Showing posts with label keamanan. Show all posts
Showing posts with label keamanan. Show all posts

Sunday, February 05, 2017

Biaya Tinggi

Upaya untuk mempertahankan pertahana disalah satu pilkadal serentak tahun ini akan memakan biaya yang sangat tinggi. Biaya itu tidak hanya ditanggung saat ini tapi nanti jikalau ybs terpilih kembali biaya tersebut akan lebih tinggi lagi. Sejak lebih dari setahun lalu yang dilakukan adalah upaya terus mempertahankan jabatan dengan cara menyerang semua orang yang mau maju menantang kandidat ybs. Bahkan sekedar terdengar isu untuk majupun sudah mengalami serangan dari para pendukunganya via buzzer, ini membuat ketidaksukaan semakin keras. Menyerang siapapun yang tidak dipihaknya walaupun orang tersebut tidak bersebrangan.
Upaya pengerahan alat-alat kekuasaan terlihat sangat jelas sekali, ini akan merugikan sekali dimasa depan karena akan ditiru.


di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Wednesday, December 10, 2014

isu penting isu tak penting

akhir-akhir ini yang beredar dimedia mayoritas berita dengan isu tak penting, berita tersebut dipantulkan ke sosmed dengan pantulan yang besar sekali. isu pentingnya malah jadi luput dari perhatian. malah pantulannya seperti segala macam tandingan itu yang muncul dimedia. contoh lain tandingan yang dilakukan fpi malah memantul kemana-mana padahal mestinya isu penting seperti fasilitas publik dijakarta yang semakin menurun layanannya mesti mendapat perhatian lebih besar karena bila tidak dilakukan apapun dalam satu dua tahun kedepan akan terjadi keadaan yang kacau balau,



di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Friday, November 29, 2013

SIGINT atau HUMINT

lebih penting mana sigint atau humint? dua-duanya saling melengkapo
able archer membuktikan bahwa sigint saja tidak cukup perlu humint. kalau soviet tidak punya humint yang cukup sudah terjadi perang nuklir antar dua blok.
ops warden(dan faber) menunjukan melalui sigint yang intesif negara tetangga melakukan persiapan operasi yang cukup baik hingga tidak ada elemen kejutan.


di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Sunday, November 04, 2012

Memprediksi Kriminalitas

Sebermula dari membaca artikel di bbc ini http://www.bbc.co.uk/news/technology-20068722 yang memperlihatkan kemajuan teknologi komputasi yang membuat tugas kepolisian menjadi lebih mudah.Cara mempermudahnya adalah dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan untuk memprediksi kriminalitas yang akan terjadi. Kepolisian leeds di Inggris sudah menerapkannya dan mengklaim mengurangi 25% kejahatan. Bisa dilihat videonya di http://www.bbc.co.uk/news/uk-england-leeds-18651136. Basis dari sistem prediksi ini adalah data dasar kejahatan yang lengkap. Di kepolisian inggris data tersebut cukup lengkap, nyaris semua tindak kejahatan terlaporkan. Berbeda dengan di Indonesia banyak kejahatan tidak terlaporkan terutama kejahatan yang kecil-kecil ini akan mempersulit perangkat untuk memprediksi kejahatan yang akan muncul. Teknologi tersebut cukup hebat dia bisa memprediksi kapan dan dimana kejahatan akan muncul, tidak seratus persen akurat tapi cukup untuk menekan angka kejahatan. Untuk tindak kejahatan seperti pencurian kendaraan bermotor, penjambretan dan penodongan kepolisian RI ditingkat polsek sudah punya peta red spot nya tapi tingkat pencegahan kejahatannya masih rendah terbukti dengan masih berulangnya kejahatan di area tersebut.

Perusahaan yang membuat sistem kecerdasan buatan prediksi kejahatan: IBM, PredPol, trapwire

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Friday, June 29, 2012

Lewat Djam Malam(1954)

Minggu lalu berkesempatan menonton film Lewat Djam Malam yang dibuat tahun 1954. Film tersebut disutradarai oleh Usmar Ismail. Lewat Djam Malam pemenang FFI pertama. Arsip film ini sudah rusak atas kebaikan National Museum of Singapore dan world cinema foundation film ini direstorasi, sayang pemerintah kita tidak punya kepedulian, setelah direstorasi film ini diputar di cannes http://www.festival-cannes.com/en/archives/ficheFilm/id/11256984/year/2012.html 

Film ini bercerita tentang seorang bekas pejuang kemerdekaan republik bernama Iskandar yang berusaha kembali ke kehidupan normal. Sayang dia tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehidupan normal. Cerita film ini berasal dari kondisi Republik sesudah pengakuan kedaulatan waktu itu banyak mantan pejuang yang tidak ikut masuk kedalam dinas tentara. Lokasi film di kota Bandung tahun 50-an, kita bisa melihat betapa indahnya kota bandung saat itu dibandingkan dengan kondisi sekarang. Musik di film ini bagus-bagus jadi inget band Gurita Malam :D

Ternyata film ini pendek saja diputar dibioskopnya hari ini sudah menghilang dari daftar.

pranala luar:
http://worldcinemafoundation.org/
http://www.festival-cannes.com/en/archives/ficheFilm/id/11256984/year/2012.html
http://filmindonesia.or.id/article/restorasi-film-lewat-djam-malam

