Wednesday, February 27, 2008

Kronologis pltsa bisa muncul

tak ada yang perlu kita takuti kecuali ketakutan itu sendiri
FDR

Ini hasil diskusi dengan prof Enri Damanhuri:


Dimulai ketika 7 Maret 2005 sampah di Leuwi gajah longsor

Dibuat MOU oleh Gubernur Jabar dkk untuk menggagas penanganan sampah terpadu. Ketika itu yang bermasalah dengan sampah adalah Bandung dan Cimahi.

Investor dari Malaysia masuk ke Jabar (note:bukan Cuma untuk kota Bandung). Mereka langsung membuat Feasibility study tentang final disposal selama 8 bulan (bukannya tentang pengelolaan sampah yang baik pilihannya apa saja) untuk membuat sanitary landfill. Harga yang mereka minta untuk tipping fee adalah Rp 60.000,- (jika tanah dari Jabar) atau Rp 70.000,- jika tanah dari pihak Malaysia

Disahkannya Perpres no 67 tahun 2005 yang berisikan antara lain pelarangan penunjukan untuk proyek infrastruktur, harus di-tenderkan. Investor Malaysia mundur.

[Pasal 27:Pengadaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan izin Pengusahaan dilakukan melalui lelang izin (auction).]

16 Maret 2005 diadakan pertemuan antara 17 investor (5 diantaranya tergabung jadi 1) di hotel Grand Aquilla. 2 diantaranya langsung menawarkan PLTSa dari China. Pertemuan ini mengundang UNPAD & ITB untuk melakukan evaluasi terhadap calon-calon investor tersebut. Tim termasuk PPLH bandung & Jabar. Dari pihak Pak Enri sudah menghimbau untuk berhati-hati dengan konsep PLTSA, karena rawan terjadi bentrokan dengan pemulung. Oleh investor lantas beberapa kali dilakukan penyesuaian, namun karena pilihannya tetap sulit akhirnya tetap ditolak. Akhirnya tim memberikan 3 usulan:

1. memberikan kesempatan bagi komunitas-komunitas seperti RT dan RW untuk melakukan pengolahan sampah sendiri (komposting)

2. memberikan kesempatan bagi pihak yang mau mengelola sampah pasar

3. memberi kesempatan pada investor, tapi harus dilakukan studi kelayakan terlebih dahulu tentang pengelolaan sampah yang paling baik

Bappenas meminta ITB membuat konsep tentang pengelolaan sampah yang baik, yang kemudian dikerjakan selama 4 minggu oleh tim

Saat dilakukan presentasi, dari pihak walikota tidak menerangkan konsep tentang penanggulangan masalah sampah dengan baik, malah ngotot ingin dilakukan pembangunan PLTSa dan berani meminta anggara sebesar 600 milyar. Investor yang dibawa berbeda dengan investeor pada tanggal 16 maret. Pertemuan ini dihadiri 3 menteri. Walikota juga mengerahkan suporter Persib untuk memberikan dukungan.

Konsep yang dibuat oleh tim Pak Enri hanya membutuhkan dana 80 M saja tidak dapat dilaksanakan karena pemkot hanya punya 10 M. pembenarannya PLTSa dibangun oleh investor jadi pemkot tidak mengeluarkan biaya.

FS yang dibuat bertujuan menguji kelayakan PLTSa, bukan tentang pengelolaan sampah yang sebenarnya banyak pilihan.

Dari pertemuan tersebut sebenarnya pak walikota terlihat tidak punya konsep sama sekali, tapi digembar-gemborkan di luar bahwa disetujui. PT BRIL yang tiba-tiba muncul juga tidak mempunya konsep yang baik karena bahkan tidak bergerak di bidang persampahan.

Januari 2007 datang kelompok dari Jepang menawarkan alternatif kombinasi, tapi tersandung masalah uang. Mereka hanya mau memberikan loan, pengerjaannya harus oleh pemerintah sendiri, tidak boleh diberikan pada investor. Sementara tarif yang diminta untuk insinerator yang rencananya akan dibangun ini Rp 280.000,-/ton, jelas-jelas tidak akan mampu dibayar. Jakarta yang lebih kaya dari kota bandung hanya mampu membayar RP 90.000,-/ton. Jalan yang mungkin ditempuh akhirnya dengan memperlama beroperasinya TPA sarimukti, yang meskipun demikian juga telah melanggar kesepakatan untuk menghasilkan kompos.

Sementara di Cimahi dilakukan komposting yang cukup berhasil. Saat ini mereka menggunakan pabrik pengomposan per wilayah sebanyak 12 buah. Tetapi tentu saja prosesnya tidak bisa langsung jadi.



di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

No comments: