Monday, August 28, 2006

Jamila dan Sang Presiden


Sahwat lelaki boleh meluap membanjiri setiap tempat dan waktu
Dan anak-anak gadisku sah untuk diperkosa
Sah jadi api industrialisasi a-moral
Sah jadi bulan-bulanan kemunafikan
diludahi, diejek, dikejar-kejar, bahkan diundang-undangkan

Senin 21 agustus gw nonton teater bareng satu pelton anak-anak PSIK sama anak biologi. Ada om wisni, om oki, mami nuri, tante lerong, martin, novi bona, imoth, atid, agni, martha TL, etc. Si mami minum cherry dulu jadi rada ngaco gitu. Teater satu merah panggung dipimpin sama ratna sarumpaet. Pertunjukan kali ini tiketnya bakal disumbang ke jogja. Tiket buat mahasiswa/pelajar 10 ribu buat umum 20 ribu.

Pertunjukan ditata dengan setting satu panggung dua segmen. Di depan kiri ada fragmen masa lalu, di belakang kanan ada fragmen masa kini. Diakhir pertunjukan dua fragmen itu bersatu. Tata lampu sama musiknya Pol. Olah vokal Atiqah Hasiolan (Jamila 2) keren gitu kalo Peggy Melati Sukma sih biasa aja. Paling bagus aktingnya Rita Matu Mona yang berperan sebagai germo jelaslah dia aktor senior di Teater Koma.

Cerita Jamila dimulai ketika Jamila seorang pelacur menyerahkan diri kepada polisi karena dia telah membunuh seorang mentri dan anaknya. Jamila di jatuhi hukuman mati. Sebelum dijatuhi hukuman mati dia tidak ingin bertemu dengan Ayah dan Ibunya dia malah ingin bertemu dengan presiden dan ulama terkenal. Jamila lahir ditengah masyarakt dimana memperdagangakkan anak adalah hal bisa. Jamila dijual semenjak umur 2 tahun oleh ayahnya kepada mucikari. Jamila memang berlatar tentang human traffiking. Cerita ironis ketika jamila bertemu ulama terkenal sang ulama hanya bisa beristigfar saja dan ketika jamila mempertanyakan kenapa para ulama tidak peduli terhadap kehidupan ekonomi masyarakat malah membiarkan masyarakat terbelenggu dalam kemiskinan.

di muntahkan oleh sawung@psik-itb.org

1 comment:

Unknown said...

wah, baru sempet lihat blognya nih! Makasih, makasih..