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Friday, May 11, 2012

Marsinah: 19 tahun tanpa penyelesaian

Tahun ini kasus marsinah sudah berlangsung selama 19 tahun. Ini tahun terakhir sebelum kasusnya kadaluarsa tahun depan.
Di bawah ini tulisan Harry Wibowo yang cukup komprehensif yg mungkin bisa menjadi perenungan kita
(sumber tulisan: http://lembagainformasiperburuhansedane.blogspot.com/2012/05/marsinah-korban-orde-baru-pahlawan-orde.html )


Oleh: Harry Wibowo
Jasad Marsinah diketahui publik tergeletak di sebuah gubuk berdinding terbuka di pinggir sawah dekat hutan jati, di dusun Jegong, desa Wilangan, kabupaten Nganjuk, lebih seratus kilometer dari pondokannya di pemukiman buruh desa Siring, Porong. Tak pernah diketahui dengan pasti siapa yang meletakkan mayatnya, siapa yang kebetulan menemukkannya pertama kali, dan kapan? Sabtu 8 Mei 1993 atau keesokan hari Minggunya? Seperti juga tak pernah terungkap melalui cara apapun: liputan pers, pencarian fakta, penyidikan polisi, bahkan para dukun maupun pengadilan, oleh siapa ia dianaya dan di(ter)bunuh? Di mana dan kapan ia meregang nyawa, Rabu malam 5 Mei 1993 atau beberapa hari sesudahnya? Kita cuma bisa berspekulasi dan menduga-duga. Kita memang bisa mereka-reka motif pembunuhan dan menafsirkan kesimpulannya sendiri. Tapi kita tak mampu mengungkap fakta-faktanya. Kunci kematiannya tetap gelap penuh misteri hingga kini, walau tujuh tahun berselang.
Gubuk, ditemukannya jasad Marsinah, dusun Jegong, desa Wilangan, Nganjuk, 100 km lebih dari Sidaorjo | foto diambil dalam waktu yang berbeda November 1993 & Januari 1994
Memang bukan fakta-fakta pembunuhan itu yang penting kemudian, melainkan jalinan citra yang tersusun melalui serangkain pertarungan wacana yang rumit. Para pembunuh mengesankan Marsinah diperkosa. Para aktivis perburuhan menyanjungnya sebagai suri teladan pejuang buruh. Penguasa militer pusat dibantu setempat merekayasa penyelubungan kasusnya sekaligus menyusun skenario peradilan. Kepolisian setempat menyidik tersangka palsu. Para feminis mengagungkannya sebagai korban kekerasan perempuan. Para seniman mendramatisasi nasibnya ke dalam lagu, mengabadikanya dalam monumen, patung, lukisan, panggung teater dan seni rupa instalasi. Para aktivis hak asasi menganugerahi Yap Thiam Hien Award bagi kegigihannya. Khalayak awam prihatin dan bersimpati membuka dompet sumbangan bagi keluarganya. Para birokrat serikat pekerja melambangkanya sebagai korban kesewenangan majikan. Keluarganya sendiri yang sederhana, sebagaimana kebanyakan sikap keluarga pedesaan Jawa, menerimanya dengan pasrah dan tabah. Dan seterusnya, dan seterusnya.
Marsinah, tipikal buruh perempuan desa yang mengkota tapi terpinggirkan, tiba-tiba muncul sebagai pahlawan di tengah hiruk pikuk industrialisasi manufaktur dan represi penguasa di pertengahan dasawarsa 90-an. Ia bukan hanya mewakili ‘nasib malang’ jutaan buruh perempuan yang menggantungkan masa depannya pada pabrik-pabrik padat karya berupah rendah, berkondisi kerja buruk, dan tak terlindungi hukum, tapi pembunuhannya yang dimediasikan dan diartikulasikan oleh media massa menyediakan arena diskursif bagi pertarungan berbagai kepentingan dan hubungan kuasa: buruh-buruh, pengusaha, serikat buruh, lembaga swadaya masyarakat, birokrasi militer, kepolisian, dan sistem peradilan.
Marsinah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya, lahir dari pasangan Astin dan Sumini di desa Nglundo, kecamatan Sukomoro, kabupaten Nganjuk. Ibunya meninggal saat ia berusia 3 tahun (lahir 1968) dan adiknya Wijiati berumur 40 hari. Ayahnya kemudian menikah lagi dengan dengan Sarini, perempuan dari desa lain. Sejak itulah Marsinah kecil diasuh neneknya, Paerah, yang tinggal bersama paman dan bibinya, pasangan Suraji-Sini.
Tak ada yang istimewa dari masa kecil Marsinah. Ia tipikal anak perempuan kalangan menengah pedesaan yang hidup subsisten, tak terlampau miskin, walaupun tidak kaya. Seperti mayoritas anak-anak pedesaan di Indonesia, juga di negeri-negeri Dunia Ketiga lainnya, ia sudah bekerja pada usia dini dan tampak lebih dewasa dari usianya. Bekerja bagi mereka sangat lazim, termasuk kerja upahan di rumah maupun di pabrik. Sepulang sekolah, ia membantu neneknya menjual beli gabah dan jagung, dan menerima sekadar upah untuk mengangkut gabah dengan bersepeda dari sawah atau rumah orang yang gabahnya sudah dibeli.
