa di-donlot nich..
Post a Comment