Di kalangan teman-teman dan gurunya, di SD Negeri Nglundo, meskipun kepandaiannya dipandang biasa-biasa saja, tapi kerajinan, minat baca, sikap kritis dan tanggungjawabnya menonjol. Setiap tugas sekolah selalu berupaya diselesikannya. Jika ada penuturan gurunya yang kurang jelas, tak segan ia mengacungkan tangan meminta penjelasan. Setelah naik kelas VI, ia pindah ke SDN Karangsemi, dan kemudian melanjutkan ke SMP Negeri V Nganjuk pada tahun ajaran 1981/82. Di sinilah, sebagaimana harapan banyak anak Indonesia seusianya, cita-citanya terbentuk. Mencoba melanjutkan ke SMA Negeri, namun gagal, dan akhirnya ke SMA Muhammadiyah dengan bantuan biaya seorang pamannya yang lain. Di SLTA, minat bacanya semakin meluas. Di waktu senggang ia lebih banyak ke perpustakaan ketimbang bermain. Lagi-lagi seperti banyak gadis desa sebayanya, cita-citanya untuk melanjutkan ke Fakultas Hukum kandas, karena keluarganya tak mampu membiayai kuliah.
Tak ada pilihan lain kecuali mencari lapangan kerja di kota besar. Tahun 1989, ia ke Surabaya, menumpang di rumah kakaknya, Marsini, yang sudah berkeluarga. Setelah berkali-kali melamar kerja ke berbagai perusahaan, akhirnya Marsinah diterima bekerja pertama kali di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut. Gajinya jauh dari cukup. Untuk memperoleh tambahan penghasilan ia nyambi jualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharaga Rp150 / bungkus. Sebelum akhirnya, tahun 1990, bekerja di PT Catur Putra Surya –Rungkut, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang. Urbanisasi, berdagang untuk penghasilan tambahan, dan berpindah kerja dari satu pabrik ke pabrik lainnya untuk mendapatkan upah yang lebih layak, merupakan kisah klasik buruh perempuan di Jawa sejak awal dasawarsa 80-an.
Di pabrik pembuatan arloji di Rungkut, Surabaya, dengan beberapa kawannya, Marsinah menuntut berdirinya unit serikat pekerja formal (SPSI). Tuntutan inilah mungkin membuatnya dipindah pihak manajemen ke pabrik PT CPS lainnya di Porong, Sidoarjo pada awal tahun 1992. Ia mondok di pemukiman sekitar pabrik, desa Siring, dan bekerja sebagai operator mesin bagian injeksi dengan upah Rp 1.700 dan uang hadir Rp 550 per hari.
Di pabrik itu, seperti kebanyakan buruh lainnya, Marsinah bukanlah termasuk kelompok aktivis. Ia tidak masuk dalam kepengurusan unit kerja SPSI di pabrik ini maupun ikut kelompok informal buruh yang sering berdiskusi membahas kondisi kerja mereka. Waktu luangnya dimanfaatkan secara pribadi untuk mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris. Belajar menambah pengetahuan menjadi hasratnya sejak bersekolah dulu, karena ia percaya melalui pendidikanlah masa depan seseorang menjadi lebih baik. Suatu common sense yang dianut banyak orang.
PT CPS (Catur Putra Surya), Porong, Sidarjo | Agustus 1993. Salah satu dari 14 pabrik yang pertama kali terkubur lumpur Lapindo Brantas (Juni 2006).
Pemogokan buruh untuk meningkatkan posisi berunding mereka merupakan hal umum pada ribuan perusahaan manufaktur di berbagai kawasan industri sejak akhir dasawarsa 80-an. Akibat kebijakan upah buruh murah pemerintah dan industrialisasi berorientasi ekspor, sengketa perburuhan meluas. Intensitas dan skala pemogokan meningkat luar biasa sejak awal 90-an. Tiada hari tanpa pemogokan atau unjuk rasa. Meskipun lebih bersifat spontan atau sporadis, sangat jarang terjadi gelombang pemogokan yang terorganisasikan. Sebabnya sangat jelas, karena lemah atau dilemahkannya serikat buruh serta kendali represif pemerintah yang sangat kokoh melalui birokrasi sipil dan militernya hingga ke kawasan pabrik. Dalam konteks ekonomi-politik inilah tuntutan buruh-buruh PT CPS di akhir April 1993 dan pemogokan mereka, 3-4 Mei 1993, yang berujung pada pembunuhan Marsinah, musti diletakkan.
Tetapi dalam seluruh aktivitas perundingan yang melibatkan 24 orang perwakilan buruh (15 di antaranya wakil buruh yang dipilih spontan, dan sisanya 9 orang pengurus SPSI setempat) maupun aksi mogok di PT CPS, 3-4 Mei tersebut, Marsinah tak pernah ikut serta. Pada pemogokan 4 Mei, saat perundingan berlangsung antara wakil buruh dan para birkorat yang melibatkan pejabat Depnaker, DPC SPSI, Kanwil Sospol Sidorjo dan jajaran Muspika setemapat termasuk wakil Polsek dan Danramil Sidorjo, berlangsung di kantor pabrik, ia malah bekerja seperti biasa. Sementara, pagi hingga menjelang siang itu juga, seorang kawannya yang dituding sebagai pemrakarsa pemogokan tengah memenuhi surat panggilan Kodim dan dinterogasi di Makodim Sidoarjo.
Perundingan yang tidak melibatkan pihak perusahaan itu sendiri berjalan lancar. Meskipun ada beberapa kompromi, hampir semua butir tuntutan buruh terpenuhi. Kecuali tuntutan yang lebih ‘politis’ seperti pembubaran unit kerja SPSI yang dianggap tidak berfungsi mewakili kepentingan mereka. Hal-hal yang dalam wacana pemerintah dipandang sebagai soal-soal normatif seperti kenaikan upah sesuai peraturan UMR, perhitungan upah lembur, cuti haid dan cuti hamil, dijanjikan pihak perusahaan.
Meskipun demikian, dalam kerangka bekerjanya rejim pengandali buruh di Indonesia, seperti di negara-negara miltary-beareucratic-authoritarian lainnya, aparat militer menduduki peran sentral. Mereka bukan hanya centéng yang menjadi penjaga malam kepentingan para pemodal, tapi lebih dari itu adalah patron yang kekuasaannya melampaui imperatif kepentingan modal. Sudah menjadi rahasia umum, jajaran birokrasi komando teritorial Orde Baru memperoleh sumber daya ekonominya dari memeras para pengusaha. Baik buruh maupun majikan disandera untuk menciptakan ancaman satu sama lain. Dari ancaman itulah birokrasi militer memperoleh uang. Pada momen tertentu, meski tak harus melalui upaya provokasi, pemogokan buruh dijadikan senjata untuk menodong para pemilik perusahaan agar mereka rela mengeluarkan biaya-biaya keamanan. Pada momen yang lain, dan ini yang sering terjadi, buruh-buruh diancam, diintimidasi dan dikontrol sepenuhnya dalam kendali mereka, bukan kendali pabrik.
Apa yang terjadi sore hari 4 Mei 1993 adalah awal dari ujung kematian Marsinah. Menyimpang dari ‘logika’ suksesnya sebuah perundingan, 13 buruh PT CPS yang dicap sebagai dalang oleh penguasa militer setempat dipanggil melalui surat yang ditandatangani sekretaris kelurahan Desa Siring agar menghadap Pasi Intel Kodim 0816 Sidoarjo. Malamnya, di pemukiman buruh sekitar pabrik, mengetahui teman-temanya besok akan dipanggil, Marsinah menulis suatu catatan kepada seorang temannnya. Isinya semacam petunjuk jawaban bagi rekan-rekannya bila mereka dinterogasi di Kodim. Ia pun mengatakan pada kepada rekan-rekannya, bila mereka diancam Kodim, ia akan membawa perosalan ini ke seorang pamannya di Kejaksaan Surabaya.
Rabu 5 Mei 1993, 13 buruh PT CPS memenuhi panggilan Kodim. Di markasnya, Sidoarjo, mereka dipaksa menandatangani surat pengunduran diri di atas kertas bermaterai dengan berbagai intimidasi maupun bujukan, termasuk akan diberi uang pesangon dan ‘uang kebijaksanaan’. Tak ada pilihan lain bagi mereka kecuali patuh, menandatangani surat tersebut. Selepas Maghrib, mereka menerima pembagian uang pesangon yang diberikan langsung oleh pihak menejemen di markas itu. Sempat terlontar dari salah seorang menejer PT CPS bahwa pemecatan tersebut bukan kemauan perusahaan, tapi kehendak Kodim. Suatu kaidah normal dalam logika rejim pengendali buruh.
Sementara itu, sepulang kerja giliran pagi, Marsinah bertemu dengan salah satu temannya dan mengingatkan rencana pertemuan para buruh untuk mendengar informasi rekan-rekannnya yang dipanggil. Di rumah pondokannya, ia membuat surat pernyataan kepada perusahaan, yang dituliskan oleh teman satu kosnya yang juga buruh PT CPS. Sorenya, surat itu difotokopi dan berencana dibagikan ke teman-temannya pada pertemuan malam hari. Tadinya surat itu hendak disampaikan ke perusahaan melalui ketua unit kerja SPSI PT CPS, tapi Marsinah dan seorang temannya yang memboncengkannya dengan motor tidak berhasil menemukan rumah si ketua. Akhirnya ia sampaikkan langsung ke pabrik melalui satpam.
Memenuhi rasa ingin tahu perkembangan ke-13 teman-temannya, sepulang mengantar surat, Marsinah kembali ke pondokan seorang temannya. Menjelang Maghrib, bersama empat temannya mereka memutuskan menyusul ke Kodim untuk mencari kabar. Tiga temannya naik kendaraan umum. Ia sendiri membonceng sepeda motor, dan sempat tersesat hingga pusat kota Sidoarjo. Di Makodim Sidoarjo, tiga temannya sudah tiba lebih dulu. Tapi mereka semua terlambat. Ke 13 temannya sudah kembali pulang. Dalam perjalalan pulang besepeda motor, Marsinah sempat mampir ke beberapa teman buruhnya untuk membagi-bagikan foto kopi surat pernyataannya.
Di perempatan desa Siring, Marsinah bertemu dengan empat dari 13 temannya. Karena silang pembicaraan di antara mereka terlalu ramai, Marsinah mengajak dua orang temannya bercakap-cakap di teras rumah pondokannya. Ia menceritakan bahwa telah membuat surat ke perusahaan dan menunjukkannya. Sebaliknya, Marsinah sangat terkejut dan gusar, ketika mengetahui ke-13 buruh yang dianggap biang pemogokan sudah dipecat di Makodim. Ia tidak menerima pemecatan itu, dan menegaskan akan mengadu ke pamanya yang jaksa di Surabaya itu.
Setalah teman-temannya pamit pulang, Marsinah masuk ke dalam rumah. Beberapa menit kemudian ia pamit kepada ibu pondokannya untuk ke rumah seorang teman perempuannya. Ia mengenakan kaos putih, rok coklat dan bersandal jepit. Tapi ia tidak bertemu temannya itu karena kerja giliran malam.
Dalam perjalanan kembali ke pondokannya, ia berjumpa dengan dua orang kawannya yang lain, lalu mengajak mereka ke rumah pondokan teman lainnya untuk meminta Surat Persetujuan Bersama hasil perundingan 4 Mei 1993. Baginya surat kesapakatan itu penting untuk memastikan janji pihak perusahaan pada butir 10 kesepakatan tersebut, (kutipan aslinya): "Sehubungan dengan unjuk rasa ini (pemogokan kerja), pengusaha dimohon untuk tidak mencari-cari kesalahan karyawan"
Tetapi kesalahan buruh tetap dicari, dengan akibat pemecatan mereka. Janji tidak dipatuhi. Ia merasa diperlakukan sewenang-wenang, tidak adil. Kuasa otoriter tiba-tiba muncul dihadapannya, mengoyak akal sehatnya. Membuatnya geram, merasa dikhianati. Meskipun belum jelas baginya, siapa yang berkhianat? Pihak perusahaan atau Kodim?
Tak seorangpun dapat mengetahui apa yang ada dalam benak Marsinah malam itu: Rabu 5 Mei 1993. Yang diketahui, sepulang dari rumah temannya yang memberi Surat Persetujuan tersebut, ia mengajak dua kawan yang menemaninya untuk membeli makanan. Tapi karena sudah larut malam, menjelang setangah sepuluh, keduanya menolak. Mereka berpisah di bawah pohon mangga dekat Tugu Kuning, desa Siring.
Tugu Kuning gerbang ke pemondokan buruh, desa Siring, Sidoarjo | Agustus 1993.
Sejak saat itulah ia ‘hilang’. Tak ada yang mengetahui kemana Marsinah pergi. Mungkin ia pergi makan, atau bertemu seseorang, yang mungkin ‘menculiknya’. Atau mungkin ia kembali ke Makodim Sidoarjo? Yang bisa dipastikan, ia tidak kembali ke pondokannya malam itu. Ia tidak pergi ke pabrik. Ia juga tidak berkunjung ke rumah pamannya di Surabaya.
Missing link itu tak pernah terungkap di pengadilan sesat yang sarat rekayasa. Majikannya, pemilik PT CPS, para menejer perusahaan, bagian personalia, kepala bagian mesin, dan seorang satpam dan seorang supir perusahaan disekap dan disiksa Bakorstranasda selama 19 hari, di bulan Oktober 1993. Mereka dituduh bersekongkol memperkosa, menganiaya dan kemudian membunuh Marsinah. Bersama Danramil Porong, mereka diadili dan diputus bersalah oleh Pengadilan Militer dan Pengadilan Negeri Sidoarjo, dan diperkuat Pengadilan Tinggir Surabaya setahun kemudian. Meskipun dua tahun kemudian, 3 Mei 1995, mereka divonis bebas Mahkamah Agung, tapi ini hanya menunjukkan betapa sistem peradilan dan hukum kita bukan tempat untuk menegakkan keadilan.
Poster lukisan Semsar Siahaan 
(Medan, 11 Juni 1952 - Tabanan, 23 Februari 2005) | 1994
Maka penyelidikan dan penyidikan ulang dilakukan, pertangahan 1995. Kepolisian RI turun tangan. Tim forensik dari Jakarta membongkar ulang (yang ketiga kalinya!) makam Marsinah. Berbagai komentar dan analisa merebak di surat kabar. Komnas HAM mendukung penyelidikan ulang. Panglima ABRI menginstruksikan pengusutan. Bahkan Menaker Abdul Latief berjanji mengungkapnya hingga tuntas, dan Presiden Suharto kala itu mendukungnya. Namun tak ada ‘hasil’ apapaun yang dicapai dari hiruk-pikuk wacana itu. Isu-isu lain menelan kasus ini kembali ke bawah permukaan, dan orang lupa atau coba melupakannya.
Pun saat rejim berganti. Ingatan banyak orang mencuat kembali. Baik pemerintahan Habibie maupun Gus Dur menunjukkan niatnya untuk mengungkap kegegeran lama itu, apapun penyebabnya: tekanan internasional, tuntutan LSM, legitimasi politik, hak asasi manusia, rasa bersalah ataupun upaya sungguh-sungguh untuk menegakkan keadilan, rule of law. Bahkan, terakhir ini, DPRD Jawa Timur sudah meminta keterangan dan penjelasan beberapa perwira tinggi dan intelejen ABRI yang dianggap mengetahui dan bertanggungjawab atas kebijakan rejim saat itu. Mereka semua mengelak. Tak ada informasi yang signifikan, tak ada argumen yang bermakna, tak ada fakta-fakta dan bukit-bukti ‘baru’, yang dapat dijadikan dasar bagi upaya meraih keadilan. Semua pertanyaan kunci sederhana tak pernah terjawab: kapan Marsinah mati, di mana, oleh siapa, dengan cara bagaimana? Atau mungkin memang tak hendak dijawab, oleh siapapun kita.
Kita merasa cukup puas, bahkan terpuaskan, sekedar menyatakan: “Marsinah, seperti halnya sebagaian besar kita, adalah korban dari suatu mesin kekuasaan dan kekerasan, yang bernama Orde Baru”. Dan kita merasa mampu, dengan rasa bangga, menobatkannya menjadi seorang pahlawan, yang mengasingkan dirinya, juga diri kita, dari kehidupan sehari-hari. Karena kita masih menjadi bagian: Orde Baru.
Harry Wibowo
Koordinator Tim Pencari Fakta “Pembunuhan Marsinah” YLBHI (November 1993-Maret 1994)
Catatan penulis:
1.        Tulisan ini pernah dipublikasi Kompas, edisi khusus ulang tahun, Rabu, 28 Juni 2000.
2.       Foto ditambahkan, salah ketik diperbaiki. Sayangnya saya menemukan file artikel ini belakangan setalah acara "Marsinah Menggugat" yangg diselelnggarakan oleh Aliansi Buruh Menggugat (ABM), malam 8 Mei 2009 di halaman kantor YLBHI, Jakarta.

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Tuesday, April 03, 2012

Anti-riot Forces



 
Melihat tindakan polisi dalam mengendalikan massa sangat memprihatinkan dari segi perlengkapan dan taktik. Hasilnya terlihat dari jatuhnya kerugian yang tidak perlu. Perlengkapan tidak mematikannya sangat minim padahal saya kira anggaran polri mencukupi untuk melengkapi pasukan dengan perlengkapan standar yang lebih memadai. Menyedihkan masak menpor yang bertugas ikut menangis terkena gas air mata, harga topeng gas standar cukup murah.
Pemukulan demonstran yang sudah tertangkap/menyerah pun kerap terjadi. Bahkan orang yang kebetulan lewat tidak tau kalau lagi ada penyisiran pun terkena pukulan dari aparat.


ps: tampaknya tidak ada eval terhadap protap yang ada selama ini
di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Monday, February 14, 2011

Menyelesaikan Kasus Cikeusik-Pandeglang

Sangat mudah menyelesaikan kasus cikeusik jika aparat serius mengusutnya.

- Lihat laporan intelejen harian, mingguan, dan bulanan.
- Declassified laporan lokasi setempat, ahmadiyah dan aliran tertentu.
- Lihat semua rekaman video di TKP termasuk rekaman milik polisi yang lebih lengkap
- Telusuri uang mengalir darimana kemana.

Nah masalahnya mau mengusut atau tidak. TAkut juga yang mengusutnya nanti jeruk makan jeruk.


di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Sunday, January 30, 2011

Gunbag



Sebuah siang di TWA Gunung Tangkuban Perahu saya merasa aneh dikejauhan ada yang bawa tas tenis diatas gunung. Mengingatkan akan suatu konflik pada suatu masa di Indonesia. Ketika dia mendekat ke arah saya ternyata itu adalah Gunbag! Ujung larasnya terlihat muncul. Magazine-nya pun tercetak jelas.

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Saturday, May 08, 2010

Marsinah 17 tahun lalu


Dongeng Marsinah

Sapardi Djoko Darmono

/1/
Marsinah buruh pabrik arloji,
mengurus presisi:
merakit jarum, sekrup, dan roda gigi;
waktu memang tak pernah kompromi,
ia sangat cermat dan pasti.

Marsinah itu arloji sejati,
tak lelah berdetak
memintal kefanaan
yang abadi:
“kami ini tak banyak kehendak,
sekedar hidup layak,
sebutir nasi.”

/2/
Marsinah, kita tahu, tak bersenjata,
ia hanya suka merebus kata
sampai mendidih,
lalu meluap ke mana-mana.
“Ia suka berpikir,” kata Siapa,
“itu sangat berbahaya.”

Marsinah tak ingin menyulut api,
ia hanya memutar jarum arloji
agar sesuai dengan matahari.
“Ia tahu hakikat waktu,” kata Siapa,
“dan harus dikembalikan
ke asalnya, debu.”

/3/
Di hari baik bulan baik,
Marsinah dijemput di rumah tumpangan
untuk suatu perhelatan.
Ia diantar ke rumah Siapa,
ia disekap di ruang pengap,
ia diikat ke kursi;
mereka kira waktu bisa disumpal
agar lenkingan detiknya
tidak kedengaran lagi.

Ia tidak diberi air,
ia tidak diberi nasi;
detik pun gerah
berloncatan ke sana ke mari.

Dalam perhelatan itu,
kepalanya ditetak,
selangkangnya diacak-acak,
dan tubuhnya dibirulebamkan
dengan besi batangan.

Detik pun tergeletak
Marsinah pun abadi.

/4/
Di hari baik bulan baik,
tangis tak pantas.
Angin dan debu jalan,
klakson dan asap knalpot,
mengiringkan jenazahnya ke Nganjuk.
Semak-semak yang tak terurus
dan tak pernah ambil peduli,
meregang waktu bersaksi:

Marsinah diseret
dan dicampakkan —
sempurna, sendiri.

Pangeran, apakah sebenarnya
inti kekejaman? Apakah sebenarnya
sumber keserakahan? Apakah sebenarnya
azas kekuasaan? Dan apakah ebenarnya
hakikat kemanusiaan, Pangeran?

Apakah ini? Apakah itu?
Duh Gusti, apakah pula
makna pertanyaan?

/5/
“Saya ini Marsinah,
buruh pabrik arloji.
Ini sorga, bukan? Jangan saya diusir
ke dunia lagi; jangan saya dikirim
ke neraka itu lagi.”

(Malaikat tak suka banyak berkata,
ia sudah paham maksudnya.)

apa sebaiknya menggelinding saja
bagai bola sodok,
bagai roda pedati?”

(Malaikat tak suka banyak berkata,
ia biarkan gerbang terbuka.)

“Saya ini Marsinah, saya tak mengenal
wanita berotot,
yang mengepalkan tangan,
yang tampangnya garang
di poster-poster itu;
saya tidak pernah jadi perhatian
dalam upacara, dan tidak tahu
harga sebuah lencana.”

(Malaikat tak suka banyak berkata,
tapi lihat, ia seperti terluka.)

/6/
Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini;
dirabanya denyut nadi kita,
dan diingatkannya
agar belajar memahami
hakikat presisi.

Kita tatap wajahnya
setiap hari pergi dan pulang kerja,
kita rasakan detak-detiknya
di setiap getaran kata.

Marsinah itu arloji sejati,
melingkar di pergelangan
tangan kita ini.

(1993-1996)

Sapardi perlu waktu 3 tahun untuk membuat puisi ini. negeri ini perlu waktu berapa tahun untuk mengungkap pristiwanya?

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Monday, January 18, 2010

Pertanyaan Seputar Century

Beberapa pertanyaan seputar century yang mesti nya dicari jawabannya:

- Sejarah keuangan bank sebelum menjadi bank Century, terutama menganai Bank CIC
- Pemecahan rekening Budi Sampoerna ke beberapa rekening fiktip
- Adakah rekening fiktip lain selain dari pemecahan rekening Budi Sampoerna
- Mengapa century kalah kliring
- Aliran dana secara detail pasca bailout.
- Data-data rekening, keuangan etc sebelum bailout.
- Mengapa beberapa BUMN menyimpan uang di century
- Latar belakang para pemilik utama century

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Saturday, November 14, 2009

Memalukan sesepuh mobrig



Entah apa yang ada dipikiran komandan yang memerintahkan spanduk tersebut dibuat. Apakah mereka tidak memikirkan para sesepuh yang membangun mobrig. Yang turut berjuang mempertahankan Republik. Mobrig yang pada masa agresi belanda bergerak di Jatim.

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Thursday, November 05, 2009

Seruan!






Hallo Para Polisi Lapangan..

Pernahkah kalian bertanya2, mengapa Abdi Negara seperti kalian bergaji rendah?

Jawabannya : Karena Koruptor..

Pernahkah kalian bertanya2, mengapa Abdi Negara seperti kalian terkadang harus memberikan nafkah haram / makan bangkai.. bagi keluarga kalian?

Jawabannya : Karena Koruptor..

Kalian bukan alat! Kalian adalah manusia! Jangan segan untuk bergabung bersama kami demi membasmi para koruptor walaupun kemungkinan mereka adalah atasan kalian..

Kalian bukan alat! Kalian adalah manusia! Kalian punya hak untuk memutuskan kebenaran dalam hidup kalian. Jangan biarkan para atasan yang (mungkin) korup itu memanfaatkan Sumpah Setia kalian demi kepentingan mereka..

Tanpa kalian para pemimpin2 (korup) itu bukanlah siapa2! Semoga nurani mengetuk dan menyatukan kita dalam penegakan Kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan bersama Dunia-Akhirat..

Salam untuk bapak-bapak Polisi yg masih Bersih & masih punya HATI NURANI...
Tuhan memberkati kita semua.. Amiiinn...

(dikutip entah dari mana dan oleh siapa)
di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Thursday, June 25, 2009

Selebaran setengah gelap salah satu capres-cawapres



Selebaran tersebut saya dapatkan dua minggu lalu ditim Megawati-Prabowo. Selebaran ini juga beredar diakar rumput. Kemarin tiba-tiba selebaran ini disebarkan pada kampanye JK-win di medan.

ps:disebut setengah gelap karena ini fotokopian dari media yang nyata dan bisa diverifikasi. yang gelapnya siapa yang nyebarinnya.

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Saturday, March 21, 2009

Daftar nama, nrp dan nomer hp komandan kodim se-indonesia

Secara tidak sengaja saya menemukan data nama, nrp dan nomer telpon selular semua komandan kodim se-indonesia. Data tersebut ada disebuah situs publik. Mantap juga data sedetail itu ditaruh disitus publik. Apakah tidak ada aturan mengenai apa yang boleh diterbitkan ke muka umum atau tidak dalam institusi TNI? Apakah ini masuk rahasia atau engga? Saya belum menambang data lain dari situs tersebut. Atau ada pihak TNI yang mau berbagi tentang aturan-aturan penerbitan sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan TNI? Saya menunggu neh. :D

ps: dulu bahakan menemukan beberapa operasi dibeberkan disitus jejaring sosial.


di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Tuesday, January 20, 2009

Darurat Pemilu 2009


politikus busuk by jabaril

Minggu ini Kapolri, Panglima TNI, Menkopolkam dan kaBIN mengadakan rapat membahas pemilu. Membahas darurat pemilu 2009. Siap-siap kalo ada apa-apa di pemilu nanti. Pemilu nanti kalo tidak ada gangguan bisa jadi penyelamat Indonesia dari krisis ekonomi dunia, pjs menkoekuin sudah bilang tentang ini minggu lalu. Lumayan banget tuh perputaran uang di pemilu 2009 nanti. apalgi dengan MK menshakan suara terbanyak makin keras lagi neh pertarungannya. Moga-moga aman-aman saja tidak ada calon yang mengarahkan cara-cara kekerasan dan memanfaatkan keuasaannya untuk berbuat curang.

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Monday, November 24, 2008

Seorang mahasiswa ITB Mizan Bustanul Fuady Bisri alias Inoel Hilang



Kronologis hilangnya inoel:

Kamis, 201108 pak roos akbar (wakil dekan SAPPK) mengundang kahim, BP, dan panitia inti MPAB buat ketemu bahas masalah keberlanjutan mpab. menurut keterangan keluarga, hari itu inoel udah bangun pagi2 siap2 buat ke kampus (krn ada TFT panitia MPAB jg jam8).. trus dia minta uang 150ribu ke ibunya buat benerin kacamata+uang bensin. Inoel bilang lagi ke ibunya klo dia mau mampir dulu ke griya arcamanik krn ada yg mau dibeli. berangkatlah dia dengan jalan kaki, krn griya nya juga deket bgt sama rumahnya, dengan kondisi tas, laptop, dan sepatu yang akan dipakai untuk ke kampus masih ditinggal di rumah (inoel masih pake sendal jepit).. pada saat itu, inoel mengirim sms kepada imam, agung , dan ditop bahwa ybs akan hadir terlambat di kampus , tapi sebelum jam 9 sudah akan berada di kampus utk menemui pak roos akbar. ini menunjukkan bahwa ybs sebenarnya berniat untuk datang ke kampus. setelah itu, keberadaan inul tdk diketahui lagi.. SMS terakhir dia pagi itu adalah ke Maria Goretti (Yanie) yang isinya "nie tlg", di mana sms tsb ketika dibalas sudah tidak tersambung.
sejauh ini.. beberapa warga HMP sudah mencari inul ke rumah sakit di bandung, kantor polisi, mesjid2, sekolah inoel SD sampe SMA, temen2nya dari SD sampe SMA, griya arcamaniknya. . tapi nihil..
221108, ayah inoel ke kantor polisi sepulangnya beliau dari aceh krn inoel udah menghilang 2x24 jam. sementara ibu inoel stand by di rumah karena pagi tadi, pembantu di rumah inoel terima telpon yang pas diangkat lama gak ada suara dan tiba2 ada bentakan 'diem lo!!' dan telponnya dibanting...
sinyal HP dr nomor dia terakhir ditangkap oleh BTS XL di padasuka dengan jangkauan 3-17 KM (rumahnya masih dalam jangkauan BTS itu - rumah dia di arcamanik,6 KM dari padasuka)

bapaknya inoel namanya slamet riyadi bisri (PL '74) dia kerja sbg dosen lepas di beberapa univ di bdg ky unisba dan juga kerja di konsultan perencanaan (gw lupa apa namanya)
ibunya bernama butet (g tw nama panjangnya) dan jg kerja di konsultan perencanaan di bandung
nomor hape terakhirnya 08182302779
baju terakhir yg dia pake itu baju ITB EXPO yang warna merah dengan celana pendek kotak-kotak

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

Saturday, October 25, 2008

Bom rakitan di Plumpang



Foto diatas diambil di kalibaru-Marunda 30 agustus 2008. Kebetulan lewat sana dan sedikit investigasi disana. Jalan kesana lewat depo plumpang, pas lewat sana gw bilang "wah ini pertamina ga aman banget, kalo ada orang iseng lempar granat bisa kebakaran besar". Minggu ini ada berita di TV tentang jaringan teroris yang berencana meledakkan depo plumpang mereka tinggal ga sampe satu kilo dari depo plumpang. Seharusnya semenjak temuan ini standar keamanan depo plumpang mesti diperbaiki karena masih banyak bolongnya, jaringan yang tertangkap sudah melihat kelemahan itu tapi mereka keburu ketangkap.

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org